Bab 18 Meloloskan Diri
Bab 18 Meloloskan Diri
Juh!
Deanis meludahi sang Panglima tepat di wajahnya. Pemuda itu tersenyum senang namun hal itu justru semakin memancing amarah dari Panglima.
“Kurang ajar kau!!” bentak sang Panglima yang langsung melayangkan tinju tepat ke wajah Deanis hingga membuatnya oleng ke kanan dan terjatuh, setelah mengusap bekas ludah di wajahnya.
Ya. Panglima itu adalah Panglima Khnurn. Orang yang sudah membawa Zeny ke dalam istana sebagai tahanan perang yang kemudian diubah posisinya menjadi calon selir oleh sang Firaun. Ia sekaligus menjadi orang yang menghajar Deanis saat di gurun pasir.
Zeny terkejut dan menjerit saat melihat Deanis oleng setelah ditinju oleh Panglima Khnurn.
“A-apa yang kau lakukan?” tanya Zeny.
Panglima Knurn menoleh sejenak kepada Zeny lalu tersenyum begitu licik.
“Kau bertanya padaku? Ini, adalah hal seharusnya kulakukan saat membawamu ke istana. Menghabisi nyawanya,” ujar Panglima Khnurn yang kemudian menendang tubuh Deanis hingga membentur ke dinding yang ada di sana.
Deanis pun terbatuk dan meringkuk. Zeny menatap tak percaya saat Deanis benar-benar ditendang di depan matanya. Gadis itu tampak memajukan langkahnya dan hendak melerai, namun suara lantang Ramses II membuatnya menghentikan langkahnya.
“Ada apa ini?! Berkelahi saat pestaku berlangsung?!” seru Ramses II dengan lantang dan bernada tinggi.
Panglim Khnurn segera menghadap dan bersimpuh di hadapan Sang Firaun.
“Hormat kepada Yang Mulia Agung. Saya berhasil mengidentifikasi seorang penyusup di dalam istana,” lapor Panglima Knurn saat sedang bersimpuh.
Ramses II tampak terkejut.
“Penyusup? Katakan Panglima, siapa yang dengan berani menyusup ke dalam istanaku?” tanya Ramses II.
Panglima Khnurn bangkit dari persimpuhannya dan menarik tubuh Deanis yang masih meringkuk setelah ditendangnya. Kemudian Panglima Knurn mendorong Deanis hingga tersungkur di bawah kaki Ramses II.
“Dia? Siapa dia, Panglima?” tanya Ramses II sambil menatap ke arah Deanis dengan tatapan remeh dan tidak suka.
Panglima Khnurn menatap Deanis yang masih tersungkur di tanah. Ia hampir saja membuka mulut untuk mengatakan siapa pria yang baru saja dihajarnya. Namun ia teringat bahwa ia baru saja diberikan keberkahan oleh Sang Firaun karena keberhasilannya membawa tahanan perang asing yang cantik hingga pantas diperistri oleh Sang Firaun. Jika ia berkata bahwa pria yang baru disungkurkannya itu adalah orang yang tadinya bersama dengan si calon selir Sang Firaun, lehernya menjadi taruhan.
“Mohon ampunan Yang Mulia Agung, saya tidak tahu pasti siapa penyusup kurang ajar ini, tapi sepertinya ia mencoba mendekati selir Maathorneferure. Sejak tadi saya memperhatikan dari kejauhan bahwa penyusup ini terus mengganggu selir Maathorneferure,” bohong Panglima Khnurn.
Ramses yang semakin mempercayai Panglima Khnurn pun mengangguk dan langsung menendang Deanis tanpa aba-aba.
“Arrghh!!” rintih Deanis menjerit karena tertendang begitu kuat.
Deanis sendiri tak mengerti mengapa tubuhnya mendadak menjadi begitu lemah. Padahal sebelumnya, saat ia melawan Bast di gurun pasir, ia bisa begitu kuat dan tak terkendali.
‘Sial! Kenapa aku jadi lemah seperti ini? Apa ini sudah mencapai batas kemampuanku? Apa karena aku tidak tidur sejak pertama kali menginjakkan kaki di padang pasir?’, monolognya dalam hati.
“Siapa kau? Bekerja untuk siapa wahai kau, Serangga?” tanya Ramses II sambil menginjak bagian pelipis dan tulang pipi sebelah milik Deanis saat pemuda itu terbaring miring.
Deanis menahan sakit dan juga emosinya. Posisinya saat ini benar-benar menghancurkan harga dirinya, namun ia tampak tak bisa berbuat banyak. Pikirannya hanya dipenuhi dengan pertanyaan bagaimana ia bisa menjadi lemah. Bahkan karena diinjak dan ditekan begitu keras oleh kaki Ramses II yang terasa lebih keras dan besar dari yang dibayangkannya, membuat Deanis tidak bisa menggerakkan mulutnya hanya untuk sekadar membuka mulutnya.
Melihat Deanis begitu tersiksa tepat di depannya, membuat Zeny merasa bersalah dan tidak tega. Gadis itu mencoba mencari cara untuk menolong Deanis. Kemudian ia teringat dengan pria yang menggodanya tadi dan Deanis lah yang membuat pria itu pingsan. Zeny pun melangkah mendekati Ramses II dan mencoba mendapatkan perhatiannya.
“Yang Mulia,” sapa Zeny sambil memegang lengan Ramses II sambil memberikan senyumnya. Sungguh, jika setelah ini ia masih hidup dan berhasil kembali ke masanya sebenarnya, Zeny akan mandi bunga tujuh rupa untuk menyucikan dirinya yang sudah menjadi genit di depan Ramses II dan menjijikkan di depan Deanis.
Mendengar selirnya mendekat tanpa paksaan, Ramses II menoleh dan tersenyum pada Zeny.
“Oh, Cantikku. Ada apa, Sayang?” tanya Ramses II melembut pada Zeny.
Zeny menelan salivanya susah payah. Dalam hatinya ia sudah merutuki dirinya sendiri. Mendengar kata ‘Sayang’ dari seseorang yang tidak jauh beda usianya dengan ayahnya di masanya, membuat Zeny ingin muntah, namun ditahannya demi menyelamatkan Deanis dari Ramses II.
“Sebenarnya, pria itu tidak menggangguku. I-ia membantuku,” ujar Zeny sambil tersenyum kikuk.
Ramses II mengerutkan keningnya.
“Benarkah? Membantumu seperti apa?” tanya Ramses II.
“Cih. Membantumu pergi dari istana ini, selir Maathorneferure?” celetuk Panglima Khnurn.
Ramses II membulatkan matanya. Ia pun menatap ke arah Zeny dengan tatapan yang penuh emosi.
“Benarkah itu Cantikku Maathorneferure?” tanya Ramses II.
“A-ah, tentu saja tidak. B-bukan seperti itu, Yang Mulia. Panglima, tolong untuk tidak memfitnahku yang bukan-bukan, meskipun saya tahu sebenarnya Panglima sempat menyukai saya,” ujar Zeny memelas dan mulai bersilat lidah untuk menarik empati Ramses II.
Panglima Khnurn membelalakkan matanya mendengar ucapan Zeny. Demi menyelamatkan nyawanya, ia langsung kembali berlutut dan memohon ampunan kepada Sang Firaun.
“Ampun Yang Mulia, saya tidak akan berani,” ujar Panglima Khnurn sambil berlutut dan menunduk hormat.
Alih-alih terkejut, Ramses II sempat tertawa meskipun kakinya tak juga menjauh dari wajah Deanis.
“Haha. Kau sungguh polos dan menggemaskan, Cantikku Maathorneferure,” puji Ramses II sambil mengusap pipi Zeny.
Zeny tersenyum semanis mungkin pada Ramses II.
‘Tuhan, aku butuh air suci untuk membersihkan wajahku dari sentuhan dajjal,’ batin Zeny saat Ramses II mengusap pipinya.
Kemudian Ramses II menatap ke arah Panglima Khnurn. “Bangunlah, Panglima. Aku mengampunimu. Aku sudah tahu dari awal bahwa kau sempat menyukai Cantikku Maathorneferure. Aku memakluminya. Dia memang gadis yang begitu cantik. Matanya yang perak, rambutnya yang kecoklatan mengembang dan bergelombang begitu indah. Siapa yang bisa menolak pesonanya?” ujar Ramses II.
Panglima Khnurn menghela napas dan perlahan berdiri.
“Terima kasih, Yang Mulia Agung. Yang Mulia panjang umur,” ujar Panglima Khnurn memanjatkan doanya.
Ramses II tersenyum dan kembali menoleh ke arah Zeny.
“Katakan Cantikku Maathorneferure, pria ini membantumu seperti apa?” tanya Ramses II lagi kepada Zeny.
“Hm, begini Yang Mulia. Sebenarnya tadi saya sedang berkeliling untuk menikmati pesta, kemudian ada seorang pria paruh baya yang mendekati saya, mencoba menggoda dan mengganggu saya. Saya mencoba berbaik hati dan menolak halus, menghindar dengan berbagai cara agar pria itu tak tersinggung, tetapi pria itu tetap bersikeras dan melakukan hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Beruntunglah ada pria asing ini datang dan menyerang pria itu hingga pingsan. Jadi saya tertolong berkat pria asing ini,” cerita Zeny pada Ramses II dengan nada ketakutan dan sedih juga bersimpati pada Deanis.
“Ah, jadi seperti itu ceritanya? Lalu, kenapa Panglima Khnurn berkelahi dengannya?” tanya Ramses II dengan suara yang masih terdengar melembut. Sangat kontras dengan perlakuan kakinya pada Deanis di bawah sana.
“Hm, mungkin saja, Panglima salah paham saat melihat pria asing ini sedang dekat denganku,” jawab Zeny.
“Begitu? Lalu di mana pria paruh baya yang kau bilang mengganggumu dan diserang oleh pria ini, Cantikku?” tanya Ramses II lagi pada Zeny.
Zeny menoleh ke arah pria yang masih pingsan dan menunjukkannya pada Ramses II. “Di sana, Yang Mulia,” ujar Zeny.
Ramses II melihat ke arah yang ditunjuk oleh Zeny. Sang Firaun memerintahkan pengawalnya yang sedari tadi berdiri di belakangnya untuk mengecek pria yang tampak tergeletak pingsan di tanah. Setelah dicek, pengawal itu kembali kepada Ramses II untuk melaporkan.
“Lapor Yang Mulia Agung, Beliau Penanggung jawab Pi-Ramesses,” lapor pengawal itu.
“Apa?” Ramses II terkejut. “Cepat bawa dia ke Penyembuh Kerajaan,” perintah Ramses II.
Zeny terkejut mendengar laporan pengawal dan memasang wajah bodoh, berpura-pura tidak tahu.
“Siapa dia, Yang Mulia?” tanya Zeny dengan sok polosnya.
Air muka Ramses II tak lagi seramah tadi, namun ia tetap menjawab pertanyaan Zeny tanpa nada tinggi dan masih melunak.
“Kau sungguh tidak tahu, Cantikku?” tanya Ramses II.
Zeny menggelengkan kepalanya.
“Dia yang bertanggung jawab atas kota yang kubangun di delta Sungai Nil. Dia salah satu orang kepercayaanku. Apa dia benar memperlakukanmu dengan tidak baik?” tanya Ramses II yang tampak mulai curiga pada Zeny.
“B-benar, Yang Mulia. Atau mungkin, saya yang salah mengartikan saat beliau mencoba bersikap baik pada saya,” jawab Zeny dengan wajahnya yang tampak sedih.
“Baiklah. Kalau pria ini? Kau sungguh tak mengenalmya?” tanya Ramses II yang tampaknya melonggarkan tekanan kakinya pada Deanis.
Zeny menggelengkan kepalanya. Tentu saja Zeny tak ingin menjadi bodoh dengan mengakui bahwa ia mengenal Deanis. Saat Ramses II mulai lengah, Deanis memiliki kesempatan untuk bangkit dan menyerang. Pemuda itu pun akhirnya bangkit dan menyingkirkan kaki Ramses II hingga Ramses II terhuyung dan hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan jika pengawalnya tidak cepat tanggap menahan tubuh Ramses II agar tidak terjatuh.
Wajah Deanis tampak mengeras dan menatap Ramses II dengan tatapan marahnya. Ia merasa bahwa harga dirinya benar-benar bagai diinjak-injak hingga tak bersisa. Kedua tangan pemuda sudah mengepal kuat-kuat. Ia juga sudah bersiap dengan kuda-kuda untuk menyerang Ramses II. Bahkan ia mulai mengingat tentang pedang belati dan serbuk Setesh yang dibawanya. Namun alih-alih langsung menyerang, seseorang tiba-tiba saja datang dan menarik Deanis dengan paksa keluar dari kerumun itu dan menaikkannya ke kuda yang tadi ditungganginya. Dialah Kamuzu.
“Mari Tuan, kita kabur dari sini!” seru Kamuzu sambil mencambuk kuda yang ditunggangi Deanis hingga kuda itu meringkik dan berlari kencang ke arah gerbang belakang keluar istana. Kemudian Kamuzu pun menaiki kuda miliknya dan menyusul Deanis tepat di belakangnya.
Melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya begitu cepat, Ramses II murka.
“BEDEBAH!! KEJAR MEREKA!!” titah Ramses II dengan berteriak.
*to be continued*