Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ide Gila

“Selamat pagi Pak Arman. Anda di tunggu untuk meeting secepatnya, Pak.”

Seorang pemuda lain datang ke lokasi Alex dan Arman berada. Pemuda itu melihat sekilas ke arah Alex lalu melihat ke arah Arman lagi. Dia ternyata adalah Raka, asisten pribadi Arman.

“Heeh satpam! Awasi dia, suruh dia bersihkan dulu!” ucap Arman dengan sisa kemarahannya.

“Baik, Pak.”

Arman segera saja pergi meninggalkan tempat itu bersama dengan asistennya. Alex yang masih ada di sana segera didatangi para wanita yang sedari tadi ada di sana.

“Pak Arman emang sering begitu, Pak. Jangan diambil hati ya. ini tisu buat lap yang kotor,” ucap seorang gadis.

“Makasih. Emang Pak Arman itu siapa?” tanya Alex.

“Pak Arman itu direktur pemasaran di sini, Pak. Dia juga putranya Pak Baskara.”

“Anak Pak Baskara? Maksudnya Pak Baskara pemilik perusahaan ini?”

“Iya.”

‘Jadi itu anak tiri Ayah. Orang kaya gitu ga bisa dikasih perusahaan, bisa hancur perusahaan ini.’

Setelah membersihkan tumpahan kopi itu, Alex segera saja pergi meninggalkan area parkir. Dia harus pergi menemui Erik terlebih dahulu karena dia tidak mengerti di mana letak ruangannya.

Alex segera menuju ke ruangan Erik, dia bertanya ke beberapa orang sampai menemukan ruangan yang dia cari. Dan kebetulan bertepatan dengan Erik keluar dari ruangannya.

“Kamu sudah datang? Ayo ke ruangan meeting. Sebentar lagi meeting dimulai,” ucap Erik.

“Meeting? Tapi ini hari pertama saya kerja.”

Erik berbalik melihat Alex, “Apa seperti ini sikap seorang profesional?”

Alex tersadar dari kebodohannya, “Maaf, di mana meetingnya?”

“Ikuti saya.”

Dua orang itu berjalan menyusuri koridor yang ada di depan ruangan Erik. Tidak lama kemudian mereka pun berhenti dan Erik menyuruh Alex masuk ke tempat itu mencari manajernya.

Tanpa berani membantah lagi, Alex segera masuk dan melakukan seperti pa yang di perintahkan.

“Kamu wakil manajer tim 3 yang baru ya?” tanya seseorang.

“Iya, Bu. Saya Alex.”

“Ini tempatmu. Saya Jeanny, manajer kamu. Pelajari ini dalam 10 menit. Sebentar lagi rapat dimulai,” ucap Jeanny sambil memberikan sebuah map kepada Alex.

‘Gila aja ya orang di sini semuanya serba cepat. Beda emang kalo perusahaan besar,’ ucap batin Alex kagum.

Alex mulai membaca lembar per lembar kertas yang ada di tangannya itu. Dia beberapa kali menggelengkan kepalanya dan mengerutkan alisnya. Dia sangat bingung kenapa kertas seperti ini ada di tangannya.

“Maaf, Bu. Ini produk yang akan tim 3 pasarkan?”

“Iya ... emang kenapa?”

“Yang bener aja, Bu. Masa produk kaya gini diproduksi oleh Media Grup. Jangan bercanda deh,” ucap Alex sambil terkekeh.

Tatapan mata Jeanny berubah, “Apa maksud kamu?” ucapnya lebih tegas.

Alex sadar kalau atasannya itu sedang marah, “Maaf Bu, saya rasa ini tidak layak dipasarkan oleh perusahaan sebesar ini. Apa lagi harga yang dipasang adalah 2 juta. Ini di lempar ke pasar dengan harga 300 ribu saja belum tentu laku.”

Jeanny makin geram pada Alex. Bagaimana bisa asisten yang baru saja bertemu dengannya malah menjatuhkannya secara telak seperti itu.

Alex yang merasa dia memberikan penilaian secara lugas pun santai saja. Dia meletakkan kertas yang ada di tangannya itu di depan Jeanny lagi. Dia tidak ingin bekerja untuk produk sampah seperti itu.

Pintu ruangan itu terbuka. Alex kaget saat dia melihat ada Arman masuk ke dalam ruangan dengan Raka. Untuk sesaat pandangan Arman dan Alex beradu, sampai pada akhirnya Alex menundukkan pandangannya.

“Heeh! Ngapain lu di sini?” tanya Arman sambil menunjuk ke arah Alex.

Alex mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Arman, “Saya anggota tim 3 yang akan ikut meeting pagi ini, Pak.”

“Anggota tim 3? Oh lu orang baru yang katanya nyelametin Papa gw ya? Aduuuh kelas sosial rendah emang cocok banget kerja buat kalangan rendah. Biar feel-nya dapet, iya ga?”

“Betul, Pak. Tim 3 emang ga pernah bener kerjanya. Mereka emang cocok kalo dihuni ama orang kelas rendah.”

“Iya bener, gembel ketemu gembel. Eh pastinya selain kamu Bu Jeanny,” ucap Arman sambil tertawa.

Alex kembali dibuat geram oleh tingkah Arman dan orang-orang di sana. dia juga kesal pada Erik, kenapa dia harus diletakkan di tempat rendah di tempat ini.

Pintu ruangan terbuka lagi dan seketika suara tawa itu menghilang. Ada sosok Baskara dan Erik masuk ke dalam ruangan.

“Langsung saja. Silahkan tiap tim mempresetasikan produknya yang akan diluncurkan,” ucap Baskara.

Satu persatu tim mulai maju mempresentasikan apa yang mereka bawa hasil dari diskusi dengan tim. Tentu saja di mulai dari tim 3, tim yang paling buruk di perusahaan ini.

Alex tidak ingin maju, dia menyuruh atasannya saja yang maju dengan alasan dia takut salah karena tidak ikut diskusi. Jeanny makin geram karena bawahannya kurang ajar.

Sampai tim 1 selesai memberikan presentasi, wajah yang ditampilkan Baskara tetap saja datar. Dia seolah menunjukkan kesan kalau dia tidak menemukan produk yang dia cari.

“Produk tim 1 akan jadi penjualan spesial karena akan menyambut ulang tahun perusahaan, Pa,” ucap Arman bangga.

“Kira-kira ada yang ingin memberikan ide lain?” tanya Baskara.

Alex memperhatikan slide milik tim 1 yang masih ada di layar dan dia mengingat produk dari tim lain. Dia ingin mengajukan sebuah usul yang sejak tadi menggelitik di kepalanya.

“Saya, Pak,” ucap Alex mengangkat tangannya.

Ada sebuah senyum tipis di wajah Baskara saat dia melihat Alex mengangkat tangannya. Dia berharap Alex mampu menunjukkan kemampuannya sebagai keturunan langsung Linda dan dirinya.

“Kamu mau usul apa?” tanya Baskara berusaha sedatar mungkin.

“Saya rasa produk terbaik hari ini adalah milik tim 2. Hanya saja masih memiliki beberapa catatan yang harus diperbaiki.”

“Tim 2? Tau apa lu tentang produk, hah!” ucap Arman emosi.

“Diam kamu! Biar dia melanjutkan keterangannya. Lanjutkan, saya mau dengar apa yang perlu diperbaiki.”

“Yang pasti bahan. Kenapa tim 2 tidak memilih bahan milik tim 1. Bahan special yang tentunya akan membuat nyaman saat istirahat. Bentuk sofa sudut yang ditawarkan juga sudah sangat bagus tapi akan lebih eksklusif lagi kalau di salah satu sudut sisinya diberi fitur pemijat. Biasanya orang kalau pulang dari kantor yang pertama dituju adalah sofa dan mereka bisa sampai tertidur di sana. Kenapa kita tidak memanjakan mereka dengan memberikan fitur pijatan sekaligus di sana,” ucap Alex menjelaskan idenya.

“Heeh! Lu udah gila apa ya. Siapa yang mau beli sofa kaya gitu. Orang kalo mau beli kursi pijat ya beda sama sofa santai.”

“Kalo ada sofa plus pijat kenapa harus beli dua barang yang pastinya akan lebih mahal dan akan memakan banyak ruangan di rumah.”

“Berapa harga barang yang kamu tawarkan untuk memasarkan ini?” tanya Baskara.

Alex terdiam sebentar sambil melihat ke arah kertas yang ada di atas mejanya. Mulutnya sedikit komat-kamit entah mantra apa yang dirapalkannya saat ini. Yang pasti apa yang dilakukannya ini membuat semua orang takut.

“Saya rasa ini bisa dijual di masa promo dengan harga 80 juta,” ucap Alex santai.

Sontak saja semua mata kini tertuju padanya. Pandangan yang sangat kaget dengan harga fantastis yang dikatakan oleh Alex. Selama ini mereka tidak pernah menjual barang semahal itu.

“Eh brengsek! Lu mau bikin perusahaan ini rugi apa ya. Lu pikir siapa yang mau beli sofa seharga itu. Mending lu pulang dan cari rumput buat makan kambing lu di kampung,” ucap Arman sambil berdiri.

“Iya benar apa yang dikatakan Pak Arman. Harga itu terlalu gila untuk sebuah sofa. Ga akan terjual dan kita akan merugi sangat besar. Para pemegang saham akan marah apa lagi sebentar lagi ulang tahun perusahaan.”

“Iya benar. Gila aja idenya. Orang baru tapi kok udah bikin ide segila itu. Nyusahin aja.”

Keadaan semakin ricuh setelah Alex mengeluarkan idenya. Dia tidak mengerti apa yang salah dengan idenya. Dia beberapa kali melihat ada banyak barang yang mahal juga di toko untuk sebuah kursi.

“Kamu ini mau gali kuburan sendiri ya di hari pertama kerja. Rasakan kalo bentar lagi kamu ditendang keluar dari perusahaan,” ucap Jeanny sedikit berbisik pada Alex.

Alex hanya menunduk, dia sedikit menyesal dengan apa yang dilakukannya. Cemoohan kian terdengar dan Baskara tampak diam saja di singgasananya.

“Ok, saya setuju. Alex buat proposalnya dalam 2 hari dan awasi sendiri produksinya. Kita luncurkan ide kamu. Tim 2, bantu dia. Meeting selesai, selamat pagi.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel