Bab 2
Setelah melihatku membawa barang-barangnya keluar, Liam yang baru pulang pun marah besar dan menanyaiku apa yang kulakukan.
"Aku yang menyewa rumah ini, kamu cepat keluar dari sini!" Aku menendang koper yang sedang dia dorong ke dalam kamar.
Liam menggenggam pergelangan tanganku, mendorongku ke belakang, "Ini adalah rumahku! Kamu tidak berhak mengusirku dari sini!"
Tubuhku menabrak sofa di belakang dengan keras, rasa sakit membuat air mataku menetes.
Dulu aku sengaja menyewa rumah ini karena lebih dekat dengan kantornya, juga untuk memberinya kejutan.
Sepertinya dia menilap semua uang sewa yang kuserahkan padanya, sungguh menyebalkan!
Aku mengepalkan kedua tangan, melempar vas bunga di atas meja ke arahnya.
Prang!
Sambil memegang keningnya yang berdarah, Liam memelototiku, "Sudah cukup ributnya?!"
Tiba-tiba ponselnya berdering, setelah melihat orang yang meneleponnya, tubuhnya langsung gemetar, kedua matanya terlihat panik, lalu dia bersiap-siap pergi ke balkon.
Tapi aku merebut ponsel dari tangannya dan mengangkat teleponnya.
"Liam sayang, sampai ketemu di Hotel Serene jam 9 malam nanti, jangan lupa bawa kondom ya."
Liam mau merebut ponselnya kembali, tapi aku membanting ponselnya ke atas lantai dengan kesal dan menampar pipinya, "Pergi kamu!"
Tapi seketika, aku langsung menyesal, karena tanganku sendiri yang terasa sakit, aku juga merasa jijik.
Liam memegang pipinya yang merah, dia mengangkat tangannya untuk membalas tamparanku, tapi tidak lama kemudian dia mengurungkan niatnya, dengan kesal dia berkata, "Emma! Kita bukan anak kecil lagi! Aku melakukan ini juga demi masa depan kita! Kalau tidak ada dia, kamu kira aku bisa diterima di Grup Indira? Bisa memberimu kehidupan yang nyaman?"
Aku tertawa-tawa melihat wajah Liam yang serius.
Sungguh tidak masuk akal!
Aku jadi menyesal memasukkan Liam yang tidak berkemampuan ini ke perusahaan, apakah aku harus meminta ayahku untuk memecatnya?
Setelah menarik napas dalam-dalam, aku menatapnya, "Sampah! Kita putus saja!"
Ketika aku mau pergi, dia menarik tanganku, dengan kening mengerut dia berkata, "Apakah kamu bisa jangan serakah? Aku sudah memberikan hatiku padamu, apa lagi yang kamu inginkan?"
"Kalian para wanita menyukai pria yang romantis, tapi sebenarnya yang kalian sukai adalah uang, kalau tidak ada uang, bagaimana mungkin seorang pria bisa dianggap romantis!"
"Aku tahu aku sudah mengecewakanmu, tapi kalau kamu mencintaiku, kamu harus menghormatiku! Bukan malah membuat keributan seperti ini."
Amarah sudah membuat kepalaku mau meledak, aku benar-benar merasa urat malu pria ini sudah putus!
"Aku tidak tertarik memungut sampah, selain itu, kembalikan semua uang sewa rumah ini yang sudah kamu tilap! Atau aku akan melaporkanmu pada polisi!"
Setelah mentransfer uangnya padaku, Liam berkata, "Pegang omonganmu sendiri! Nanti kalau aku sudah kaya, kamu jangan berlutut di depanmu dan memohon untuk menjadi pacarku."
Kata-katanya ini sungguh menyebalkan.
Aku adalah putri dari pemilik Grup Indira, dia bahkan tidak layak menjadi pelayanku, bagaimana mungkin aku berlutut padanya?!
Sekarang dia bisa seangkuh ini hanya karena merasa sudah mendapatkan wanita yang kaya, aku mau lihat, setelah wanita kaya ini meninggalkannya, apakah dia masih bisa seangkuh ini?
Bagaimanapun juga relasiku sangat luas, tidak ada orang yang mau melewatkan kesempatan untuk menjalin hubungan dengan Grup Indira hanya demi pria bodoh ini.
Setelah memikirkan ini, aku menyewa seorang detektif untuk menelusurinya.