Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Alex Halim

Terdengar suara seseorang yang menghentikan bogeman Iwan akan mendarat di wajah Togar. Tiga orang yang ada di rumah itu segera melihat ke arah sumber suara.

“Berapa hutangnya?”

“10 juta eh 15 juta semuanya.”

“Heeh! Kamu ...”

“Rekening?”

Ada Baskara dan Erik berjalan mendekati rumah Iwan. Togar sangat senang melihat pria kaya mendekati rumah Iwan, ada harapan dia akan mendapatkan uang hari ini.

Togar segera saja menyebutkan deretan rekening bank miliknya. Dia tidak memedulikan peringatan Iwan. Dia hanya ingin uang saat ini.

Tring

“Sudah masuk. Sekarang pergilah!” ucap Erik yang mentransfer uang.

“Kalian berdua segera bersiap, kita ke kota sekarang!”

Iwan dan Linda saling berpandangan. Mereka tidak menyangka kalau Baskara akan datang ke rumah mereka pagi ini.

Setelah bernegosiasi, akhirnya terjadi kesepakatan antara Iwan dan Baskara. Baskara sama sekali tidak menolak apa saja yang di minta oleh Iwan, baginya yang terpenting adalah Iwan harus ikut bersamanya.

***

“Ini rumah yang akan kalian tempati mulai saat ini. Semua fasilitas yang ada juga bisa di gunakan.”

Iwan dan Linda melihat sebuah rumah minimalis dan sebuah mobil SUV seharga 500 juta sudah terparkir di depan rumah yang ada di depan mereka. Erik segera mengajak dua orang itu masuk untuk melihat lebih dalam.

“Wan, kamu bisa naik mobil kan?”

“Bisa, Pak.”

“Mobil itu bisa kamu pakai ke kantor setiap hari. Oh ya, silahkan ikut saya sebentar.”

Erik melangkah ke ruang tamu. Linda dan Iwan mengikutinya duduk di sana. Erik mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam tasnya lalu menyerahkannya pada Iwan.

“Mulai hari ini, nama kamu kembali menjadi Alex Daniel Halim. Kamu akan menjadi seorang wakil manager tim 3. Ini adalah fasilitas yang kamu dapatkan dan untuk identitasmu, semua sedang di urus. Dan jangan lupa, kamu akan mulai bekerja besok pagi.”

“Besok pagi?”

“Iya. Segala kebutuhkan kamu sudah disiapakan semua. Kamu hanya tinggal perlu segera belajar untuk menjadi salah satu calon penerus Media Grup.”

“Salah satu calon penerus? Apa maksudnya ada calon lain?”

“Iya. Ada dua anak Pak Baskara yang juga akan ikut bersaing. Oleh sebab itu, kamu harus segera memulai menunjukkan kemampuan kamu sebagai darah daging Pak Baskara.”

Erik mulai sedikit menceritakan tentang dua adik tirinya itu. Dia juga menceritakan bagaimana sepak terjang mereka berdua selama ini di perusahaan.

Iwan mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan Erik sebagai bekal dia bekerja besok. Dia juga mulai mencoba mengenali lingkungan perusahaan agar tidak terlalu memalukan.

“Kalo Viona sudah menjadi pimpinan Star Media, apa dia masih akan jadi pimpinan Media Grup?”

“Viona memang tidak begitu menginginkan posisi di Media Grup. Tapi perlu kamu ingat, dia selama ini menjadi anak andalan Pak Baskara. Kalau dua calon yang akan dia nilai tidak ada yang bisa melebihi Viona, maka gadis itu yang akan naik nantinya.”

“Sepertinya dia bukan gadis sembarangan. Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Tolong bantu saya, Pak.”

“Jangan andalkan saya, kamu harus mampu berdiri di kaki kamu sendiri saat ini. Pak Baskara sangat yakin, kamu pasti bisa.”

Iwan menghembuskan napasnya sekaligus. Dia merasa bebannya sangat berat saat ini. Menghadapi lawan yang belum pernah dia kenal dan lebih berpengalaman dari dirinya.

Tapi dia yakin, sebagai keturunan kandung dari Baskara dan Linda, dia pasti punya kemampuan untuk itu. Hanya saja selama ini belum dia asah.

“Baiklah, Lex. Saya harus pergi sekarang. Jangan lupa ke kantor jam 9 pagi besok pagi.”

“Baik, Pak.”

Alex membuka amplop coklat yang ada di atas meja itu. Dia mengeluarkan isinya yang membuatnya penasaran.

“Kartu pekerja, wah black card ... lumayan juga neeh. Ada beberapa ATM dan juga ponsel baru.”

“Kamu dapet ponsel baru?” tanya Linda.

“Iyalah, Bu. Masa Wakil Manager kok hp-nya jelek dan murahan. Alex mau istirahat dulu, ini lukanya masih perih banget.”

“Iya ... kamu harus bisa biasa lagi pakai nama itu sekarang, Lex.”

***

Pagi sudah menjelang, Alex sedang berdandan untuk mempersiapkan penampilan terbaiknya sebagai pegawai baru di sebuah perusahan raksasa sekelas Media Grup. Dia tidak ingin penampilannya akan dinilai kampungan,

“Selamat terlahir kembali Alex! Nikmati apa yang menjadi milik kamu dan apa yang seharusnya menjadi jadi milik kamu,” gumam Alex memotivasi dirinya sendiri.

Setelah semua persiapannya selesai, Alex segera berpamitan pada Linda untuk pergi ke kantor. Dia meminta restu agar pekerjaannya lancar.

Dia segera masuk ke mobilnya yang kini akan menjadi tunggangannya. Tentu saja itu berbeda jauh dengan mobil kebanggaan Bambang yang hanya mampu membeli mobil seharga 200 juta.

Sebenarnya bisa saja, Alex menunjukkan siapa dirinya saat ini ke Herman dan Rani, tapi dia tidak mau. Dia ingin bekerja dulu dengan baik, baru dia akan melamar Rani.

“Eh .. eh ... itu siapa? Kayanya ga pernah liat deh,” ucap salah seorang gads di area parkir Media Grup.

“Eh iya, itu siapa sih? Gila ... ganteng banget.”

“Iya bener, ganteng banget orangnya, kaya oppa korea.”

“Eh apa dia ya wakil manager yang baru itu?”

“Oh iya, katanya bakal ada wakil manager baru ya. Uuhmm kalo emang dia wakil manager, aku mau donk jadi pacarnya. Duh gila ganteng banget.”

Alex melihat ada empat orang wanita yang sedari tadi melihat ke arahnya. Dia yang masih duduk di dalam mobilnya pun hanya bisa menebak apa yang sedang dibicarakan. Tatapan mata mereka selalu tertuju padanya.

Alex pun segera turun dari mobilnya. Dia melihat empat orang wanita yang tadi ada di samping mobilnya mengalihkan pandangannya, sebuah senyum tipis terukir pada wajah Alex.

Alex sedikit merapikan penampilannya dan segera berjalan menuju ke pintu lift yang ada di seberangnya saat ini. Dia berjalan santai sambil memasang kalung kartu pegawainya dan satu tangannya memegang gelas kopi.

Bruuum

Ciiit

Byuur

Terdengar suara rem mobil yang sedikit memekakkan telinga dan menggema di tempat itu. Sebuah mobil sport berwarna merah dengan logo kuda jingkrak ada di depannya terhenti tepat di depan Alex.

‘Waah mobil mahal, aku harus bisa beli mobil kaya gini,’ ucap batin Alex.

Pintu mobil itu pun terbuka dan turunlah seorang pemuda berbadan atletis dari dalam sana. pemuda itu menoleh ke arah Alex dengan kaca mata hitam mahal masih bertengger di atas hidungnya.

“Heeh! Ga punya mata apa lu!” ucap sang pemuda dengan nada kesal.

“Maaf , Pak. Tapi salah saya apa?”

“Salah saya apa? Lu lewat sembarangan di depan mobil gw! Kalo nanti mobil gw lecet karena baju murah lu itu, mau lu tanggung jawab!”

“Tapi yang hampir ditabrak saya, Pak.”

“Lu tuh ga ada harganya dibandingin mobil gw. Eh, apa itu! Lu tumpahin kopi di atas mobil gw? Brengsek!”

Pemuda itu segera saja mendatangi Alex dengan penuh amarah. Dia tidak terima kalau kap mobilnya terkena sedikit tumpahan kopi yang dibawa Alex. Itu juga karena tadi Alex kaget saat tiba-tiba mobil itu hampir menabraknya.

“Maaf, Pak. Saya ga sengaja.”

“Bersihkan! Bersihkan sekarang juga!”

Alex menoleh ke kanan dan kiri mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk membersihkannya. Dia melihat ke para gadis dan ingin meminta tisu. Para wanita selalu membawa tisu di tas mereka.

“Heeh! Mau ke mana lu!”

“Mau minta tisu, Pak.”

“BERSIHKAN PAKE BAJU LU!!”

Alex kaget dengan apa yang dikatakan orang yang ada di depannya itu. Orang yang baru saja dia temui tapi sudah berani untuk menghinanya.

“Tapi, Pak. Saya ....”

“Selamat pagi Pak Arman,” ucap seseorang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel