Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Keesokan harinya, tidak lama setelah bangun tidur, aku mendengar suara perempuan dari luar rumah.

"Kak Hendra, hari ini aku harus melihat peralatan kamera yang sudah kamu siapkan dengan mengeluarkan banyak uang itu."

"Ayo masuk saja kalau mau lihat!"

Dari suara di balik pintu saja, aku sudah tahu siapa yang datang, aku pun tersenyum sedikit mengejek.

Pada saat ini, pintu di depanku tiba-tiba terdorong terbuka.

Kemudian, aku mendengar Anna berteriak kaget, "Ah, Indhira juga ada di sini."

Aku memandang Anna tanpa ekspresi. Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, Hendra berjalan dan menghalangi Anna di belakangnya, berbicara dengan nada tidak puas.

"Sudah bangun siang, tidak mau menyapa lagi. Tidak sopan!"

"Eh, aku tidak apa-apa, kok. Lagi pula tangan Indhira...."

Anna berkata melebih-lebihkan, seolah dia baru menyadari akan hal ini, sambil menunjuk ke tanganku yang dibalut gips.

"Indhira, ternyata tanganmu benar-benar terluka ya? Kak Hendra bilang kamu cuma pura-pura...."

Setelah mengatakan hal itu, dia menutup mulutnya lagi, bersikap seperti dia hanya keceplosan. Lalu, dia mengganti topik pembicaraan.

"Pasti sakit sekali, ya? Saat itu sangat bahaya, apa kamu tidak takut, Indhira?"

Melihat Anna yang bersikap sok peduli kepadaku, lalu aku melihat tanganku yang dibalut gips. Sejenak, pikiranku melayang kemana-mana.

Apa aku takut? Tentu saja aku takut.

Namun, aku tidak takut pada kegelapan, kelelahan atau rasa sakit.

Yang aku takutkan saat itu adalah jika Hendra kehilangan nyawanya karena aku datang terlambat. Aku tidak akan bisa hidup sendiri.

Aku melakukan pencarian selama tiga hari tiga malam, pada akhirnya aku hampir tertimpa batu yang jatuh. Jika aku tidak beruntung, aku bahkan tidak akan berdiri di sini dalam keadaan hidup.

Sekarang saat aku mengingat bahwa aku hampir kehilangan nyawa demi Hendra, aku langsung berkeringat dingin.

Jadi, aku mengangguk dengan tulus, "Aku takut, tapi aku tidak sempat berpikir terlalu lama untuk menyelamatkan seseorang."

Mendengar ini, mata Hendra berkilat dengan sedikit rasa bersalah. Namun, perhatiannya segera kembali beralih menatap Anna.

"Kedengarannya memang sangat berbahaya. Untung saja aku berubah pikiran saat itu juga. Kalau tidak, aku dan Kak Hendra pasti sudah terkubur!"

"Kalau begitu, Kak Hendra, itu artinya aku sudah menyelamatkanmu!"

Rasa bersalah di mata Hendra dengan cepat menghilang, digantikan oleh tatapan penuh kasih sayang kepada Anna.

"Ya, Anna memang bintang keberuntunganku."

"Kalau begitu kamu harus berterima kasih baik-baik padaku. Kalau tidak, aku jadi tidak senang."

"Aku nurut sama kamu dalam segala hal. Selama kamu mau dan aku punya, aku akan memberikannya kepadamu."

"Kalau begitu ayo masak bersama saja. Anggap saja kita sekalian menjaga Indhira yang terluka, bagaimana?"

Aku sangat berterima kasih kepada mereka karena tidak melupakanku, tetapi kalau bisa, aku lebih senang kalau mereka menganggapku tidak ada.

Setelah itu, aku melihat Hendra berbicara dan tertawa saat pergi ke dapur bersama Anna.

Setelah bertahun-tahun berpacaran, ini adalah pertama kalinya aku melihat Hendra berjalan ke dapur. Aku makin sedih ketika semua makanan sudah terhidang memenuhi meja.

Ternyata tangannya tidak semahal dan seberharga itu hingga tidak bisa masak.

Sayang sekali, tidak ada satu pun hidangan di atas meja yang tidak pedas.

Namun, aku teringat bahwa Hendra juga merupakan seseorang yang tidak suka makanan pedas. Dia pernah marah besar saat aku memasak makanan pedas.

Sejak saat itu, setiap kali aku bersamanya, tidak ada sedikit pun minyak cabai merah di atas meja.

Sekarang, sepertinya itu hanya karena akulah orang yang memasak dan menyajikan makanan pedas itu.

Aku melihat dengan dingin saat mereka saling mengambilkan makanan. Namun, tidak lama setelah itu, Hendra menyadari bahwa aku masih tidak menggerakkan sumpit.

Melihat hal ini, Anna berkata dengan sengaja, "Kak Hendra sudah bekerja keras untuk membuat makanan ini dengan susah payah, kenapa kamu tidak memakannya, Indhira? Kamu tidak suka?"

Hendra pun menjadi tidak senang saat mendengar ini.

"Indhira, kamu kenapa lagi? Bukannya kamu paling suka makanan pedas? Aku sudah membuatkannya untukmu, kenapa kamu pasang wajah cemberut begitu? Bikin tidak nafsu makan saja."

Aku tidak tahan lagi dan berdiri sambil memegangi lenganku yang di gips.

"Makan saja kalau kalian suka. Aku cuma mau nurut sama saran dokter."

Orang yang terluka biasanya harus menghindari makanan pedas. Itu adalah sesuatu yang harusnya bisa diketahui semua orang, tetapi Hendra tidak tahu.

Melihat ini, Anna menarik lengan baju Hendra dan mencoba meredakan ketegangan, "Lihatlah, kamu salah paham sama Indhira, cepat minta maaf."

"Indhira, aku salah karena waktu itu tidak menjawab teleponmu, aku minta maaf."

Ini adalah pertama kalinya aku mendengar Hendra meminta maaf, tetapi permintaan maafnya pun terdengar sangat konyol.

Pacarku meminta maaf kepadaku setelah disuruh oleh adik tiri yang tidak ada hubungan darah dengannya?

Aku benar-benar malas dan tidak mau membuang waktu untuk berbicara dengan mereka berdua lagi. Aku pun keluar rumah sendirian, tapi aku malah merasa sedih.

Tidak lama kemudian, aku melihat pembaruan dari status Anna.

"Orang paling penting bagiku."

Dalam foto yang menyertainya, Hendra sedang mengutak-atik peralatan fotografi. Dalam pantulan lensa, aku melihat dengan jelas sosok Anna.

Hendra tidak pernah mengizinkanku masuk ke ruangan itu dan peralatannya tidak pernah terlihat lagi setelah aku melihatnya sekali.

Namun, Anna bisa masuk dengan mudah....

Dalam hati, aku tahu bahwa aku telah membodohi diri sendiri terlalu lama.

Saat ini, ada pesan yang masuk ke ponselku lagi.

"Indhira, sebentar lagi aku ada acara peragaan busana dan lemari bajuku sudah tidak muat lagi. Kak Hendra mengizinkanku menaruhnya di lemari pakaianmu dulu. Kamu tidak keberatan 'kan?"

Aku hanya bisa memejamkan mata saat melihat rasa puas dan kebanggaan yang terselip di dalam pesan itu.

Aku sadar bahwa rumah itu bukan lagi tempat yang tepat untukku.

Aku juga tidak cocok lagi berada di sisi Hendra.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel