6. Bukan Siapa-siapa.
Mohon bantuan subscribenya yah, Kak.
Kosongnya posisi perdana menteri pertanian, dan keuangan negara membuat raja A Jhu segera bertindak.
Pria berumur 25 tahun itu memanggil dua cendekiawan dari dua keluarga kurang terkenal. Akibatnya, raja tidak mendapat dukungan melainkan kebencian yang semakin menjadi-jadi.
"Yang mulia jangan coba-coba membangunkan tidurnya serigala lapar," ucap si laki-laki paling tua bila dijejerkan dengan seluruh jajaran perdana menteri.
Laki-laki tua itu lahir tanpa seorang ayah. Oleh karenanya ia tidak punya nama belakang. Namun, tidak disangka, ketidakberuntungan kelahirannya itu malah membawa berkah. Yaitu diangkatnya ia menjadi saudara mendiang kakek raja A Jhu. Hubungan tak resmi itu sempat ditentang, sekaligus digunjingkan oleh seluruh penduduk. Tidak disangka, hubungan itu malah tetap berjalan hingga detik ini.
"Hambamu sudah bau tanah, belum tentu pedang yang hambamu ayunkan selihai dulu."
Raja A Jhu tak menanggapi. Ia tetap asyik mengasah mata pedang yang sebenarnya sudah sangat tajam.
"Yang mulia …" Sekarang laki-laki tua renta itu setengah kesal. "Lain kali yang mulia harus mendiskusikan ini bersama para menteri lain."
Mendadak tangan raja A Jhu berhenti mengasah. Tapi pandangannya tak lepas dari mata pedang itu sendiri.
Tampaknya sang raja tengah berpikir. Dan detik demi detik berikutnya, ia melanjutkan mengasah mata pedangnya sambil berkata, "Di kursi panas ini, selain denganmu, aku tidak punya satupun yang bisa kupercayai. Jika aku mengambil keputusan atas saran mereka maka hanya ada dua hal, terisinya posisi yang kosong dan masuknya lagi orang asing yang harus aku curigai."
Si pria tua renta sempat terdiam. Tempat mereka biasa bertukar pikiran ini menjadi hening. Saking heningnya, suara asahan pedang begitu mencolok bagai menusuk-nusuk.
"Lalu, apa maksud yang mulia, yang mulia sudah mengenal baik siapa cendekiawan muda itu?"
Raja A Jhu tidak menanggapi. Intinya, jelas ia mengenal baik siapa dua cendekiawan tersebut. Kalau tidak, mustahil ia langsung memberinya posisi penting.
***
Dua pagi sudah, Yun Zhi meminum ramuan yang dikirim raja A Jhu melalui jendral Li. Meski tidak secara langsung, akan tetapi pagi ketiganya Yun Zhi merasa lebih baik.
Tubuhnya tidak begitu menggigil walau musim gugur hampir-hampir mencapai puncak.
Hal itu juga dirasakan Yin Er. Sebabnya, ia sangat senang di pagi ini. Saking senangnya, ia secara khusus membuat kue khas dataran barat daya sebagai rasa syukur. Ia pun membagikan kue tersebut kepada dua penjaga di depan gerbang kediaman nyonya nya.
"Ambilah, ini bentuk rasa syukur kami," ucap Yin Er secara tulus.
Sayangnya, tidak satupun dari mereka menganggap pelayan itu ada. Mereka jangankan menerima pemberian Yin Er, melirik pun enggan.
"Ada apa? Ini enak, sungguh." Agar mereka percaya, Yin Er bersemangat mencicip di depan kedua pengawal tersebut.
Bukannya terkesan, yang ada mereka malah memalingkan wajah, seolah-olah tak sudi memandang pelayan tersebut.
Seketika semangat Yin Er menguap. Ia tertunduk lesu, menahan sesak dalam dada yang membuncah.
"Baiklah, jika tidak mau." Yin Er mengalah. Gadis muda itu berlalu masuk dengan langkah lesu seakan kehilangan energi.
"Lima tahun sudah berlangsung. Usia nyonya pun bukan remaja lagi. Sudah sepantasnya, raja sering berkunjung kemari. Tapi pil pahit ini belum juga diambil. Kami harus tetap menelannya meski …"
"Yin Er!" Dari pintu rumah, Yun Zhi bersemangat melambai-lambaikan tangan.
Yin Er enggan menunjukkan kesedihan di depan nyonya nya. Segera ia mengusap air mata, dan mengembangkan bibir.
"Iya, Nyonya," sahutnya, mempercepat langkah.
Yun Zhi mengambil alih sepiring kue buatan Yin Er. Lalu, ia memakannya sambil berkata, "Kue buatanmu enak sekali. Saat aku makan seraya menikmati daun yang berjatuhan, aku seolah berada di depan kamarku di negeri yang jauh disana."
Mendengar penuturan Yun Zhi, perasaan bahagia Yin Er yang sempat menguap serta merta menyeruak menyelimuti hatinya yang terluka.
"Kau harus sering-sering membuat ini, Yin Er," tambah nyonya nya lagi. Kemudian selir ketiga itu melenggang masuk.
***
Penghujung musim gugur bertepatan dengan hari ulang tahunnya selir Xiao Ju.
Ia sengaja membuat acara perayaan di istananya. Semua selir ia undang, kecuali Yun Zhi. Tentu karena ia menaruh kebencian terhadap wanita itu hingga mendarah daging. Padahal selama hidup lima tahun di negara ini, Yun Zhi tak pernah sekalipun mengusik Xiao Ju atau mungkin membalas kekejian wanita itu terhadapnya.
Sayang, nasib buruk bagai melekati jiwa Yun Zhi. Wanita tidak bersalah itu malah mendapat undangan perayaan ulang tahun Xiao Ju. Entah siapa yang mengirim, jelasnya orang itu pasti menginginkan selir Yun Zhi dipermalukan di hadapan semua orang oleh selir Xiao Ju.
"Nyonya, mustahil selir Xiao Ju mengundang anda," ujar Yin Er, "apa nyonya lupa? Selama empat tahun lalu, nyonya tidak pernah diundang. Baik acara perayaan ulang tahun, maupun acara selir Xiao Ju yang lainnya," tambah Yin Er, terlampau khawatir.
Yun Zhi tak menggubris. Ia malah yakin sekali kalau Xiao Ju benar-benar mengundangnya. Oleh karena itu, ia sengaja menyiapkan hadiah terbaik sekaligus terlangka yang menjadi idaman para raja raja.
***
Tenggg
Tenggghh
Tengghhhh
Guqin ditabuh. Pemainnya terkenal sepanjang jalannya permusikan di negara ini. Orang bilang, ia dewa musik. Bila sinar dipetik, maka semua terbuai.
Seorang selir kaya raya seperti Xiao Ju tentu akan mengundang musisi tersebut. Lebih-lebih, tamu undangan spesialnya adalah raja sendiri.
"Aku tidak menyangka, kau akan bisa memanggil musisi seperti dia," ujar Raja seraya mengarahkan pandangannya ke pemain guqin tersebut.
Xiao Ju merasa dipuji. Bibirnya mengembang sempurna.
"Selama ini, aku sendiri butuh waktu hanya untuk mengundang dia. Dan kau …" tambah raja.
Xiao Ju semakin terbang. Ia pun merasa usahanya membujuk musisi tersebut tidak sia-sia. Dan ia pun tidak menyesal telah datang sendiri ke kediamannya, yang bertempat di pegunungan jauh.
"Aku tahu paduka telah lama menginginkan kedatangannya, jika bukan, mana mungkin hamba mau susah payah memanggil musisi itu," balas Xiao Ju melebih-lebihkan diri.
A Jhu tersenyum. "Ini hari ulang tahunmu, harusnya aku yang bisa membuatmu bahagia. Tapi ini malah terbalik."
Xiao Ju terkekeh-kekeh menutup mulut dengan sebelah tangan. Secara bersamaan, pandangan selir pertama itu malah mengarah ke seseorang yang sama sekali tak ia inginkan, baik di acara ini maupun di setiap kehidupannya
Bak kilatan petir menyambar. Ia seketika terbangun dari duduk santainya. Aura kebahagiaan tidak lagi terpancar. Yang ada hanya tatapan tajam dari matanya yang berkilat-kilat laksana mata pedang.
Ekspresi Xiao Ju tentu membuat para tamunya terbengong. Guqin yang dipetik pun dihentikan. Lalu, mereka semua serempak melihat ke arah yang sama dengan selir Xiao Ju.
"Beraninya kau menginjakkan kaki di rumah ku, hah!!!"