Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Bertemu Sang Firaun

Bab 11 Bertemu Sang Firaun

Sampailah keempat orang itu ke dalam istana, di mana Sang Firaun tengah duduk di kursi singgasananya dengan dua dayang cantik di kedua sisinya yang tampak sibuk memberikan angin sejuk dan melayani Sang Firaun. Saat memasuki istana dikawal oleh sang Menteri dan si prajurit, Zeny hanya bisa bungkam serta tak banyak berkomentar. Ia masih terngiang kembali ucapan Maathorneferure beberapa saat lalu.

***

“Tidak sudi,” ujar Maathorneferure dengan tegas meskipun mereka sedang saling berbisik.

“Kenapa? Bukankah menjadi seorang ratu, istri dari seorang raja, itu adalah hal bagus?” tanya Zeny.

Maathorneferure berdecih.

“Tidak. Aku bermimpi menikahi orang yang aku cintai. Dan itu tentu bukan Ramses II,” ujar Maathorneferure dengan yakin.

Zeny tersenyum saja. Apa yang diucapkan Maathorneferure sangat bertolak belakang dengan apa yang dibacanya di buku-buku sejarah Mesir Kuno yang ia punya.

“Kau tidak bisa merubah takdir, Tuan Putri,” ujar Zeny lagi.

“Maka aku lebih baik mati daripada menjadi bagian dari koleksi wanitanya,” balas Maathorneferure sambil tersenyum pahit.

***

Sang Menteri berjalan mendahului Maathorneferure dan Zeny, sedangkan si prajurit menjaga di depan gerbang utama bersama dua pengawal istana yang bertugas di depan. Tentu, ia memastikan agar tidak ada yang masuk dan keluar dari aula singgasana Sang Firaun, Ramses Yang Agung.

“Hormat Yang Mulia Agung,” seru sang Menteri sambil membungkuk hormat di hadapan Ramses II.

Melihat yang dilakukan oleh sang Menteri, Zeny dengan polosnya mengikuti tindakan sang Menteri. Gadis itu ikut membungkuk hormat namun tampaknya ia membungkuk dengan kikuk. Sementara Maathorneferure tampak berdiri tegap dan tak memberikan ‘penghormatannya’ pada Sang Firaun.

Sang Firaun duduk di kursi singgasananya dengan tenang. Mata kecil Sang Firaun yang cekung dalam menatap tajam ke arah menterinya dan dua orang gadis yang dibawanya. Sang Firaun tampak mengenal salah satu dari dua gadis itu. Sambil mengusap dagunya, Sang Firaun tampak tersenyum tipis dan memakan buah yang diberikan dayangnya yang berada di sebelah kanan.

Kemudian Sang Firaun menatap sang Menteri dengan tatapan yang tidak mudah didefinisikan. Kemudian tatapannya beralih ke arah Zeny dan Maathorneferure.

“Jadi... mereka tahanan perang?” tanya Sang Firaun.

Sebelum Sang Menteri membuka mulutnya, Maathorneferure berdecih dan membuka tudung jubahnya.

“Hanya dalam mimpimu, Ramses II,” seru Maathorneferure.

Mendengar ucapan itu, beberapa pengawal kerajaan yang berjajar di sana spontan mengangkat tombok dan diarahkan kepada Maathorneferure tanpa ragu. Zeny terkejut dan segera mendekati Maathorneferure.

“Hei, hei!! Apa yang kalian lakukan? Kalian sudah gila? Dia seorang putri! Dia calon ratu kalian!” seru Zeny dengan polosnya.

Zeny mendekat pada Maathorneferure dan menerobos todongan tombak yang ditujukan pada si Tuan Putri. Maathorneferure cukup terkejut dengan tindakan Zeny. Namun tampaknya bukan hanya Maathorneferure saja yang terkejut, Menteri dan Sang Firaun pun cukup terkejut. Tidak. Sang Firaun terkesima.

Bagaimana tidak? Saat Zeny berlari langsung mendekati Maathorneferure dengan cekatan, rambut coklatnya yang tampak berkilau itu, terkibas dan ia menatap Sang Firaun dengan mata abu-abunya itu. Sesuatu yang tidak biasa dan itu membuat Sang Firaun tertarik.

Sang Firaun pun mengangkat tangannya dan menurunkannya sambil menatap ke arah semua pengawal yang menodongkan ujung tombak mereka ke arah Maathorneferure dan Zeny sebagai tanda untuk pengawal menjauhkan tombak mereka dan kembali ke posisi masing-masing seperti semula. Kemudian Sang Firaun berdiri.

“Menteri, siapa... gadis ini?” tanya Sang Firaun kepada Menteri sambil berjalan menghampiri Maathorneferure dan Zeny.

Menteri yang sedikit kebingungan pun membungkuk sedikit dan memberikan jawabannya segera.

“Gadis ini... adalah tahanan perang kita, Yang Mulia Agung. Para tentara militer menemukannya menyusup di tengah-tengah peperangan. Kami tidak tahu dari mana gadis kurang ajar ini berasal. Bahkan pakaian yang dikenakannya adalah pakaian yang aneh dan tidak wajar,” jawab Menteri.

“Kurang ajar kau bilang?! Aku tidak kurang ajar, kau tahu!” celetuk Zeny menyangkal ucapan sang Menteri.

Sang Firaun tersenyum melihat tingkah Zeny. Di mata Sang Firaun, Zeny tampak memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki gadis-gadis lain. Gadis itu adalah gadis yang pertama kali dilihat sang Firaun tampak tidak memiliki rasa takut di matanya.

“Nona... kau menyusup dalam peperangan?” tanya Sang Firaun.

Zeny agak terkejut dengan pertanyaan Sang Firaun padanya. Dengan berani, Zeny menatap mata Sang Firaun dan meskipun ia benar-benar gugup, ia tetap memberikan jawabannya.

“T-tidak. Aku tidak menyusup. Aku bukan penyusup,” jawab Zeny lebih tegas.

Sang Firaun menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum. Ia bergeser sedikit mendekati Maathorneferure.

“Apa ini ulah Ayahanda Raja Hetti tercintamu, Tuan Putri?” tanya Sang Firaun pada Maathorneferure.

Maathorneferure berdecih.

“Raja Hetti tidak akan melakukan hal serendah itu,” balas Maathorneferure.

“Benarkah? Sungguh contoh yang sangat baik untuk rakyat Hetti. Seperti caranya mengelabui pasukan kami dengan dua mata-mata yang berhasil kami tangkap di pertempuran sebelumnya,” ujar Sang Firaun.

Zeny mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan Sang Firaun dan Maathorneferure. Gadis itu mencerna kata demi kata, kalimat demi kalimat.

Zeny memperhatikan Sang Firaun dengan seksama dari dekat secara diam-diam. Pria itu tidak bisa dikatakan tua dan jelek. Tidak setua pria yang dipanggil Menteri itu dan juga tak sejelek beberapa pengawal dan prajurit yang dilihatnya. Tulangnya pipinya naik dan menonjol, matanya yang kecil tajam dan cekung, bibir yang tipis dengan mulut yang agak menonjol dan dagu yang terbilang cukup panjang. Saat ditatap seperti itu, Sang Firaun pun merasakan tatapan Zeny dan menoleh ke arah gadis itu.

“Ada apa, Nona?” tanya Sang Firaun yang kini beralih menatap Zeny dan mendekati gadis itu.

Zeny menelan salivanya dengan cukup susah payah. Tatapan Sang Firaun membuatnya sedikit berkecil hati. Tatapan pemimpin Mesir Kuno itu sangat mengintimidasinya.

“Nona...,” Sang Firaun mengulang ucapannya sambil agak memiringkan kepalanya dan sedikit melirik ke arah sang Menteri.

“Siapa namanya, lagi?” tanya Sang Firaun pada sang Menteri.

Sang Menteri tampak gelagapan dan segera membungkuk sedalam-dalamnya di hadpan Sang Firaun.

“Maafkan Hamba, Yang Mulia Agung. Hamba-“

“Tak apa. Aku bisa menanyakan sendiri pada Nona Cantik Bermata Perak ini. Hanya, katakan, Panglima mana yang membawanya menjadi tahanan?” tanya Sang Firaun.

“Khnurn, Yang Mulia,” jawab sang Menteri.

Sang Firaun tersenyum. Ia menatap ke arah Zeny dan membelai pelan pipi gadis itu. Zeny reflek mengelak dan memundurkan wajahnya sedikit.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Zeny dengan polosnya.

“Tidak ada, Cantik. Hanya mengagumi keindahanmu, terutama mata yang secantik perak,” balas Sang Firaun yang memegang dagu Zeny dengan menatap matanya, mengintimidasi.

“Tolong, jauhkan tanganmu dari wajahku,” pinta Zeny.

Mendengar permintaan Zeny, Sang Firaun pun tertawa terbahak. Puas tertawa, barulah ia menjauhkan tangannya dari dagu Zeny. Sang Firaun berbalik badan dan berjalan kembali menuju kursi singgasananya.

“Moisis, panggil Khnurn. Katakan aku ingin memberikannya hadiah,” perintah Sang Firaun kepada sang Menteri yang dipanggilnya ‘Moisis’.

“Tentu, Yang Mulia,” balas Moisis.

Moisis, sang Menteri pun menatap ke arah satu pengawal yang berjaga di dekat pintu gerbang.

“Panggil Panglima Khnurn. Yang Mulia Agung ingin memberikan berkahnya,” ujar Moisis.

Pengawal yang diperintah itu pun segera pergi dari posisinya dan pergi menemui sang Panglima untuk menyampaikan perintah sang Menteri akan berkah Sang Firaun. Tak berapa lama kemudian, Panglima Khnurn memasuki aula singgasana dan bersimpuh dengan satu kakinya di hadapan Sang Firaun sebagai pemberian hormat.

“Panglima Khnurn menghadap Yang Mulia Agung,” ujar sang Panglima.

Sang Firaun tersenyum.

“Berdirilah, Panglimaku,” ujar Sang Firaun.

Panglima Khnurn pun bangkit dan berdiri menghadap Sang Firaun.

“Kau... memimpin peperangan dengan baik. Membawa tahanan yang tidak biasa dan memberikan kemenangan bagiku, untuk seluruh Mesir. Apa yang kau inginkan sebagai hadiah? Aku akan memberikan sebagian berkahku untukmu, Pahlawan,” ujar Sang Firaun dengan nada yang membanggakan.

Panglima Khnurn melirik ke arah Zeny. Sang Firaun melihat itu. Sebelum Khnurn membuka mulutnya untuk mengutarakan keinginannya, Sang Firaun terlebih dulu memberikan tebakannya.

“Kau menginginkannya, Panglima. Gadis bermata perak itu?” tanya Sang Firaun.

Panglima Khnurn tersenyum.

“Yang Mulia Agung, hamba akan sangat berterim-“

“A-a- a. Tidak, Panglima. Aku akan memberikanmu sepuluh peti emas, dua puluh peti perak dan lima belas peti bahan makanan untuk seluruh keluargamu, tapi tidak dengan gadis itu. Karena gadis itu adalah milikku. Dia akan kuangkat menjadi selirku,” ujar Sang Firaun.

“Apa??!”

*to be continued*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel