Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 19 Ancaman Ramses II

Bab 19 Ancaman Ramses II

Mendengar seruan Sang Firaun yang menggelegar, membuat seluruh pengawal dan prajurit kerajaan berbondong-bondong menghampiri Ramses II dengan segala persentajaan mereka.

“Penyusup istana!! Kejar mereka!!” titah Ramses II kepada para prajuritnya sambil menunjuk ke arah kuda Deanis dan Kamuzu yang berjalan jauh ke depan.

Sesuai perintah raja mereka yang agung itu, tentu saja semua pengawal mengerahkan segala kemampuan mereka untuk mengejar Deanis dan Kamuzu. Dari pengawal berjabatan rendah sampai para pasukan yang memiliki kemampuan yang berada di tingkat yang tinggi.

Kuda-kuda yang ditunggangi oleh para pengawal dan pasukan kerajaan pun berlarian dengan cepat serta saling berlomba-lomba untuk mengejar kuda Deanis dan Kamuzu. Tak terkecuali Panglima Khnurn.

Kuda Panglima Khnurn berada di barisan paling depan. Meskipun begitu, jarak antara kuda yang ditunggangi sang Panglima masih termasuk jauh dari kuda yang ditunggangi Deanis dan Kamuzu.

Jika ini dilihat dari jauh, mereka tampak seperti melakukan lomba pacuan kuda. Alih-alih mencari pemenang, lomba ini bertujuan menjatuhkan dua kuda yang tengah dipacu paling depan. Entah hidup atau pun mati.

Sembari berkuda, Panglima Knurn dengan senjata panah di belakang punggungnya pun tampak mencoba menyerang Deanis dan Kamuzu. Diambilnya satu anak panah dan ditariknya dengan busur andalannya. Panglima Khnurn membidik tanpa ragu ke arah Deanis dan melepaskan anak panahnya.

Sayangnya, tembakan itu meleset. Panglima Khnurn hanya bisa mengutuk dan mengumpat karena kegagalannya. Namun ia masih terus mencoba menyerang Deanis dan Kamuzu tanpa mengenal kata menyerah.

Sementara itu di dalam istana, Zeny yang menyaksikan bagaimana pasukan Ramses II segera bertindak hanya dengan sekali teriakan titah dari pria itu, dibuatnya merasa takjub sekaligus merinding. Kesetiaan mereka kepada Ramses II sungguh di luar dugaannya, mengingat bagaimana perangai Ramses II itu sendiri.

Air muka Ramses II tampak begitu mengeras. Kedua alisnya seolah saling bertemu di tengah dengan kedua sudut luarnya naik ke atas secara bersamaan bagai tanduk. Rahangnya tampak mengatup dan Zeny yang berada di dekatnya dapat mendengar samar bahwa penguasa Mesir Kuno itu tengah mengemeletukkan gigi-giginya menahan amarahnya.

Zeny memutar otak. Ia tentu saja harus melakukan sesuatu. Setidaknya, ia tidak ingin Deanis juga tertangkap dan mereka berdua sama-sama berada di istana. Gadis itu pun mendekati Ramses II dan memegang tangan penguasa Mesir Kuno itu. Sambil menenangkan dirinya, Zeny mencoba untuk membujuk Ramses II.

“Yang Mulia, tenanglah,” ujar Zeny sambil mencoba mengusap lengan Ramses II dengan perlahan.

Ramses II menoleh dan memperhatikan Zeny.

“Cantikku, apa yang kau lakukan?” tanya Ramses II kepada Zeny.

Zeny agak terkejut dan menjadi bingung.

“Ah, s-saya... saya hanya mencoba menenangkan Yang Mulia. Yang Mulia tampak marah dan itu menakutkan. S-saya sedikit merasa takut dengan Yang Mulia untuk beberapa saat tadi,” ujar Zeny beralasan.

Ramses II tampak tersenyum.

“Kau takut padaku? Jadi sebelumnya kau tak takut padaku?” tanya Ramses II lagi.

Zeny menggeleng.

“S-saya... mengagumi Yang Mulia Agung. Sebagai penguasa Mesir ini, tentu Yang Mulia Agung patut dikagumi dan dihormati. Tapi, jika Yang Mulia terlihat menakutkan, tentu itu... hal yang berbeda Yang Mulia,” ujar Zeny lagi, mencoba mencari celah.

“Begitu? Cantikku, tentu saja aku ini dihormati dan dikagumi. Tapi aku juga patut untuk ditakuti. Jika mereka tak takut padaku, untuk apa aku menguasa Mesir dan membuat banyak wilayah-wilayah kecil di sekitar kerajaanku ini tunduk kepadaku? Aku memang harus ditakuti. Termasuk olehmu, bukan begitu?” ujar Ramses II sambil tersenyum menyeringai sembari memegang dagu Zeny dan menekannya dengan cukup kuat.

Zeny merasa nyeri karena dagunya ditekan cukup kuat oleh Ramses II. Namun gadis itu berusaha menahannya.

“Y-yang Mulia...” ujar Zeny mencoba meluluhkan Ramses II dengan memelas.

Ramses II melepas jemarinya dari dagu Zeny dengan sedikit mendorong gadis itu ke belakang.

“Kau memang sungguh cantik. Aku sendiri bahkan tidak bisa menolak kecantikanmu dan yah, bisa kau katakan aku sangat tertarik padamu, Maathorneferure buatanku,” ujar Ramses II sambil mengusap dagunya sendiri dan berjalan mengelilingi Zeny lalu melanjutkan kalimatnya, “tetapi bukan berarti aku menjadi bodoh hanya karena terpikat oleh kecantikanmu.”

“Y-yang Mulia... saya tidak menganggap Yang Mulia seperti itu,” elak Zeny.

“Oh, benar kah? Lalu mengapa kau tampak seperti mencoba menghentikanku untuk mengejar dua pria tadi? Kau pikir aku tidak sadar bahwa kau berusaha untuk meminta pengampunan untuk pria tadi dengan membujuk dan merayuku? Menarik simpatiku?” ujar Ramses II.

Kini Zeny menelan salivanya dengan semakin susah payah. Ia tak menyangka bahwa Ramses II akan semudah itu menyadari tingkahnya.

“T-tidak, Yang Mulia. Tidak seperti itu. Saya hanya mencoba memberikan pendapat saya. A-apa tidak sebaiknya mereka dibiarkan saja? T-tampaknya tidak ada yang terluka dan tidak ada yang diambil dari istana oleh mereka,” ujar Zeny mencoba lagi dengan hati-hati.

Ramses II tersenyum misterius. “Begitukah pemikiranmu? Haha. Kau sungguh gadis yang aneh dan memiliki kau di sisiku tampaknya akan membantuku menemukan perspektif yang berbeda. Yah, aku sedikit kesal saat Maathorneferure yang sebenarnya kabur. Tetapi sepertinya, Maathorneferure yang kuciptakan ini, lebih berguna dan lebih berharga,” ujar Ramses II.

Zeny mengerutkan keningnya. Ia tak dapat menangkap maksud dari sang Firaun. Namun ia juga tidak bisa bertanya banyak dan lebih lanjut.

“Kau... tenang saja. Aku akan memastikan dua orang tadi tertangkap. Atau yah, setidaknya memastikan mereka untuk tidak kembali ke dalam istana. Katakan Cantikku, kau mengenal mereka bukan? Ah, tidak. Kau pasti sangat mengenal salah satu dari mereka. Aku benar?” tebak Ramses II.

“S-saya...,” Zeny tampak ragu menjawab pertanyaan retoris dari Ramses II.

Ramses II yang melihat keragu-raguan Zeny pun menjadi marah kepada gadis itu. Dicengkramnya lengan Zeny dan ditariknya mendekat.

“Kau... jika kau mencoba kabur lagi dengan atau tanpa bantuan dari mereka, kupastikan kau tidak akan pernah bisa keluar dari istanaku!” ancam Ramses II lalu memanggil dayang-dayang.

Dua dayang yang segera datang menghampiri Zeny dan Ramses II di tempat itu pun menunduk takut di hadapan Ramses II.

“Hormat kami, Yang Mulia Agung,” jawab kedua dayang yang baru datang itu.

“Bawa dia kembali ke Istana Selir. Kurung dia di kamarnya dan awasi ke mana saja dia pergi. Laporkan semua kegiatannya padaku. Jika kalian berani membohongiku, maka ucapkan selamat tinggal pada matahari. Kalian mengerti!!” titah Ramses II kepada para dayang itu.

“Baik, Yang Mulia Agung. Mari Nona,” ajak kedua dayang itu sambil menarik kedua tangan Zeny pergi dari sana.

Sepeninggal Zeny, Ramses II menendang segala meja dan kursi yang ada di dekatnya sambil berteriak marah.

“PERDANA MENTERI!! PERDANA MENTERI!!” seru Ramses II memanggil sang Perdana Menteri kepercayaannya.

Tak lama kemudian, pria yang dipanggilnya Perdana Menteri itu telah tiba dan segera bersimpuh di hadapan Ramses II.

“Perdana Menteri Menefer menghadap Yang Mulia Agung,” ujar Menefer memberikan penghormatannya.

“Bubarkan pesta. SEKARANG JUGA!!!” titah Ramses II dengan penuh amarah.

“B-baiklah, Yang Mulia. Saya akan mengurusnya. Perdana Menteri Menefer mohon undur diri untuk melaksanakan tugas dari Yang Mulia Agung,” pamit Menefer sambil membungkuk dan berjalan mundur.

Ramses II hanya mengangguk dan mengibaskan tangannya untuk mengusir pengawal dan Perdana Menterinya itu. Pria penguasa Mesir Kuno itu tampak duduk sejenak untuk menenangkan amarahnya.

Setelah cukup tenang, Ramses II kembali ke aula Istana Utama dan duduk di singgasananya, menunggu kabar dari para pasukannya.

Ramses II tampak sedikit gelisah menunggu. Dalam kepalanya ia terus berpikir siapa dua pria yang memiliki keberanian menyusup ke dalam istananya yang dijaga dengan ketat ini. Apa tujuan mereka dan sudah sejak kapan mereka berada di dalam istana tanpa sepengetahuannya? Ramses II benar-benar pusing dibuatnya.

Sementara Ramses II terus dibuat memikirkan hal-hal itu, terdengar suara derap kuda dari jauh dan juga derap kaki memasuki Istana Utama. Ramses II yang sudah benar-benar tak sabar mendengar informasi dari para pasukannya pun segera bertanya begitu suara derap kaki itu semakin dekat, sambil memijat-mijat kepalanya yang terasa pening.

“Bagaimana? Kalian berhasil mengejar penyusup itu?” tanya Ramses II.

“Penyusup? Istanamu dimasuki penyusup, Ramses II?” tanya suara yang sangat familiar di telinga Ramses II.

Spontan Ramses II mendongakkan kepalanya dan memastikan siapa yang menjawab pertanyaannya.

“A-ayahanda..”

*to be continued*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel