Blokir Seluruh Aset
Saat ini Isa dan Emilia masih berada di mall, baru saja makan malam bersama. Setelah kejadian pertemuannya dengan pak Arman, Emilia lebih banyak diam. Banyak pertanyaan yang bisa lontarkan pun juga dijawab singkat oleh sang kekasih itu. Sehingga setiap perubahan sikap dari kekasihnya itu membuatnya merasa aneh dan memutuskan untuk mengajak berbelanja Emilia.
"Isa, ngapain ke sini? Aku capek pengen istirahat di rumah. Pulang aja yuk!" Ajaknya dengan ekspresi wajah badmood.
"Yakin mau pulang? Di sini banyak barang branded loh, lihat tuh koleksi make up sama tasnya, kayaknya ada keluaran terbaru,"
Emilia mendongakkan wajahnya melihat kearah tempat yang ditunjuk Isa. Pada akhirnya kekuatan dan keimanan Emilia pun goyah, dengan perasaan penuh dengan penasaran datang menghampiri tempat make up itu. Sementara Isa tersenyum tipis sembari mengikuti sang kekasih itu dari belakang.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?"
"Mbak make up keluaran terbarunya mana ya? Kalau bisa yang limited edition ya mbak!"
"Mari saya antar!"
"Kamu belanja dulu gih! Aku tunggu di sini ya, belanja sepuas kamu!" Ucap Isa sembari mengusap rambut sang kekasih begitu lembut.
Seketika senyuman Emilia maraka sempurna, wajah yang semula kusut itu pun kini bergembira. "Beneran aku belanja sesuka aku? Nanti kalau aku kalah gimana Isa?"
"Gak apa-apa dong, apapun yang bisa membuatmu bahagia pasti akan aku lakukan,"
Selepas kepergian Emilia berbelanja, Isa kemudian mendudukkan dirinya pada sofa yang kebetulan disediakan di tempat tersebut. Iya iseng untuk membuka ponselnya guna mengecek pekerjaan masuk hari ini mengingat bahwa ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Tetapi pada saat ia membuka suatu aplikasi chat tidak sengaja membaca pesan masuk dari sang papah berupa ancaman. Awalnya ia berpikir bahwa papanya itu tidak akan pernah serius melakukannya karena tidak tega dengan dirinya, tetapi setelah beberapa detik kemudian ia mendapatkan notifikasi dari debit yang terpaut pada email di hp-nya itu bahwa sang papa memblokir akses.
Isa pun terkejut yang mendapati itu. Iya masih berusaha untuk tenang karena mengingat debit yang dipegangnya tidak hanya satu, ia mengecek satu persatu debit itu. Tetapi ternyata dari 5 debit itu tidak ada satupun yang masih aktif, papanya memblokir seluruh akses itu.
Bersamaan dengan kejadian itu Emilia pun datang sembari membawa barang belanjaan begitu banyak, dengan perasaan bahagia.
"Isa, aku sudah selesai belanja. maaf ya kalau aku khilaf, aku tidak sengaja tadi mau ambil barang-barang ini," ucap Emilia.
Isa pun hanya mengangguk sembari tersenyum tipis. "Kita bayar yuk!"
Setelah berbelanja mereka memutuskan untuk pulang, namun sepanjang perjalanan Isa hanya terdiam seribu bahasa sembari fokus menyetir. Bahkan beberapa kali Emilia mencoba untuk mengajaknya berbicara tetapi tidak dihiraukan oleh Isa. Sehingga hal itu membuatnya merasa kesal.
"Ck! Isa! Kamu tuh kenapa sih? Dari tadi aku ngomong aja kamu berbicara tetapi tidak mendapatkan respon apapun. Sebenarnya kamu itu ikhlas gak sih belanjain aku?"
Mendengar itu seketika Isa pun menolehkan kepalanya ke arah samping menatap Emilia.
"Ya ikhlas dong. Kamu kok tanya gitu sih?"
Emilia menghela nafasnya berat. "Dari tadi kamu diem loh Isa, aku banyak berbicara pun kamu tidak menyahut sama sekali. Apa yang sedang kamu pikirkan sebenarnya? Kamu mikir istri kamu ya?"
"Ck! Kenapa sih kamu selalu membahas dia ketika bersamaku? Berapa kali aku harus mengatakan kepadamu bahwa aku tidak menyukainya!" Ucapnya menaikkan nada berbicaranya.
Emilia tersentak kaget mendengar nada berbicara itu. Pasalnya ia tidak pernah mendengar sang kekasih menaikkan nada berbicaranya, hal itu semakin membuatnya malas.
"Berhenti! Biar aku turun disini! Aku bisa pulang sendiri!" Jawabnya tegas.
"Emilia! Biar aku antar pulang!"
"Berhenti Isa!"
"Emil-"
"Berhenti atau aku lompat dari mobil ini sekarang juga!" Ancamannya begitu tegas dan dingin. sehingga membuat Isa pun merasa takut pada akhirnya menuruti permintaan sang kekasih hati itu dan menghentikannya tepat berada di tepi jalan. Perjalanan rumah Emilia dari jalan tersebut masih sangat lama, dia tidak tega meninggalkan sang kasih hati. Beberapa kali mencoba untuk membujuk wanita itu tetapi tidak berhasil. Indah pada akhirnya memilih untuk menuruti apa yang diperintahkan oleh Emilia.
Isa melajukan mobilnya begitu cepat. Hanya memakan waktu kurang lebih 20 menit ia bisa sampai di depan rumahnya. Mobil belum terparkir dengan sempurna ia pun sudah beralih masuk ke dalam rumah dan berteriak mencari keberadaan sang papa.
"Pah! Papah..! Papah..!" Teriaknya sangat kencang.
"Isa, kamu kenapa teriak-teriak sih? Ada apa?" Tanya sang mamah turun dari langai dua.
"Di mana papa, mah?"
"Lagi ada kerjaan di luar. Emangnya kamu kenapa? Tidak biasanya mencari papahmu?" Tanyanya heran.
"Aarrkkkhhh...!! Sial!"
"Seluruh akses debitku diblokir oleh papa," keluhnya.
"Kok bisa? Memangnya apa yang kamu lakukan sampai membuat papamu marah? Tidak mungkin jika tidak ada sebabnya bapak melakukan semua ini," tanya sama mama mengintrogasi.
"Diam-diam putramu itu menjalin hubungan dengan wanita sialan itu lagi. Beberapa hari yang lalu dia juga membelikan mobil sport untuknya, kalung berlian, dan membuat rumah untuk wanita itu!" Sahut sama papa yang datang secara tiba-tiba dari belakangnya.
"Isa! Aku tidak habis pikir denganmu, berapa kali papah mengatakan kepadamu untuk menjauhi wanita itu? Semua ya papa lakukan ini demi kebaikan kamu," celetuknya lagi.
Sang mamah yang mendengar itu pun ikut murka. "Memang benar seharusnya papa memblokir akses debitmu. Tolong jangan bodoh dalam mencintai Isa! Wanita itu pasti hanya akan memanfaatkan kekayaanmu saja, kemudian ketika sudah mendapatkan semuanya mereka akan pergi meninggalkanmu!"
"Pah, mah. kalian boleh membenci kedua orang tuanya, tetapi tolong jangan membenci Emilia. Dia orang baik, tidak seperti yang kalian pikirkan!" Tegas Isa membela Emilia.
"Kamu sudah memiliki istri, tidak semestinya memberikan barang-barang itu kepada wanita lain sementara istri kamu sendiri tidak tercukupi di rumah. Di mana otak kamu Isa?" Murka sang papah.
Kedua tangan Isa mengepal kuat, amarahnya semakin membara ketika mendengar istilah istri disebut. Ia semakin membenci Nikita karena sang papah terus membela Nikita.
"Aku tidak akan memberikan kembali akses itu sebelum kamu memutus hubungan dengan mantan kekasihmu, dan berhubungan baik dengan Nikita!" Tegasnya.
Seketika Isa tersenyum sengit. "Aku akan menceraikan Nikita! Kemudian kembali bersama Emilia, meskipun tidak mendapatkan restu dari kalian!" Ucapnya sinis.
"Isa! Berani kamu melakukannya, aku tidak akan segan mengusirmu dari rumah ini!" Sahut sang papah tegas.
Tetapi tidak dihiraukan oleh putranya. "Aku tidak peduli! Tanpa fasilitas dari papa aku bisa hidup sendiri,"
"Aku juga tidak bermain-main dengan ucapanku, cepat atau lambat aku pasti akan menceraikan Nikita!"
Sang papah tersenyum sengit. "Kamu menantang papah? Emangnya kamu pikir setelah keluar dari rumah ini wanita itu masih mau denganmu? Jangan harap Isa!"
"Pergilah dari rumah ini jika memang kamu yakin bahwa wanita itu masih mau dengan lelaki gelandangan dan tidak memiliki apa-apa!" Ucap sang papah begitu sengit.
Bersambung...