Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Terlalu Diremehkan.

"Beraninya kau menginjakkan kaki di rumah ku, hah!!!"

Di detik yang sama, langkah selir Yun Zhi terhenti. Begitu juga dengan langkah pelayannya.

Selir Yun Zhi terbengong. Bola matanya bergerak ke kanan dan kiri. Tatapan semua orang sinis sekaligus jijik.

"Nyonya, apa aku bilang. Ini pasti kesalahan," bisik Yin Er.

Yun Zhi bergeming. Tanpa sadar, tangannya menggenggam kotak kado yang ia bawa erat-erat.

Hal itu dilihat raja A Jhu. Membuat sudut bibirnya terangkat satu sisi.

Selir Xiao Ju menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dihembus secara kasar.

"Paduka, mohon maaf atas ketidaknyamanan ini," lirih selir Xiao Ju tak enak hati.

Raja A Jhu tak menanggapi. Pemimpin negara itu malahan mengarahkan pandangannya pada kotak kado yang Yun Zhi bawa.

"Pengawal!!!" seru Xiao Ju, "segera seret perempuan tidak tahu diri itu dari sini!"

Empat pengawal dari arah berlawanan serta merta mengarahkan tombak mereka pada Yun Zhi juga pelayannya.

Yin Er paling takut benda tajam. Ia spontan menggamit lengan Yun Zhi erat-erat.

"Nyonya," katanya bergetar.

"Tenanglah." Di balik cadar, Yun Zhi berusaha menetralkan perasaannya.

"Ayo pergi!" Usir para pengawal itu secara terang-terangan. "Ayo!!"

Yun Zhi dan Yin Er diperlakukan seperti tahanan kelas kakap. Mereka didorong, dan dibentak agar cepat-cepat enyah.

Saat bersamaan, raja A Jhu beranjak dari duduknya. Otomatis, semua orang yang tadinya duduk pada bantalan empuk pun, serempak bangun.

"Biarkan tamu itu menyerahkan kadonya lebih dulu, pengawal!!" Minta Raja, santai.

Semua orang terkejut. Mereka saling pandang satu sama lain disusul bisikan demi bisikan yang bersatu padu riuh rendah.

"Aku tidak yakin kado selir Yun Zhi sebagus yang lain."

"Tentu saja. Apa lagi, aku dengar-dengar, selir Yun Zhi hanya mendapat uang bulanan paling sedikit dari keempat selir lain."

"Katanya, ia tidak akan mampu membeli seorang budak meski harganya sudah sangat murah. Apa lagi kalau harus membeli kado untuk perempuan berkelas seperti selir Xiao Ju."

Atas perintah sang raja, para pengawal milik selir Xiao Ju melepas Yun Zhi dan Yin Er. Mereka tertunduk, melangkah mundur.

"Bawa kado mu ke sini!" Lanjutnya, memerintah.

Kendati selalu mendapat ketidakadilan, tetapi Yun Zhi selalu mematuhi perintah Raja sekaligus suaminya.

Tanpa punya keberanian memandang langsung wajah raja, selir Yun Zhi melanjutkan langkah; diikuti Yin Er.

Raja selalu tidak bisa bersentuhan dengan selir Yun Zhi. Pemimpin negara itu meminta Yun Zhi meletakkan kadonya di bawah kaki Xiao Ju.

Semua orang diam-diam menertawakan selir Yun Zhi. Dan salah satu celetukan mereka, berhasil Yin Er tangkap.

"Perempuan dari barat daya sudah sepantasnya diperlakukan selayaknya binatang."

Atas kalimat itu, perasaan Yin Er benar-benar terluka. Tanpa sadar, ia meremas gaun putih beras yang dikenakannya. Ia marah dan sedih secara bersamaan.

"Kau memberinya kado tapi kau tidak ingin memberinya doa?" Tanya raja A Jhu bernada angkuh.

Pandangan selir Yun Zhi pelan tapi pasti terangkat. Tampak manik coklat mudanya yang indah. Namun, seindah apapun wanita itu, tetaplah ia dianggap buruk rupa oleh semua orang.

"Pada dewa kami, aku berdoa agar selir Xiao Ju selalu diberi kebahagiaan dan umur panjang," doa selir Yun Zhi tulus.

Xiao Ju balas mendecih. Dengan kasar ia menanggapi, "Tentu aku akan selalu bahagia, tidak seperti mu!"

Yun Zhi tersenyum. Tapi tetap tidak akan ada yang melihat senyuman wanita itu, karena semua tersimpan rapi di balik cadar sutranya.

"Pergilah sebelum aku murka!" Perintah Xiao Ju.

Yun Zhi mengangguk pelan. Tak lupa ia setengah membungkukan kepala sebelum melangkah mundur beberapa meter lalu berbalik pergi.

"Kakak Ju, ayo buka kadonya sekarang!" Minta selir kedua, diramaikan yang lain.

"Ayo buka, selir pertama!"

"Ayo buka!"

Angkuh, Xiao Ju membalas, "Tidak seharusnya kado ini dibuka, melainkan dibuang!"

Selir Yun Zhi dan pelayannya belum sampai pintu keluar. Tentu mereka mendengar apa yang dilontarkan selir Xiao Ju.

"Kalau mau dibuang, setidaknya lihat isinya dulu, selir Xiao," ujar Raja sambil menggoyang-goyangkan cangkir porselen anggur putihnya.

Semua orang sepakat. Mau tak mau, selir Xiao Ju membuka kado itu lebih dulu.

"Ha ha, paling isinya hanya tusuk konde busuk," celetuk salah seorang.

"Bukan tusuk konde, melainkan taring serigala putih, ha ha."

Kebetulan taring serigala adalah ciri khas perhiasan orang-orang barat daya. Dan Yun Zhi pun punya satu, tetapi tak akan pernah ia serahkan pada siapapun, karena itu satu-satunya hadiah dari mendiang sang ayah terkasih.

Tanpa daya tarik secuil pun, Xiao Ju membuka kotak kado tersebut. Namun, begitu isinya terlihat, Xiao Ju malah terbelalak disertai tatapan tak menduga ke arah selir Yun Zhi yang baru saja meninggalkan pintu utama.

"Kipas gunung Kunlun."

Raja dan semua orang terperangah. Pandangan mereka benar-benar beruntung hari ini. Mereka diberi kesempatan memandang karya epik dari tangan seorang mendiang.

"Itu kipas karya dewa pelukis!" Seruan seseorang memecah ketegangan.

"Dewa pelukis? Bukankah ia satu-satunya pelukis yang karyanya sangat berharga, dan digilai banyak raja?" lanjut yang lain.

"Ya dewa … selir Xiao Ju sangat beruntung mendapat hadiah seberharga itu dari selir Yun Zhi."

Raja A Jhu tersenyum. Dengan tatapan menggoda ia bertanya. "Masih ingin dibuang?"

Xiao Ju ragu sekaligus malu menjawabnya. Ia meletakkan kado tersebut.

"Kalau kau masih tidak mau, kau bisa memberikan kado itu untukku. Toh, yang aku lihat barangnya, bukan pemberinya," ujar raja.

Jujur, selir Xiao Ju selalu ingin punya karya-karya dari tangan dewa pelukis. Ia tak pernah mendapat, karena karya miliknya sangat langka.

Giliran ia mendapatkan secara mudah, tetapi ia dibebani gengsi atas nama kebencian.

Perasaan Xiao Ju jadi dilema. Ia diam, menimbang-nimbang.

***

Pecah sudah tangisan Yin Er yang sedari tadi ditahan.

"Nyonya, kita pulang saja ke barat daya. Aku tidak mau nyonya terus-terusan mendapat penghinaan. Sudah cukup lima tahun kita menelan semuanya, nyonya," ucapnya di sela isak tangis.

Yun Zhi menanggalkan satu persatu aksesoris, termasuk cadar sutera yang selama ini menjadi pelindung kecantikan pari purna miliknya.

"Nyonya, mereka terlalu keji," lanjut Yin Er.

"Nyonya adalah Dewi kecantikan di barat daya. Semua orang mengagumi kesempurnaan wajah nyonya, tapi mereka selalu menyebut nyonya buruk rupa. Aku benar-benar tidak tahan lagi, Nyonya."

Rambut Yun Zhi terurai. Kemudian diikatnya menggunakan pita hitam. Ia berjalan, membuka jendela. Dari tempatnya berdiri, pohon persik dapat dilihat secara jelas. Daun-daun berguguran ditiup angin. Helaian rambut Yun Zhi ikut menari-nari.

"Jauh di ujung sana negara kita terbentang," ucapnya lembut.

"Meski dinginnya lebih dingin dari negara ini, akan tetapi mereka selalu punya pakaian tebal serta rumah-rumah untuk berlindung."

Tangisan Yin Er riuh rendah. Kelopak bunga persik berhasil masuk, berterbangan digulung angin.

Salah satunya menghinggapi pipi basah Yin Er, dan salah satunya juga menghinggapi tangan lembut Yun Zhi.

"Yin Er, di tempat seluas negara kita, kita bahkan tidak punya tempat untuk kembali. Lantas, bagaimana kita akan tinggal, melindungi dari kedinginan yang ada?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel