Bab 6 Lemura
Bab 6 Lemura
Lemura adalah dunia lain yang membersamai Bumi. Ia tercipta atas kehendak Bumi yang tak menginginkan kehadiran manusia lebih lama. Sebab, selama menjadi penghuni Bumi yang dilakukan manusia hanyalah menumpahkan darah dan saling bertengkar.
Hingga akhirnya, setelah penciptaan Lemura yang belum sempurna, seorang manusia Bumi mengajak keluarganya untuk pindah ke sana. Dia membawa berbagai jenis hewan dan tumbuhan untuk bertahan hidup. Hingga ribuan tahun setelah itu, seluruh makhluk hidup di Lemura mengalami evolusi. Semuanya hidup dengan bentuk dan sifat yang sedikit berbeda dari leluhurnya.
Namun, sebuah masalah kembali datang. Lemura tidak pernah sempurna. Bumi menyesal telah menciptakannya. Karena meski dengan usaha apa pun, manusia tetap harus hidup di Bumi. Tidak semua orang berpikiran sama bahwa hidup di Lemura adalah ide yang bagus. Sebagian besar tetap bertahan hidup di Bumi, tempat mereka lahir ke dunia dan tumbuh besar sebagai makhluk yang dirundung kebencian.
Sekala mengikuti ke mana pun Aurora melangkahkan kakinya. Dunia ini sangat asing di matanya, oleh karena itulah ia masih belum berani untuk bepergian sendiri. Meski Aurora menjamin kalau Sekala tidak akan kehilangan arah di dunia ini. Aurora berkali-kali meyakinkan kalau dunia ini adalah rumah yang sesungguhnya bagi Sekala. Namun, semua itu nyatanya tak begitu saja membuat Sekala percaya sepenuh hati.
Keadaannya tak jauh beda dengan penampakan Bumi. Langit biru cerah. Awan putih yang berarakan. Cicit burung bernyanyi mewarnai hari. Semuanya mirip dengan Bumi. Namun ada beberapa hal yang membuatnya yakin bahwa dia sedang tak berada di Bumi tempat tinggalnya. Wujud manusia di sini aneh sekali. Mereka ada yang memiliki tanduk, sayap, bahkan berkaki lebih dari tujuh.
Berkali-kali Sekala bergidik ngeri melihat wujud fisik mereka. Ia seperti tengah melihat sesosok setan di hadapannya. Namun, mereka mirip dengan manusia di Bumi.
“Di Lemura, manusia memang memiliki wujud yang sangat aneh. Itu pun menurut persepsi mata manusia Bumi. Di sini kami sudah terbiasa dengan wujud bertanduk, punya sayap, dan berkaki banyak. Cepat atau lambat, kau pun akan terbiasa melihat semuanya.” Aurora menjelaskannya dengan detail sambil berjalan.
“Tapi, kenapa wujudmu sama seperti manusia Bumi?” tanya Sekala yang menyadari kalau penampilan Aurora tampak normal seperti manusia pada umumnya. Dia bahkan leih cantik daripada teman-teman perempuannya di sekolah.
“Pada dasarnya kita ini memang berasal dari ras yang sama. Nenek moyang yang sama. Hanya saja ketika beberapa manusia memutuskan untuk pindah ke Lemura, mereka mengalami evolusi bentuk tubuh. Kami menyesuaikan diri dengan keadaan di setiap daerah yang kami tinggali. Sama halnya dengan manusia di Bumi yang memiliki warna kulit berbeda karena faktor iklim. Kami pun demikian. Bentuk tubuh ini dipengaruhi oleh iklim di tempat tinggal kami.”
Sekala mendengarkan setiap penjelasan Aurora dengan saksama. Ada banyak hal yang membuatnya terpana. Entah itu keadaan alam di Lemura, ataupun fakta-fakta yang telah dikatakan oleh Aurora.
“Lalu, kenapa bentuk tubuhmu masih seperti manusia Bumi?” tanya Sekala yang menyadari kalau Aurora tampak biasa saja.
“Itu karena aku tinggal di sebuah daerah yang iklimnya tak jauh berbeda dengan Bumi. Kami adalah keturunan pertama yang pindah ke Lemura. Dan, kau sebentar lagi akan bertemu dengan Feiya. Dia sudah menunggumu sejak empat belas tahun yang lalu. kau pasti mengenalnya.”
“Feiya? Siapa dia?”
Aurora tersenyum manis. Dia menyembunyikan sesuatu dari Sekala. Sepertinya Aurora memang tipe orang yang senang membuat orang lain penasaran. Atau, entah ada orang lain yang menyuruhnya untuk tidak terlalu banyak berbicara.
Sambil berjalan menyusuri setiap jalanan kota, Sekala melihat berbagai makhluk hidup aneh. Namun, semuanya berjalan berdiri, sama seperti manusia pada umumnya. Dan jika ada yang merangkak, dapat dipastikan kalau dia bukanlah manusia. Bisa hewan, atau tumbuhan hidup.
“Kau tahu Venus Flytrap?” tanya Aurora setelah menyadari Sekala yang terus memperhatikan tumbuhan berjalan di kebun milik petani madu.
“Ya, aku tahu. Sejenis tumbuhan di Bumi yang hidup dengan menyerap kandungan nitrogen dari lalat atau serangga lain yang dimangsanya.” Sekala teringat isi beberapa halaman buku pelajaran IPA di sekolahnya.
“Tepat. Dan Venus Nitrotrap ini adalah keturunannya. Mereka mengalami evolusi yang menyebabkannya bisa berjalan merangkak seperti hewan. Tapi dia tetaplah tumbuhan. Lihat kakinya, dia berjalan dengan menyeret akarnya yang tidak terlalu berguna. Sebab, dia memang bertahan hidup dengan memakan nitrogen yang tersebar di udara. Jadi, kau tidak perlu takut dia akan memangsamu, meskipun ukuran tubuhnya sebesar domba di Bumi.”
Sekala bergidik ngeri membayangkan jika tumbuhan itu tiba-tiba menerkamnya dengan brutal.
“Jadi, dia tidak lagi memakan lalat?” tanya Sekala kemudian.
“Tidak. Di Lemura tidak ada lalat. Manusia sangat membenci lalat, bukan? Jadi mereka tidak pernah membawa lalat ke Lemura sejak kepindahan yang pertama. Begitu pula dengan nyamuk. Untuk apa kami membawa serangga yang mengganggu?”
Lagi-lagi Sekala dibuat kagum dengan dunia ini. Meski seluruh manusia, hewan, dan tumbuhan di Lemura sangat menyeramkan, mereka seperti tengah membangun dunia yang sempurna. Surga. Ya, mereka ingin menciptakan surganya sendiri.
“Bagaimana dengan penjahat? Apa nenek moyang kalian meninggalkan penjahat juga?”
Aurora terdiam, kemudian berhenti berjalan. Dia terpaku mendengar pertanyaan aneh Sekala. Ada ingatan yang kacau ketika Aurora mendengar kata paling sadis itu di telinganya. Ingatan yang selama ini sudah lama ingin ia lupakan. Namun, ternyata melupakan kenangan buruk tidak semudah yang dibayangkan.
Sekala jadi serbasalah. Dia merasa sangat menyesal telah mengajukan pertanyaan bodoh. Penjahat bukan jenis makhluk hidup. Mereka bisa tercipta dengan sendirinya dari makhluk mana pun. Manusia, anjing, domba, bahkan hamster pun bisa menjadi penjahat ketika mereka menyakiti orang lain.
“Eh- Aurora … aku minta maaf kalau pertanyaanku tadi membuatmu terganggu. Aku tidak bermaksud-“
“Tidak apa-apa. Aku hanya teringat masa lalu. Tapi … sudahlah lupakan saja.” Aurora tersenyum memandangi Sekala. Ia melanjutkan perjalanannya menuju tempat Feiya.
***
Sebuah rumah yang sangat besar dengan bangunan aneh telah menanti Sekala dan Aurora. Gedung megah itu tak jauh berbeda dengan gaya arsitektur Eropa abad pertengahan. Namun, orang-orang di Lemura sepertinya sangat mencintai warna-warna gelap. Jadi, mereka mewarnai gedung itu dengan kombinasi warna hitam, abu, dan biru tua. Kobinasi warna yang sangat buruk di mata Sekala.
Sebelum memasuki area gedung itu, keduanya dimintai keterangan dari mana asalnya dan apa keperluan mereka. Penjaganya sangat ketat menerapkan sistem keamanan. Postur tubuhnya yang tinggi besar dengan masing-masing dua kepala sangat sempurna diberi pekerjaan sebagai tukang jaga rumah.
“Nyonya Feiya ada di dalam?” tanya Aurora setelah diperiksa keamanan dengan alat canggih mirip pemukul bola kasti.
“Iya, ada. Dia tidak pernah keluar gedung itu selama lima ribu tahun terakhir,” jawab salah satu penjaga dengan tegas.
Sekala dibuat terkejut dengan jawaban penjaga itu. Bagaimana bisa seorang manusia bisa tahan di dalam gedung dalam waktu yang sangat lama. Sebab, dirinya saja tidak pernah betah berdiam diri di rumah meski hanya satu hari. Dan lima ribu tahun itu bukanlah waktu yang sebentar.
Aurora tersenyum mendapati reaksi wajah Sekala yang terkejut mendengar jawaban sang penjaga “Tenang. Sudah kubilang kalau manusia di sini semuanya sudah mengalami proses evolusi. Kau kira usiaku berapa?”
“Em … lima belas tahun?” tebak Sekala setelah memandangi tubuh Aurora dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.
Sontak Aurora dibuat tertawa terbahak-bahak. Sebelum ini, Sekala sama sekali tidak pernah melihat Aurora tertawa sepuas itu. Aurora yang dia kenal sangatlah tenang dan penuh wibawa. Tak lama kemudian penjaga yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka pun ikut tertawa.
“Kenapa? Aku salah? Atau kau lebih muda dari tebakanku? Sepuluh tahun?” tanya Sekala kikuk.
“Kau ini, aku tertawa bukan karena tebakanmu terlalu tua!” seru Aurora yang masih terus tertawa.
“Jadi?”
“Kau menebak usiaku terlalu muda! Padahal besok, usiaku tepat menginjak 1014 tahun!”
Lagi-lagi Sekala terkejut dengan kebenaran itu. Aurora yang begitu cantik dan mempesona, ternyata sudah nenek-nenek. Dia seharusnya sudah mati jika hidup di Bumi.
“Dan kau tahu berapa usiamu yang sebenarnya?” tanya Aurora.
“Berapa?”
Aurora tersenyum licik. Dia suka sekali membuat orang lain penasaran.
***