Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 5. Selalu Bikin Masalah

Seharusnya, Agnes mampu menganggap Gatot  Erlangga hanya sebagai pemuas nafsu, sama seperti yang ia lakukan terhadap pria-pria yang pernah tidur dengannya.

Namun, entah mengapa hatinya menolak keras dan melarang dirinya memposisikan Gatot  Erlangga setara dengan pria-pria itu. Bukan karena Gatot Erlangga seorang diplomat, seorang Mentri pun pernah kencan dengannya dan tidak berbekas dihatinya tidak seperti Gatot Erlangga.

Sejenak, Agnes berdiri di depan cermin wastafel kamar mandi.

Matanya menangkap beberapa Kiss Mark yang Gatot Erlangga tinggalkan di leher dan sekitar dadanya.

Ia menyapu lembut setiap tanda merah itu seraya mengingat kembali betapa panas dan liarnya percintaan mereka semalam.

Sudah enam bulan ini ia dikontrak oleh management nya sebagai team hore hore satu partai, dan Agnes dapat banyak job kencan dengan banyak petinggi partai dan pejabat yang menambah gendut rekeningnya.

Sesaat kemudian, Agnes  pun teringat akan kepergian Gatot Erlangga setelah puas berhubungan badan dengannya. Kening Agnes mengerut kecewa, sementara rasa kesal langsung menyergap seluruh perasaannya.

Agnes  sadar, seharusnya ia tidak boleh protes apalagi kecewa dengan kepergian Gatot Erlangga karena mereka berdua adalah dua orang dewasa yang sama-sama memiliki kebutuhan berahi, yang saat itu juga sama-sama menuntut pelepasan.

Agnes  juga tahu kalau Gatot Erlangga hanya bersenang-senang dengannya, sama seperti dirinya yang sesuka hati menggunakan tubuh pria itu untuk memuaskan gairahnya.

Mungkin untuk seorang Gatot Erlangga tubuh nya hanyalah hidangan penutup makan malam.

Tidak ingin tenggelam dalam pusaran kekesalan, Agnes  pun memejamkan mata nya menarik napas panjang sembari berharap bayangan Gatot Erlangga pergi dari pikiran.

Sialnya, setiap kali memejamkan matanya,seketika itu pula bayangan akan pergerakan dan sentuhan yang Gatot Erlangga berikan pada tubuhnya menimbulkan gelenyar panas sarat gairah yang berhasil mencekik rongga pernapasan Agnes hingga tarikan napasnya makin pendek dan jantungnya berdebar tidak keruan.

Dan hari ini ia akan kembali bernyanyi dihadapan para petinggi partai itu, ada harapannya untuk bertemu kembali dengan Gatot malam ini,menghabiskan Dinginnya malam di Yordania.

" Nez,, udah show langsung masuk 283 Sheraton ya ..! Nanti diantar Arum dan Jack ..!" Ami managernya berdiri didepannya sambil memberikan key card hotel.

" Sama siapa lagi gue...?" Tanya Agnes.

" Sama babeh lah...! Masa sama crew..? Emang lu mau sama crew dibayar nasi kotak..?" Jawab Ami sang manager sambil tertawa.

" Lu enak dapat 30%, gue yang cape. Selangkangan gua pegel tau...?" Jawab Agnes. Keduanya memang sudah bersahabat dari sejak Agnes memulai debut jadi penyanyi dangdut dari panggung ke panggung,sampai akhirnya Ami dapat callingan dari seorang manager artis juga yang mengajak kerjasama jadi artis hore-hore saat musim kampanye tahun lalu, Agnes hujan job selain nyanyi juga plus-plus yang membuatnya laris manis.

****

" Mbak, kita kebagian piket di kongres...?" Jumali menyandar kan punggung di sofa di depan meja Dinda.

" Lho bukanya kamu senang bisa saweran penyanyi dangdut ..?" Jawab Dinda, Dewi yang duduk didepan Dinda menoleh pada Jumali.

" Dia sirik tuh ga bisa nyawer...!"

" Bukan ga bisa..? Tapi ga kebagian..? Gila ya mereka. Ga serem apa skandal mereka Ter ekspos...?" Jawab Jumali mengomentari kelakuan para petinggi itu.

" Emangnya Lu mau nge ekspos mereka ..? Siapin nisan,sama uang biaya pemakaman ya...!" Ledek Dewi  sambil tertawa.

" Aku mau cepet selesaikan master,biar naek pangkat...!"

Jumali adalah mahasiswa yang magang jadi honorer local staff,karena prestasinya ia direkrut di bagian konsuler awalnya namun karena Dinda jug butuh seorang penerjemah, Dinda juga menggunakan keahlian Jumali dalam pekerjaannya.

"Katanya mau nikah dulu...? Mana nih yang bener...? Biar kita siapin amplopnya dari sekarang..? Amplop buat kondangan atau amplop perpisahan...?" Goda Dewi.

" Ssst,, tadi malam waktu aku antar Artis ke hotel,tau ga siapa yang buka pintu kamarnya...?" Ujar Siska yang baru datang langsung menarik kursi dan duduk diantara Dinda dan Dewi.

" Aku tahu,pak Gatot Erlangga kan...? Aku yang jemput dia jam 2 tadi malam...!" Jawab Jumali santai.

Tiga wanita yang duduk mengelilingi meja kerja Dinda langsung menoleh.

" Serius Lu yang jemput...?" Tanya Dewi.

" Gila gua rasanya ga sanggup kalau protokoler urus maksiat gini...!" Jawab Jumali sambil melepaskan dasinya.

" Kita sekarang piket kan...? Semoga aja ga ada transaksi esek esek lagi...!" Ujar Dinda lalu membereskan dokumen dan berkas diatas mejanya.

" Kasus Marsiti ditutup sudah,kita ga bis ngapa -ngapain.  Walaupun kita yakin ini pembunuhan tapi kita hanya bisa mendoakan semoga almarhumah Khusnul khatimah." Ujar Dinda, dijawab " Amin .." serempak oleh teamnya.

" Hasil otopsinya kan sudah jelas..?" Ujar Jumali.

" Terus kita harus open case lagi? Mau nambah musuh lagi..? Aku mah hayu saja...? Kalau aku sih berharap keluarga nya di Tegal sana Jeli, dan tidak diam. Kita simpan saj semuanya ini, barangkali dibutuhkan nanti...!"

" Rasanya kit ini seperti harimau ga punya gigi ya...?" Ucap Jumali yang jiwa mahasiswa nya masih berkobar.

" Teruslah jadi mahasiswa biar bisa protes tanpa takut dipecat...!" Ucap Siska.

Mereka lalu bersiap menuju tempat kongres.

" Kita bawa mobil masing-masing kan...?" Tanya Dinda, dijawab anggukan oleh teamnya.

Pintu lift kembali terbuka saat ia tiba di lantai dasar. Dinda dan yang lainya segera melangkah menuju mobil mereka yang terparkir tak jauh dari pintu lift. Baru saja ia ingin membuka pintu mobil, ponselnya tiba-tiba berdering keras.

Dinda  langsung mengeluarkan ponsel dari saku blazer nya, melihat  layar handphone nya untuk siapa yang menghubungi. Namun, saat melihat nama Gatot Erlangga, rasa kesal seketika mengerubungi dada Dinda. Ingin rasanya ia menolak panggilan itu, tapi tidak bisa.

Terpaksa, Dinda menjawab meski malas berurusan dengan pria masa lalu yang sekarang menjadi atasannya walaupun bukan atasan langsung, tapi sebagai local staff diplomat adalah atasan mereka.

“Selamat Malam Bapak...? Siap perintah..?” Sapa Dinda dengan bahasa formal, tanpa basa basi.

“Bisa kamu datang ke sini,ke kongres? Ada yang ingin kubicarakan.”

Sejenak, Dinda terdiam seraya mengerut curiga, mengingat kejadian tidak menyenangkan yang menimpanya terakhir kali ketika Gatot  mendatangi nya tiba-tiba diruangan nya.

" Siap..? Kemana ya Pak..? Kebetulan saya giliran piket sekarang di kongres..!" Jawab Dinda.

“Aku harap aku bisa membicarakannya lewat telepon, tapi ini benar-benar penting, dan kamu harus datang ke sini. Ini mengenai rombongan artis yang baru datang tertahan di imigrasi, oke saya tunggu kamu di kongres..”

" maaf bapak,untuk kasus seperti itu akan saya sambungkan ke protokoler konsuler...!'" jawab Dinda setenang mungkin, masa iya seorang Gatot Erlangga tidak mengetahui fungsi protokoler.

Tubuh Gatot  langsung menegang kaku.

“Dinda?”

“Datanglah ke sini dan temui aku..!agar kita bisa membicarakannya dengan tenang,” bujuk Gatot sedikit lebih lembut.

Dinda  menimbang sekali lagi sebelum akhirnya mengembuskan napas pasrah.

“Baiklah, aku ke sana.”

Dinda memutuskan panggilan disertai geraman kesal, kemudian memasukkan ponsel ke saku. Ada apa lagi sekarang?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel