Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 16 Obsesi Membawa Kebuntungan

Bab 16 Obsesi Membawa Kebuntungan

“Aku ingin mencari Maathorneferure.”

Mendengar ucapan Zeny, Deanis terperangah dan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“A-apa? Kau ingin mencari siapa?” tanya Deanis.

“Maathorneferure. Istri Ramses II di masa depan,” jawab Zeny.

“Oh, kau baru saja diperkenalkan sebagai Maathorneferure jika kau lupa,” sindir Deanis.

Zeny memutar bola matanya malas.

“Bukan. Aku bukan Maathorneferure. Aku sempat bertemu dengan Maathorneferure yang asli. Dan dia kabur. Dia sangat cantik, kau tahu,” cerita Zeny.

“Lalu?” tanya Deanis dengan pandangan skeptisnya.

“Lalu? Aku bisa menjadikannya teman, mencari tahu tentang apa saja peradaban-peradaban bersejarah dan indah tentang Mesir Kuno. Banyak hal yang perlu aku pelajari di sini. Semuanya begitu indah, menakjubkan, fantastis. Kau tak menyadari itu?” tutur Zeny yang terdengar antusias dan begitu menggebu-gebu.

“Kau... di saat seperti ini? Kau masih berharap menemukan sesuatu yang menarik tentang peradaban Mesir Kuno? Oh Tuhan. Ayolah!! Lihat dirimu!”

“A-aku? Kenapa aku?” tanya Zeny tak mengerti.

“Kau tidak sadar? Lihat pakaian yang kau kenakan. Kau tak jauh berbeda dengan mereka. Apa yang kau lakukan? Kau hanya bermain-main di sini. Membuang waktu yang seharusnya bisa kita gunakan untuk mencari jalan pulang. Cara untuk pulang!” seru Deanis sambil mencengkram pergelangan tangan Zeny dan menarik gadis itu lebih jauh ke salah satu sudut tak telihat untuk bersembunyi.

“Aku tahu, tapi aku tak tahu bagaimana caranya pulang. Aku menerka segala cara, bahkan kau tahu pria yang tampak lebih tua sepuluh tahun atau lebih itu, mungkin saja dia tahu sesuatu. Atau mungkin Maathorneferure tahu sesuatu.”

“Tidak. Kau pasti benar-benar sudah gila. Kau tak sadar? Kita hampir mati saat pasukan tentara itu menemukan kita di padang pasir. Dan kau... meninggalkanku di hamparan pasir, hampir mati sedangkan dirimu bermain ratu-ratuan dengan Ramses II? Wah, aku tak bisa percaya ini. Kau pasti sangat membenciku bukan?”

“Bicara apa kau ini? Sekarang kau yang terlihat aneh. Sebelum kau mengolok tentang pakaian yang kukenakan saat ini, lebih baik kau mencari kaca dan bercermin. Kau dan aku saat ini tak jauh berbeda. Huh! Aku bahkan tak tahu jubah siapa yang kau pakai itu. Kau pikir kau pantas? Tidak sama sekali,” balas Zeny mencemooh.

“Kau-“

“Sudahlah. Aku masih harus mencari informasi tentang Mesir Kuno. Sekaligus mencari cara bagaimana kita bisa pulang. Berdebat denganmu hanya membuang-buang waktu,” potong Zeny yang kemudian keluar dari titik persembunyian itu dan berlagak seolah tidak ada yang terjadi.

Deanis menggeram dan mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan emosinya. Ia menatap punggung Zeny yang tampak menjauh darinya. Ia tidak bisa keluar begitu saja. Tujuannya adalah membawa Zeny keluar, maka untuk sementara ia harus menahan emosi dan bersembunyi terlebih dahulu.

Dari jauh, ia memperhatikan seseorang tampak menghampiri Zeny dan itu bukanlah Ramses II. Deanis tak tahu siapa pria itu. Pria itu tampak asing dan dari gelagatnya seperti memiliki maksud yang tidak baik kepada Zeny.

“Nona Maathorneferure..., suatu kehormatan bagi saya bertemu dengan Nona di sini,” ujar pria itu pada Zeny sambil tersenyum aneh.

Zeny tersenyum kikuk. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa. Gadis itu berpikir jika ia menganggukkan kepalanya, bahwa ia akan mengakui bahwa ia adalah Maathorneferure, sedangkan ia bukan. Jika Zeny hanya diam saja, maka ia akan dianggap sombong atau tidak sopan. Itu hanya akan menambah masalah baru baginya.

Zeny hanya sedikit membungkukkan badannya dan tampak memundurkan dirinya. Namun tampaknya pria asing yang bahkan Zeny tak tahu siapa identitasnya itu terlihat berusaha mendekat dan meraih tangan Zeny.

“Tangan yang sungguh lembut,” puji pria asing itu sambil meraih tangan Zeny dan mengusap punggung tangan gadis itu dengan cara yang aneh hingga membuat Zeny terlihat begitu tidak nyaman.

Deanis yang berada di persembunyiannya melihat pria asing itu tampak mencoba menggoda dan membelai Zeny. Zeny tampak menghindar dan menolak namun sepertinya pria itu tak menghiraukan penolakan Zeny. Ia malah semakin mendekat dan dengan tak tahu malunya mendekatkan wajahnya yang menggelikan itu pada Zeny.

Deanis tak sanggup lagi melihat Zeny diperlakukan seperti itu. Ia pun mendekat dan langsung menyerang pria pengganggu itu dengan meninju tengkuknya menggunakan sikunya hingga pria itu terjatuh dan pingsan.

Zeny tampak terkejut dengan tindakan Deanis.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Zeny terperangah dan setengah memundurkan tubuhnya, menghindar dari tubuh pria yang terjatuh di dekat kakinya.

“Apalagi? Tentu saja menolongmu. Kau tidak jijik melihat tingkah dan tatapan cabulnya padamu? Aku saja yang sesama laki-laki merasa jijik dan malu melihat ada pria semenjijikkan ini,” jawab Deanis.

“T-tapi... kau tak perlu sampai membuatnya pingsan seperti itu. Lagi pula, ini adalah pesta. Bagaimana jika ada yang melihatmu menyerang orang ini?”

Deanis menatap Zeny tak mengerti. Pemuda itu sungguh tak mengerti jalan pikiran Zeny.

“Aku baru saja membantumu dan menjauhkanmu dari pria menjijikkan yang menggodamu, Zeny. Dan ini ucapan terima kasihmu? Sama-sama kalau begitu,” ujar Deanis terdengar sangat kesal.

Zeny menghela napas.

“Bukan begitu maksudku. Baiklah, terima kasih sudah menolongku. Sekarang, kembalilah bersembunyi. Kau masuk dengan cara yang tidak mudah, bukan? Jika ada ada orang istana yang tidak mengenalimu, kau akan dianggap sebagai penyusup musuh. Jika kau tak ingin pergi dari sini, setidaknya sembunyilah. Kau akan tertangkap jika kau muncul begitu saja,” saran Zeny.

“Tidak. Aku datang ke istana ini memang untuk menjemputmu. Aku akan mengeluarkanmu dari sini. Kau dan aku harus menemukan jalan kembali pulang ke masa kita dan itu tidak di dalam istana ini. Kita hanya akan terperangkap selamanya jika kita terus berada di tempat ini.”

“Tidak bisa. Ini tempat bersejarah, Deanis. Aku bisa mempelajrainya sembari mencari jalan keluar untuk kita. Selama aku mencari itu, jika kau tak berniat untuk keluar dari istana ini, maka kau harus bersembunyi di dalam istana ini. Di mana pun itu. Aku akan menyelidiki dan mencari tahu. Jika aku menemukan sesuatu, aku akan mencarimu dan memberitahumu. Tapi tidak saat ini. Sekarang sungguh beresiko,” ujar Zeny mencoba mengutarakan rencananya.

Deanis menatap Zeny. Lagi-lagi mereka tak sependapat. Deanis hanya ingin membawa Zeny keluar dan mencari pemecahan masalah mereka bersama-sama. Tapi gadis itu malah ingin tetap tinggal. Gadis di hadapannya itu tampak terlalu jauh melangkah karena obsesi Mesir Kunonya.

“Akan lebih beresiko jika kita tetap tinggal. Kita tidak akan bisa pulang dan terjebak selama di dunia yang bahkan kita tak dilahirkan untuk itu. Masa ini berbeda dengan masa di mana kita yang sebenarnya, Zeny. Kau sungguh tak ingin kembali pulang? Bukankah kau punya keluarga yang menunggumu di rumah? Ayah ibumu?” ujar Deanis. Pemuda itu tampak tak menyerah untuk mempersuasi gadis di hadapannya itu.

Zeny tampak terdiam. Ia meremas kedua tangannya saat mendengar Deanis menyebut kata ‘ayah ibu’. Zeny mulai teringat kembali bahwa ia masih memiliki ayah yang sangat dicintainya dan sangat mencintainya. Zeny mulai berpikir bahwa apa yang dikatakan Deanis adalah benar.

Ia tak bisa membayangkan betapa sedihnya sang ayah tercinta jika mengetahui kabar bahwa ia telah hilang saat perjalanan sekolah. Terlebih sang ayah yang mengizinkan Zeny pergi.

“Ayah...,” monolog Zeny bergumam.

Melihat air muka Zeny yang berubah menjadi sedih, membuat Deanis melunak. Pemuda itu menghela napas dan mendekati Zeny lalu memegang kedua lengan gadis itu dengan lembut sembari menenangkannya.

“Maaf. Aku hanya ingin mengajakmu keluar dari tempat ini. Kau tidak mungkin menjadi Maathorneferure untuk selamanya bukan? Karena kau bukan gadis itu. Kau bahkan tidak terlahir untuk berada di masa ini. Meskipun aku juga tidak tahu pasti apa yang sudah terjadi pada kita berdua, tapi aku yakin, ada penjelasan yang masuk akal mengapa kita bisa masuk ke dalam masa ini. Jadi, ayo, kita keluar dari sini,” ujar Deanis sambil meraih kedua tangan Zeny dan menggenggamnya lembut.

Zeny perlahan luluh. Jujur saja, gadis itu memang berencana ingin tinggal sementara sampai Maathorneferure yang sebenarnya kembali ke istana itu dan menjalani hidupnya seperti yang sudah tertuliskan dalam sejarah. Dalam kurun waktu itu, Zeny berencana untuk menyelidiki isi istana, mempelajari sekaligus mencari tahu cara yang mungkin saja bisa membawanya pulang kembali, baru setelahnya ia kabur dan mencari Deanis.

“A-aku...” Zeny tampak meragu lalu menatap Deanis dan berkata, “...tunggu! Bagaimana kau bisa menyusup ke dalam sini?” tanya Zeny.

“Aku dibantu penyamun. Cerita yang panjang, yang jelas, aku dibantu oleh mereka. Mereka memiliki seorang kepercayaan di dalam istana, dia yang memb- ah, itu dia,” ujar Deanis bercerita sambil menunjuk ke seseorang yang tampak menghampiri mereka berdua. Seseorang yang tadi membantunya masuk dan menjaga kudanya.

“Tuan, kau masih di sini? Apa urusanmu sudah selesai? Jika sudah, Anda harus segera meninggalkan istana. Segera, Tuan,” ujar orang itu pada Deanis dengan cepat.

“Segera? Ada apa? Kau tampak panik,” tanya Deanis yang melihat kepanikan dari wajah orang itu.

“Raja besar, Ayah sang Firaun akan datang,” ujar orang itu dengan air muka yang mulai ketakutan.

*to be continued*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel