Bab 10 Bersama Maathorneferure
Bab 10 Bersama Maathorneferure
Zeny terkesima dan takjub melihat kecantikan Maathorneferure di balik tudung yang dipakai wanita itu.
“Dia... begitu cantik. Ya Tuhan...,” gumam Zeny lagi, memuji kecantikan Maathorneferure.
Tiba-tiba Zeny didorong oleh prajurit yang menemaninya itu. Zeny pun terpaksa maju dan melirik ke arah prajurit itu. Si prajurit hanya mengendikkan bahunya sedikit lalu mendorong Zeny lagi.
“Cepat jalan,” titah si prajurit itu pada Zeny.
Zeny memutar bola matanya malas. Gadis itu terpaksa berjalan sangat perlahan sesuai dorongan si prajurit.
“Prajurit! Segera bawa seluruh tahanan ke penjara bawah tanah!” seru seorang berbadan tegap dengan atribut di kepala, di dada dan tampak sebuah perhiasan seperti gelang tebal yang melingkari otot bisep dan trisepnya. Suaranya begitu dalam dan tegas, dan pandangannya sangat tajam juga menyeramkan.
Zeny pun diarahkan langsung ke jalur menuju penjara bawah tanah. Sebelum ia didorong masuk, dua prajurit yang membawa wanita cantik yang dikenali Zeny sebagai Maathorneferure, membawa wanita itu terlebih dulu. Zeny memperhatikan wanita itu dari belakang. Ia tampak hanya mengenakan sebuah jubah berwarna coklat. Meskipun begitu, siluetnya masih dapat memancarkan pesonanya.
Sepanjang memasuki jalur yang serupa lorong itu, Zeny masih teralihkan oleh sosok Maathorneferure. Gadis itu mengingat-ingat siapa itu Maathorneferure. Zeny hanya mengenali wajah cantik Maathorneferure dari foto-foto artefak dinding dan juga menyimpulkan sendiri sesuai dengan deskripsi dari beberapa prasasti dan fragmen yang pernah ia baca, yang membahas tentang Mesir Kuno.
“Tunggu dulu. Jika wanita itu memang Maathorneferure, berarti kerajaan ini berada di masa ... pertengahan. Kalau begitu ... Ramses?” batin Zeny menerka-nerka.
Setelah berjalan cukup lama dengan jarak sekitar 500 meter, mereka sampai di lokasi yang tampaknya di ujung lorong. Salah satu prajurit yang tadinya berjalan paling depan dengan sebuah obor di tangannya, kini tengah sibuk menyalakan api di biang api yang tertempel di dinding lorong. Lorong yang gelap, kini berubah menjadi lebih terang meski tak seterang kondisi di luar.
Netra Zeny melihat apa yang ada di dalam lorong itu. Ada ruang-ruang sel berjajar di sana. Beberapa sel bahkan sudah diisi oleh beberapa orang di dalamnya.
“Ke sebelah sini,” seru salah satu prajurit yang tampak berbicara dengan prajurit yang membawa Maathorneferure.
Tampak wanita itu masih memberontak meski ia tentu saja tidak bisa melepaskan diri. Zeny yang masih belum dipindahkan di mana pun hanya bisa mengamati peristiwa yang terjadi pada Maathorneferure.
Terdengar suara decit pintu besi sel itu saat dibuka. Maathorneferure dibawa masuk ke salah satu sel itu dan langsung didorongnya masuk ke dalam. Terdengar suara gaduh seperti suara beturan. Zeny mencoba memanjangkan lehernya untuk mengintip namun ia tak dapat melihat apa pun dengan jelas. Ia menyimpulkan, mungkin saja Maathorneferure terjatuh.
“Selanjutnya,” seru prajurit yang tadi dilihat Zeny mendorong Maathorneferure masuk.
Zeny didorong ke depan oleh prajurit yang menanganinya. Gadis itu menoleh lagi ke arah prajurit itu dan si prajurit hanya membalasnya dengan tatapan tajam.
Zeny hanya bisa mendengus kesal. Dengan terpaksa, ia melangkahkan kakinya dan berjalan ke arah sel yang masih terbuka itu. Tali yang mengikat tangan Zeny dilepaskan kemudian gadis itu didorong masuk ke dalam sel yang sama dengan Maathorneferure. Kemudian pintu ditutup.
“Hei kau!” seru prajurit yang berada di depan sel tempat Zeny dan Maathorneferure kepada prajurit yang membawa Zeny.
Prajurit itu mendekat dan agak membungkuk pada prajurit di hadapannya. Tampaknya pangkat prajurit itu lebih tinggi daripada prajurit yang ada di lorong itu hingga membuat prajurit itu membungkuk hormat padanya.
“Jaga mereka. Saat jam matahari menunjuk arah tenggara, bawa keduanya menghadap Sang Firaun. Kau dengar?” titah prajurit itu.
“Baik Jendral,” jawab si prajurit yang diperintahnya.
Prajurit yang ternyata adalah seorang jendral itu langsung pergi meninggalkan lorong itu diikuti prajurit lain kecuali yang diperintahkannya menjaga sel Zeny dan Maathorneferure.
Di dalam sel itu tidak ada pencahayaan lebih dan tak ada apa pun. Kondisinya gelap, lembab dan tidak banyak yang bisa Zeny lakukan di sana. Gadis itu hanya mendengar nasibnya berikutnya, bahwa ia akan bertemu dengan Sang Firaun yang ia yakini adalah Ramses.
Zeny tidak bisa memikirkan hal lain lagi selain bagaimana caranya ia bisa keluar dari istana dan bagaimana ia bisa pulang.
Zeny mengedarkan penglihatannya yang sebenarnya tak banyak yang bisa ditangkap netranya selain kegelapan. Namun Zeny dapat merasakan seseorang sedang menatapnya dari jarak dekat.
“Siapa kau?” sebuah suara yang terdengar lembut dan tenang menyapa telinga Zeny. Gadis itu yakin bahwa suara itu adalah milik Maathorneferure.
“A-aku...,” sahut Zeny dengan ragu. Tentu saja gadis itu bingung bagaimana memperkenalkan dirinya.
“Kau takut?” tanya Maathorneferure pada Zeny.
“Ah... tidak juga. Kau?” Zeny balik bertanya.
Terdengar wanita itu menghela napasnya. Napas yang dalam dan berat.
“Tidak. Apa yang membuatmu tertangkap?” tanya Maathorneferure pada Zeny yang bahkan wanita itu tak bertanya atau berkenalan dengan Zeny.
Zeny tersenyum masam. Gadis itu pun juga mengambil napas dalam dan membuangnya agak kasar.
“Cerita yang panjang. Singkatnya, mereka membawaku saat mereka usai perang ke dalam karavan mereka,” jawab Zeny.
Maathorneferure mendesah kasar.
“Perang itu. Orang-orang Ramses II sungguh tak mengenal kata menyerah.
“Ah, Ramses II...” Zeny membatin dalam hatinya.
“Kau membenci mereka?” tanya Zeny pada Maathorneferure.
Maathorneferure terdengar mendecih sinis.
“Kau tidak?” tanyanya.
Zeny hanya tersenyum dalam gelap.
“Pasti sulit untuk menyukainya, tapi aku merasa tidak punya alasan yang tepat untuk membencinya,” balas Zeny.
“Sepertinya kau tak mengenal Ramses II. Meski ia dihormati, ambisinya banyak membuat orang menjadi musuhnya secara diam-diam.”
Pada saat Zeny dan Maathorneferure saling mengobrol, terdengar suara derap kaki menghampiri sel mereka. Seorang prajurit tampak datang menghampiri prajurit yang sejak tadi menjaga mereka. Tak lama terdengar suara pintu besi dibuka.
“Sang Firaun telah memanggil kalian dan ingin bertemu dengan kalian. Ayo!’ seru orang yang datang dan memandang dua wanita yang tengah berada di sel.
Zeny dan Maathorneferure saling melempar pandang kemudian mengangkat bahu mereka hampir bersamaan. Prajurit menarik kedua wanita itu dengan paksa untuk keluar dari sel mereka. Sedangkan pria yang sebelumnya meminta si prajurit untuk mengeluarkan mereka, berjalan terlebih dulu.
“Bisa kah kau lebih lembut?” protes Zeny saat prajurit mendorongnya kasar hingga hampir terjerembab jika Maathorneferure tak menahan tangan Zeny.
Prajurit itu hanya tersenyum miring, tak menjawab apa pun dan justru mendorong ulang dua wanita itu agar mengikuti pria yang sudah menunggu mereka di depan lorong.
Sampai di depan lorong, pria berbadan besar yang sebelumnya menemui si prajurit sudah menunggu mereka di depan. Saat Zeny dan Maathorneferure sudah di depan lorong, pria itu berbalik badan. Matanya yang teduh dan mendalam, senyum yang tampak tenang dan hangat, mengarah ke Maathorneferure.
“Tuan Putri, suatu kehormatan bertemu Anda di sini. Sungguh, saya tidak menyangka bisa bertemu dengan calon ratu kami,” ujar pria itu sambil agak menunduk hormat dengan singkat kepada Maathorneferure.
Maathorneferure menghela napas tanpa menyingkap tudungnya.
“Kau mengenalku, Tuan Menteri?” tanya Maathorneferure dengan suara yang terdengar berbeda di telinga Zeny. Jika sebelumnya ia mendengar suara wanita itu begitu lembut dan ramah, kini suara itu terdengar lebih tegas, dalam dan cukup mengintimidasi. Sungguh berbeda.
Pria yang dipanggil Menteri oleh Maathorneferure pun terkekeh dengan suaranya yang rendah dan dalam.
“Tuan Putri, tidak ada rakyat Mesir dan Hetti yang tidak mengenali Anda. Bahkan, jika Anda dalam jubah bertudung seperti yang Anda kenakan,” ujar sang Menteri.
Maathorneferure tersenyum remeh. Sementara Zeny yang mendengar ucapan Menteri itu tampak terkejut. Ia memanggil Maathorneferure dengan sebutan ‘Tuan Putri’ dan menyebutkan sesuatu tentang Hetti. Otak kecil Zeny mulai menerima informasi itu dan memprosesnya dengan cepat. Gadis itu terperangah.
“Maathorneferure anak Raja Hetti. Dia akan menjadi istri Ramses II berikutnya. Astaga. Aku baru saja berbicara dan satu sel dengan seorang putri dan calon ratu,” batin Zeny.
Maathorneferure hanya diam. Menteri itu masih tersenyum lalu menatap ke arah Zeny. Sang Menteri itu mendekati Zeny.
“Nona... Bermata Perak. Sebentar lagi kau akan bertemu dengan Sang Firaun. Beliau akan menentukan apa yang terjadi padamu. Sebaiknya kau bersiap,” ujar sang Menteri yang memanggil Zeny dengan label yang mewakili warna matanya, dengan nada yang sangat jauh berbeda kepada Zeny. Nadanya lebih terdengar meremehkan Zeny.
“Baiklah. Nona dan tuan Putri, ikuti saya,” tambah sang Menteri lagi.
Zeny hanya menghela napas dan tak terlalu mengambil pusing apa yang diucapkan oleh sang Menteri. Sang Menteri pun berbalik badan dan berjalan menuntun mereka berdua masuk ke dalam istana. Tentu, si prajurit menjaga keduanya di belakang agar mereka tidak lepas dari pengawasan.
Sepanjang perjalanan mereka menuju ke dalam istana untuk bertatap muka dengan Sang Firaun, Zeny mencoba mendekatkan dirinya pada Maathorneferure dan berbisik.
“Kau seorang putri?” bisik Zeny bertanya pada wanita itu.
Maathorneferure hanya tersenyum.
“Jangan terlalu terkejut. Seolah kau tak tahu siapa aku,” balas wanita itu dengan suara yang lirih.
Zeny hanya bisa mengangakan mulutnya terperangah. Ekspresi Zeny itu dilihat oleh Maathorneferure dan membuatnya tersenyum.
“Kau lucu,” komentarnya.
Zeny hanya bisa mengangguk-angguk dan spontan berkata, “sungguh, sayang sekali jika kau menjadi istri Ramses II,” ceplos Zeny dengan polosnya.
Mendengar ucapan Zeny, Maathorneferure langsung menoleh dengan kedua mata yang membulat besar.
“Tidak sudi.”
*to be continued*