Bab 14 Pesta Kemenangan
Bab 14 Pesta Kemenangan
“Dayang-dayang, bawa gadis ini ke Istana Selir. Persiapkan dia secantik mungkin untuk pesta malam ini,” titah Sang Firaun kepada kedua dayangnya yang sejak tadi berdiri diam di samping kursi singgasana miliknya.
“Baik, Yang Mulia Agung,” jawab kedua dayang setianya.
Mereka menghampiri Zeny yang tengah bergeming karena syok mendengar ucapan Ramses II. Saat dayang-dayang itu memegang kedua lengan Zeny, barulah gadis itu tersadar.
“Tunggu! Tunggu dulu. Lepaskan! Lepaskan aku! Tolong! Lepaskan!!” seru Zeny yang mulai berontak dan ingin melepaskan diri.
Tampaknya, Zeny yang berontak pun tetap tak bisa berkutik. Ia merasa kedua dayang itu memiliki kekuatan yang cukup besar dan kuat untuk menahan berontakannya. Zeny merasa dirinya seperti seorang yang benar-benar tak bertenaga.
Lelah berteriak dan berontak, Zeny pun memilih untuk diam. Ia dibawa oleh kedua dayang itu ke sebuah bangunan istana yang agak jauh dari aula di mana tempat ia berada sebelumnya. Zeny mengamati ke sekelilingnya. Pohon palem yang tinggi menjulang, adanya beberapa oase buatan di beberapa sudut dan juga beberapa patung-patung yang tampaknya mewakili perwujudan Ramses II menghiasi di setiap gerbang bangunan-bangunan yang ada di sana.
‘Bagaimana bisa? Bangunan-bangunan ini terlihat begitu kuat berdiri tanpa menggunakan perekat? Atau... apa mereka menggunakan perekat? Ya Tuhan, apa yang kupikirkan? Aku ini sedang disandera, kenapa itu yang kupikirkan?’ monolog Zeny dalam hati saat ia tanpa sadar terkesima dengan bangunan kerajaan itu dan kembali sadar bahwa dirinya dalam keadaan yang tidak baik.
“Kalian... akan membawaku ke mana?” tanya Zeny kepada kedua dayang-dayang tersebut.
Kedua dayang-dayang itu tak menjawab pertanyaan Zeny. Mereka hanya terus membawa Zeny menjauh dari aula kerajaan dan mendekati sebuah bangunan bak paviliun yang cukup jauh dari aula kerajaan. Di depan paviliun itu pun terdapat patung simbol perwujudan Ramses II.
Zeny dan dua dayang itu masuk ke dalam Istana Selir. Begitu ia masuk, keadaan di dalam istana itu terbilang cukup sepi. Zeny agak sedikit tidak menyangka akan hal itu. Kedua dayang itu membawa Zeny langsung masuk melewati aula yang kosong dan masuk ke dalam sebuah ruangan. Ia didudukkan di sebuah badukan yang tampaknya berfungsi seperti kursi/sofa. Kemudian salah satu dayang itu mengambil sesuatu dan meletakkannya di atas kedua tangannya. Lalu dayang satu lagi pun maju menghadap Zeny dan membungkuk pada gadis itu.
“Silahkan lepas pakaian Anda, Nona,” ujar Dayang tersebut.
Mendengar permintaan dayang itu pun, Zeny sontak terkejut dan spontan menutupi badannya yang masih berpakaian itu dengan kedua tangannya yang menyilang di depan dadanya.
“A-apa maksudmu? K-kau menyuruhku telanjang? Di depanmu?!” tanya Zeny dengan gugup dan agak sedikit membentak.
“Maaf Nona, kami hanya menjalankan perintah Yang Mulia Agung untuk mempersiapkan Anda dalam pesta petang nanti. Pakaian yang Anda kenakan tidak sesuai dengan ketentuan pesta petang ini. Jadi kami mohon, harap melepasnya agar kami bisa mempersiapkan Nona untuk menjadi lebih pantas di pesta,” ujar Dayang itu.
“T-tapi... aku...,”
Zeny tidak melanjutkan kalimatnya. Ia memperhatikan kedua dayang itu. Meski mereka tidak mengeluh atau mengadu padanya, Zeny bisa melihat kelelahan di wajah mereka. Gadis itu pun tak tega. Zeny pun menghela nafas.
“Baiklah. Apa baju itu yang akan kupakai?” tanya Zeny pada dayang itu sambil menunjuk ke arah pakaian yang dibawa dayang yang satu lagi.
Dayang itu pun menganggukkan kepalanya.
“Iya, Nona. Tapi, Anda harus kami mandikan terlebih dahulu. Sesuai dengan peraturan kerajaan, Anda sebagai calon selir Yang Mulia Agung harus tampil bersih dan mempesona,” ujar dayang tersebut.
Zeny tersenyum kecut mendengar kata selir. Bukan itu tujuannya bersedia dijadikan tahanan perang saat itu. Ia hanya ingin mengetahui siapa Firaun yang memimpin kala itu agar ia bisa tahu di masa mana ia terdampar. Bukan malah terjebak untuk dijadikan selir.
“Jadi... aku harus mandi? Dimandikan oleh kalian??!” tanya Zeny lagi. Ia merasa sangat tidak nyaman membayangkan dirinya dimandikan di usianya yang terbilang dewasa.
Dayang-dayang itu mengangguk lagi. Zeny menatap keduanya dengan tatapan ngeri sekaligus geli. Dengan cepat, Zeny meraih pakaian yang ada di tangan dayang tersebut.
“Aku bisa mandi sendiri. Katakan saja di mana aku harus mandi,” ujar Zeny sambil memeluk pakaian yang diambilnya paksa tadi.
“Tapi Nona, And-“
“Cepat katakan!” bentak Zeny dengan terpaksa.
Kedua dayang itu saling bertukar pandang dan akhirnya mengangguk. Mereka pun mengantar Zeny ke tempat pemandian di dalam Isatana Selir dan membiarkan Zeny mandi sendiri sambil menjaganya di luar pemandian agar dapat segera membantu saat dibutuhkan.
***
Sementara itu di aula utama Istana Kerajaan, Ramses II diikuti oleh Menteri kepercayaannya pun tengah mengawasi persiapan pesta yang digelarnya petang itu. Sembari mengawasi, Ramses II tampak sedikit melakukan percakapan dengan sang Menteri.
“Moisis, bagaimana menurutmu tentang gadis bermata perak tadi?” tanya Ramses II.
“Ah, Nona itu tampak asing, Yang Mulia. Memang saya akui, ia adalah gadis yang cantik. Kulitnya yang terang berkilau, matanya yang perak itu tampak jernih dan berkilau sejernih sungai Nil. Rambutnya pun berwarna coklat terang yang indah bagai hamparan padang pasir di luar sana. Sungguh, jika saya diperbolehkan memuji, pilihan Yang Mulia memang sangat tepat menjadikan gadis itu sebagai selir,” ujar Moisis.
Ramses II tersenyum mendengar pendapat sang Menteri. Ia pun mengusap janggut tipisnya dengan bangga.
“Tapi, bagaimana dengan namanya, Yang Mulia? Menurut Panglima Khnurn, gadis itu adalah tahanan perang yang tidak diketahui identitas dan asal-usulnya. Terlebih lagi, Khnurn berkata kepada saya bahwa sebenarnya ia tidak menemukan gadis itu sendirian, tapi berdua dengan seorang laki-laki,” tutur Moisis.
Ramses II mengerutkan keningnya.
“Berdua? Dengan seorang laki-laki?”
“Ya, Yang Mulia. Tapi seperti yang kita ketahui, Khnurn hanya membawa gadis itu maka bisa kami asumsikan bahwa Khnurn telah membereskan si laki-laki itu,” ujar Moisis.
Mendengar itu, Ramses II pun tersenyum.
“Maka, tidak ada yang perlu dikhawatirkan bukan? Benar begitu, Moisis?” seru Ramses II.
Moisis, sang Menteri pun tersenyum meski tampaknya ia sedikit ragu.
“Ya, Yang Mulia. Yang Mulia benar,” sahut Moisis.
Mereka pun berjalan kembali dan Ramses II pergi ke kamar pribadinya untuk bersiap dalam perayaan pesta kemenangan mereka. Begitu pula Moisis beserta para pejabat kerajaan lainnya.
Waktu berlalu hingga tiba saat pesta digelar. Perayaan pesta malam itu adalah pesta untuk merayakan kemenangan Kerajaan Mesir yang dipimpinnya atas pertempuran Kadesh yang telah berlangsung bertahun-tahun. Ramses II mempersiapkan perayaan ini dengan meriah dan megah. Baginya, kemenangan ini akan membawa namanya lebih melambung tinggi di hadapan rakyatnya dan memberikan ia kedudukan yang lebih terhormat di depan para pendahulunya.
Ramses II keluar dari kamar pribadinya dan telah mengenakan pakaian kebesarannya, kebanggaannya sebagai seorang Firaun di Mesir. Ia hadir ke pesta yang digelarnya di halaman utama Kerajaan yang terletak di belakang gedung aula Kerajaannya.
“Yang Mulia Agung telah tiba!’ seru salah seorang pengawal yang berada di garda depan saat melihat kedatangan Ramses II.
Setelah seruan itu terkumandang, semua para undangan dan para pejabat yang menghadiri pesta tersebut pun segera memberi hormat, termasuk Permaisuri dan selir-selirnya yang sudah hadir di sana terlebih dahulu untuk menyambut para undangan.
Ramses II tersenyum bangga saat melihat seluruh orang yang ada di pesta itu memberikan penghormatan padanya.
“Terima kasih. Kemenangan ini aku persembahkan untuk kalian semua dan untuk rakyatku! Silahkan menikmati hidangan kerajaan,” ujar Ramses II sambil mengangkat kedua tangannya ke atas dengan bangga.
“Hidup Yang Mulia Agung! Panjang umur Yang Mulia Agung!” seru para undangan dalam pesta.
Ramses II tertawa puas. Ia mengamati ke sekeliling area pesta mencari gadis bermata perak itu, namun tak ditemukannya. Ia memanggil salah satu dayangnya dan bertanya kepada mereka tentang keberadaan Zeny.
“Sebentar lagi, Yang Mulia. Menurut Dayang yang membawa Nona, mereka sedang dalam perjalanan kemari,” ujar Dayang tersebut.
Ramses II menganggukkan kepalanya. Dan benar. Tak lama kemudian, seseorang dengan gaun khas Mesir memasuki area pesta dengan didampingi dua dayang. Ramses II mengenalinya sebagai Nona Bermata Perak, yang adalah Zeny. Zeny tampak berjalan dengan canggung saat mengenakan pakaian itu. Ramses II tampak sumringah melihat kehadiran Zeny. Ia berjalan dengan wibawanya menghampiri Zeny.
“Nona, kau terlihat pantas mengenakan gaun itu. Kau cantik sekali malam ini,” puji Ramses II.
Zeny tersenyum kikuk saat Ramses II memujinya. Gadis itu bahkan tidak tahu harus membalas pujian sang Firaun dengan bagaimana. Ia juga agak sedikit takut jika Ramses II menjadi marah atau tersinggung jika ia tak merespon pujian itu. Namun sepertinya Ramses II tidak merasa seperti itu.
“Tenanglah. Ayo, ikut aku. Akan aku perkenalkan kau kepada para undangan pesta malam ini,” ujar Ramses II sambil mengulurkan tangannya pada Zeny dan menatap gadis itu lekat-lekat.
Zeny yang merasa terintimidasi pun tak lagi berani menolak uluran tangan Ramses II setelah ia mengabaikan pujiannya. Zeny masih sayang pada nyawanya. Bahkan saat mandi tadi, Zeny mulai teringat bahwa ia ingin pulang. Kembali ke masanya.
Ramses II pun menggenggam tangan Zeny dan membawanya ke podium singgasananya. Pria itu berdiri dan mengambil gelasnya kemudian didentingkannya sendok emas pada gelasnya itu.
“Perhatian!” serunya.
Seketika seluruh tamu undangan, para pejabat, para prajurit garda depan hingga permaisuri dan selirnya yang lain pun menoleh ke arah Ramses II.
“Malam ini, aku akan memperkenalkan seseorang yang baru saja bergabung dengan Kerajaan kita,” ujar Ramses II sambil menarik Zeny lebih dekat padanya dan melanjutkan kalimatnya, “dia lah Maathorneferure. Dan dia, akan menjadi selirku mulai malam ini. Berikan sambutan yang meriah!!’
Semua pun bertepuk tangan dengan riang menyambut kedatangan sang Maathorneferure alias Zeny, kecuali Zeny dan Deanis yang ternyata sudah berada di dalam istana, berbaur dengan para undangan pesta.
*to be continued*