Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6

Lagi-lagi Ryu mendatangi Alardo. Ia akan menceritakan apa yang terjadi semalam pada Alardo. Dan ia sangat bersemangat akan itu.

"Kau tahu, semalam sangat luar biasa." Ryu mulai berceloteh. Alardo sebenarnya tak ingin menanggapi Ryu tapi sepertinya hanya dia yang dimiliki Ryu untuk bercerita, jadilah dia mendengarkan Ryu sambil bermain game.

"Crystabel benar-benar mengagumkan. Dia berhasil membuat orangtuaku membatalkan perjodohanku dengan Arabelle."

Alardo bisa fokus pada dua hal, dia main tapi dia juga bisa menanggapi seruan Ryu, "Orangtuamu tahu manusia seperti Crystabel mungkin tidak akan menipu mereka. Manusia tidak banyak bicara itu pasti membuat orangtuamu terpukau dengan betapa iritnya kata-kata yang keluar dari mulutnya."

"Kau terlalu merendahkannya. Dia membuat orangtuaku terpukau bukan dengan irit bicara tapi dengan semua kata-katanya yang meyakinkan."

"Orangtuamu aneh kalau begitu."

"Aku pikir kau akan benar-benar menyesal, Al. Dia benar-benar berubah. Jika tahu setelah kau mencampakannya dia akan berubah seperti itu maka aku pikir dari dulu saja kau campakan dia dan aku akan memungutnya. Dia benar-benar seperti berlian."

"Dimatamu dia berlian dimataku dia hanya debu."

"Kau tidak berprikemanusiaan sekali, Alardo. Bagaimana kau mengucapkan kata kejam itu dengan mudahnya."

"Karena aku tidak biasa mengucapkan kata-kata manis."

"Itulah kenapa wanita tidak berani mendekatimu."

"Itu bagus. Aku tidak ingin membuang waktuku untuk sekedar menolak mereka." Alardo memang terkenal dingin. Bukan hanya pada Crysta tapi hampir ke semua orang. Athaaya, kekasihnyapun tidak luput dari dinginnya seorang Alardo.

"Kau tidak menyenangkan sama sekali."

"Aku sangat menikmati hidupku."

"Kau pria tua!" Ryu mulai jengkel.

"Kau tidak sadar umur!" Alardo menjawab datar.

"Kau manusia es!"

"Kau penghangat ranjang!"

"Kau tidak berperasaan!"

"Kau gila!"

"Ingin mati, hah!"

"Kau saja dulu."

"ALARDO!" Dia kesal sendiri.

"Bodoh!" Alardo bersuara datar. Dia menggelengkan kepalanya karena merasa Ryu sangat bodoh. Sudah tahu jawabannya akan mengesalkan tapi terus saja mengajaknya bicara.

"Aku tidak akan bicara denganmu lagi."

"Itu bagus."

Ryu makin jengkel. Akhirnya ia menghela nafas, sadar jika dia telah melakukan hal yang salah. Salahnya karena bicara pada Alardo dan salahnya karena masih mendatangi Alardo padahal setiap kali dia datang pasti akan berakhir dengan kekesalan seperti ini.

"Aku tidak akan menemuimu. Tapi, jangan lupakan sabtu malam kau harus datang ke pesta kolam renang yang aku adakan di kediamanku." Dan dia masih berharap Alardo datang.

"Jika aku tidak sibuk."

"Oh, ayolah. Jawabanmu selalu sama. Setidaknya ganti sedikit 'Aku ada urusan' misalnya."

"Itu karena aku sudah bosan mendatangi pestamu yang kau adakan 2 minggu sekali. Astaga, benar-benar membuang waktuku."

Ryu mengepalkan tangannya, wajahnya merah nyaris hijau, jika saja asap bisa keluar dari telinga dan hidungnya mungkin sekarang sudah keluar. "Kau bangsat!"

"Tidak tertolong lagi." Alardo segera bangkit dari sofa karena dia tahu Ryu pasti akan melemparinya dengan vas bunga yang ada di meja.

Prang!! benar saja, lemparan itu meleset, like usually.

"Aku membuang waktuku disini."

"Kau sadar tapi kau datang kesini tiap harinya."

"Itu karena kau sahabatku."

"Salah, itu karena tak ada yang bisa kau datangi lagi selain aku."

"Kau idiot!"

"Ketika orang idiot teriak idiot, rasanya sangat menggelikan."

Ryu mencari-cari apa yang bisa dia lempar tapi sayangnya dia tidak mendapatkan sesuatu selain dari bantal sofa. Dia masih mengambil bantal itu dan melemparnya pada Alardo namun Alardo berhasil mengelak. Harusnya dia melempar granat tadi, maka selesai sudah dendam kesumatnya.

"Pintu keluar disana!" Alardo menunjuk ke pintu keluar.

Ryu memutar kepalanya meregangkan lehernya yang kaku, ia memejamkan matanya beberapa saat lalu melangkah keluar dari ruangan Alardo. Tadinya dia ingin memaki Alardo tapi dia tahu hal itu sia-sia. Dia pergi saja daripada tambah emosi.

**

Ada yang bisa dia datangi selain Alardo, yaitu Crystabel.

"Mau minum apa?" Crysta menanyakan seakan dia pandai membuat berbagai minuman.

"Apa saja yang bisa mengurangi emosiku, sweet pie."

Crysta geli dengan panggilan itu tapi dia harus membiasakan dirinya, setidaknya untuk 3 bulan saja, "Ada apa? Kau tidak dapat 'jatah'?"

Pertanyaan Crysta membuat Ryu meringis, "Apa menurutmu aku akan galau hanya karena itu?"

"Tidak sih. Tapi mungkin saja."

"Alardo, ini semua karena Alardo."

"Waw, itu pasti sangat buruk. Melihat kau berakhir disini dengan wajah seperti ini."

"Benar-benar buruk, sweet pie." Ryu memasang wajah teraniaya.

Crysta tertawa geli, "Aku buatkan minuman dulu. Jangan hancurkan galeriku karena kemarahanmu."

"Aku masih waras."

"Dan mungkin akan kehilangan sebentar lagi."

"Waw, kau sudah mirip Alardo sekarang, sweet pie."

"Aku tidak suka disamakan dengannya. Setidaknya aku setingkat lebih baik." Crysta mengangkat bahunya cuek lalu segera melangkah ke dapur.

Ryu melihat hasil lukisan Crysta, "Dia benar-benar pelukis yang baik." Ia menilai lukisan Crysta yang memang indah. Mungkin jika dijual harganya akan cukup tinggi.

"Kau tidak bekerja?" Crysta datang dengan dua cangkir di tangannya.

Ryu kembali ke sofa, "Aku bosnya. Aku bisa datang dan pergi sesuka hatiku."

"Contoh bos yang buruk." Crysta mencibir Ryu. "Minumlah ini."

Ryu melihat ke cangkir yang ada di meja, "Espresso?"

"Ya, tidak suka?"

"Tidak.. Hanya saja ini bisa diminum?"

"Aku memasukan racun disana."

"Kau jahat sekali." Meski mengatakan jahat, Ryu tetap meminum kopi itu. Rasanya,,, enak.

"Bagaimana dengan orangtuamu? Apakah dia mengeluh tentang aku?"

"Tidak. Jika mereka berani mengeluh maka aku akan memacari pria mulai dari hari ini."

Crysta tertawa geli, "Itu ide bagus."

"Kau tidak patah hati ketika pria sempurna sepertiku jadi gay?" Ryu mendekatkan wajahnya ke wajah Crysta.

Crysta menggelengkan kepalanya, lalu ia membisikan sesuatu, "Tapi, aku pikir ketika ada wanita sepanas aku didekatmu, kau tidak mungkin jadi gay." Ia menggoda Ryu.

Ryu memiringkan wajahnya. Mendaratkan bibirnya di bibir Crysta. Mereka berciuman untuk pertama kalinya di hari ketiga mereka berpacaran.

Untuk orang yang menurut Ryu sangat jarang bersentuhan dengan orang, ciuman Crysta bukanlah ciuman seorang pemula. Bahkan, bisa dikatakan ciuman Crysta menyamai ciuman para wanita yang pernah bersamanya. Apa mungkin bagi pemula bisa seperti ini? Ryu tidak mau pusing. Dia hanya menikmati dan mengabsen isi dalam mulut Crysta.

"Goshh,, pie-ku!" Crysta bersuara panik setelah melepaskan ciuman dari Ryu. Dia tidak sedang menghindar karena malu. Dia memang sedang menunggu pie-nya matang.

Ryu mengelap bibirnya dengan ibu jari, "A good kisser." Ia tersenyum mesum.

"Sweet pie, bagaimana dengan pie-mu?" Ryu bangkit dari tempat duduknya. Alih-alih ingin tahu tentang pie, Ryu ingin merasai bibir Crysta lagi.

"Mereka baik-baik saja." Crysta memperlihatkan pie buatannya.

"Kau sangat menggoda."

"Hah?"

"Pie-mu sangat menggoda." Ryu segera merubah ucapannya.

Crysta benar-benar tidak mendengar ucapan Ryu yang pertama. Dia hanya mendengar kata terakhir Ryu.

"Lebih menggoda ini atau aku?" Crysta menggoda lagi.

Ryu tersenyum, "Sweet pie ini jauh lebih menggoda." Ryu mendekat pada Crysta, ia memajukan wajahnya, setelah jarak hanya tinggal 1 cm saja, Ryu menjauhkan wajahnya sambil memakan pie yang Crysta buat. "Ini benar-benar menggoda." Ia menunjukan pie yang sudah ia gigit sedikit pada Crysta.

Crysta tertawa pelan. Ryu membuatnya salah berpikir jika Ryu akan menciumnya tapi nyatanya Ryu menggodanya dengan mengambil pie tanpa dia sadari, "Baiklah, aku kalah dengan sweet pie-mu yang lain." Crysta menampakan raut terluka dibuat-buat. "Sekarang kembali ke depan."

"Okay, Sweet pie." Ryu segera kembali ke sofa.

**

Malam tiba. Crysta sudah berada di stage. Melakukan pekerjaannya dengan baik dengan senyuman indahnya yang memikat.

"God, Ryu. Kenapa kau membawaku kesini?!" Alardo tidak suka tempat bising. Dia pencinta ketenangan.

Ryu membawa Alardo ke tempat biasa ia duduk, "Untuk melihat Crysta."

"Sial, Ryu! Kenapa kau mengajakku, brengsek!"

"Karena aku tidak punya sahabat lain."

"Tapi banyak teman lain yang bisa kau ajak!"

"Aku tidak dekat dengan mereka seperti aku dekat denganmu."

"Hell! Memangnya kau pikir makhluk Antariksa itu mau datang ke tempat ini?!"

"Itu!" Ryu menunjuk ke stage. "Dia sudah ada disana."

Alardo menatap ke arah stage. Wajah itu berubah dan juga penampilannya.

"Jangan melihatnya seperti itu?" Ryu bersuara tak suka. "Dia milikku."

"Memangnya aku melihatnya seperti apa?!" Alardo tak peduli sama sekali dengan Crysta. Perubahan Crysta tak mempengaruhinya sama sekali.

"Kau tampak terpesona." Ryu menggoda Alardo. Dia tahu jelas jika Alardo hanya menatap Crysta datar. Sepertinya usaha Crysta akan sia-sia saja. Alardo tak tertarik pada perubahan Crysta.

"Merubah fakta adalah keahlianmu."

"Kau tidak seru sama sekali. Aku pikir kau akan terpesona dan menganga. Atau mungkin kau akan mimisan melihat Crysta yang luar biasa sexy."

"Menyenangkan hatimu bukan tujuan hidupku. Aku pulang. Banyak pekerjaan yang lebih penting dari kesenanganmu."

Ryu memegang bahu Alardo, "Oh, ayolah. Jangan terlalu serius bekerja. Kau harus santai, kawan."

"Aku tidak bisa santai jika ada kau." Alardo menyingkirkan tangan Ryu dan segera bangkit. Ia pergi ke arah pintu keluar.

"Si bangsat itu!" Ryu memaki kesal. "Aku harus mengangkat banyak sahabat. Bagaimana mungkin dia meninggalkan aku seperti ini? Dimana letak kesetiakawanannya?! Dimana letak hati nuraninya?! Ah, aku lupa. Alardo lahir tanpa hati nurani." Ryu meraih meraih minuman dan menuangkannya ke gelas. Meminum minuman itu dan semua ocehannya yang tertahan ikut tertelan bersama dengan minuman tadi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel