Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6 - Sepertinya kau sangat menikmati menjadi pusat perhatian.

Amber baru akan tidur ketika pintu kamarnya terbuka dengan kasar. Ia terbiasa tidak mengunci pintu kamarnya karena ia memiliki trauma masa kecil di mana ia sering dikunci digudang oleh bibi dan sepupunya.

Oliver masuk ke dalam kamarnya dengan wajah yang selalu tampak ingin membekukan Amber. “Berapa banyak pria yang ingin kau goda?”

Amber mengerutkan keningnya. Sepertinya tidak ada hal baik tentang dirinya di kepala Oliver. “Apa maksud Anda?” Amber tidak pernah melakukan apa yang Oliver tuduhkan padanya.

“Kau sudah menikah, tapi kau masih berani makan dengan pria lain. Seberapa murahan dirimu, Amber!”

Ah, jadi itu tentang tadi siang. “Apa yang terjadi tidak seperti yang Anda pikirkan. Dia adalah teman saya.”

“Teman?” Oliver mencengkram dagu Amber kuat. Ia tahu dengan benar bahwa Leith adalah kekasih Amber. “Siapa yang sedang ingin kau tipu, Amber? Apa kau pikir aku tidak tahu bahwa pria itu adalah kekasihmu! Ckck, kau sangat tidak tahan untuk berlari ke pelukan pria itu bahkan setelah sehari kau menikah.”

Amber merasakan sakit di rahangnya. “Anda menyakiti saya, lepaskan saya.”

Sakit? Rasa sakit yang kau rasakan bahkan tidak mencapai sepersepuluh dari rasa sakit yang Sharon terima! Oliver ingin sekali meremukan leher Amber, tapi itu hanya akan membuat Amber mati lebih cepat. Oliver ingin Amber merasakan mati jauh lebih baik daripada hidup.

“Apa sebenarnya kesalahan yang sudah saya lakukan pada Anda? Kenapa Anda memperlakukan saya seperti ini?” Amber bertanya sembari menahan rasa sakit. Matanya menatap lurus iris abu-abu yang begitu ia puja.

“Karena kau memang pantas mendapatkannya! Wanita sepertimu yang hanya menggunakan tubuh dan wajah untuk menggoda pria, kau tidak pantas mendapatkan perlakuan baik!” Oliver menghempas kasar tangannya sehingga Amber terhuyung ke belakang dan nyaris jatuh ke ranjang.

Kata-kata Oliver menusuk hati Amber. Ia tidak pernah menangis sejak ia berumur delapan tahun, tapi kali ini matanya terasa panas. Amber mengepalkan kedua tangannya kuat, ia tidak boleh menangis sekarang. Oliver akan semakin merendahkannya.

Amber kembali berdiri tegak. Ia tersenyum kecil. “Anda tidak cukup mengenal saya sehingga Anda bisa berkata seperti itu. Anda seharusnya lebih berpikir cermat, jika saya mengandalkan wajah dan tubuh saya, saat ini saya mungkin tidak akan bekerja sebagai pianis paruh waktu di restoran atau menjadi guru les musik paruh waktu. Saya pasti sudah menikmati kehidupan yang baik dengan menjadi simpanan pria kaya, saya tidak perlu bekerja keras dan tinggal di apartemen kecil.” Amber memiliki martabat yang harus ia jaga. Pria di depannya adalah pria yang telah ia cintai sejak lama, tapi bukan berarti pria ini bisa menghinanya sesuka hati.

Ia menjalani hidup yang keras untuk menjaga harga dirinya, jika bukan karena ingin membantu pamannya, maka ia pasti tidak akan menerima begitu saja pengaturan pernikahan dengan pria asing yang namanya bahkan tidak pernah ia dengar.

Apa yang Amber katakan memang masuk akal, tapi kebencian telah menutup akal sehat Oliver. Meski Amber tidak menggunakan tubuh dan wajahnya untuk menggoda pria, tapi Amber tetap wanita yang sudah membuat Sharon berakhir koma di rumah sakit.

“Itu tidak mengubah fakta bahwa kau adalah wanita penggoda. Kau sengaja bekerja di restoran untuk menarik perhatian orang lain. Apakah sangat menyenangkan dipuja oleh banyak laki-laki? Sepertinya kau sangat menikmati menjadi pusat perhatian.”

Amber tertawa kecil, ia merasa lucu dengan kata-kata Oliver. Percuma saja ia menjelaskan lebih banyak pada pria ini karena yang tertanam di otak pria itu hanya hal-hal buruk tentangnya. Oliver hanya akan mempercayai apa yang ingin ia percaya. Meski ia menjelaskan sampai mati, Oliver tidak akan pernah mengubah pandangannya terhadapnya. Bagi Oliver ia hanya wanita murahan yang suka menggoda laki-laki.

Apakah ia salah mengenali orang? Tidak mungkin cinta masa kecilnya menjadi sangat tidak berperasaan seperti ini. Ia ingat dengan jelas bahwa bocah laki-laki yang berumur sebelas tahun itu mengulurkan tangannya dengan hangat, menghapus air matanya ketika ia menangis, lalu mengatakan agar ia tidak menangis untuk orang-orang yang tidak pantas ia tangisi.

Sementara pria di depannya saat ini, dia adalah pria yang menatapnya dengan dingin. Mengatakan kata-kata yang lebih mematikan dari pedang. Lebih beracun dari bisa ular. Selain itu, pria ini juga yang saat ini membuatnya hendak menangis.

Benar-benar ironi, ia ingin hidup rukun dengan suaminya, tapi kenyataan menamparnya.

“Anda benar-benar pandai menilai orang lain.” Amber bersuara tenang. “Benar, saya sangat menikmati menjadi pusat perhatian. Itu sangat menyenangkan.”

Kata-kata Amber memprovokasi Oliver. Ia jelas membual, sejak ia masih muda ia sudah menjadi pusat perhatian meski ia tidak memainkan piano. Namun, ia bersikap acuh tak acuh dan menyendiri, jadi hanya sedikit orang yang bisa mendekatinya. Banyak pria mengejarnya, tapi ia menolak mereka dengan dingin. Selain itu Amber mengabaikan orang-orang yang terus melihat ke arahnya. Itu bukan salahnya jika orang lain menyukainya, ia tidak memiliki kendali atas hidup orang lain. Jadi, ia tidak pantas disalahkan untuk sesuatu seperti itu.

Wajah Oliver menjadi lebih mengerikan. Ia kembali mencengkram rahang Amber kuat. “Mulai detik ini jangan pernah bermimpi kau bisa keluar dari tempat ini!”

“Anda tidak bisa memenjarakan saya di kediaman ini!” Amber menolak untuk takluk pada perintah Oliver. Kebebasannya adalah miliknya sendiri, orang lain tidak berhak mengaturnya.

“Kenapa aku tidak bisa? Kau sudah aku beli, aku bisa melakukan apapun terhadap dirimu! Bahkan jika aku ingin membunuhmu, aku bisa.” Kemarahan tampak seperti api yang berkobar di mata Oliver. Jika tatapan itu bisa membuat Amber mati, maka saat ini Amber pasti sudah mati berkali-kali.

Hati Amber berdarah. Kepalan tangannya semakin kuat, kuku terawatnya menembus telapak tangannya. Seberapa dalam kebencian pria ini terhadapnya? Apa sebenarnya kesalahan yang ia perbuat pada Oliver? Pertanyaan itu terus ada di kepalanya, tapi ia tidak pernah bisa menemukan jawabannya.

Menjadi sasaran kemarahan Oliver tanpa ia tahu sebabnya membuat Amber merasa bahwa ini tidak adil untuknya. Jika memang ia berbuat salah maka ia akan memperbaikinya dan meminta maaf, tapi Oliver enggan menyebutkan tentang hal itu. Oliver terus membuatnya berada di dalam tanda tanya dan itu sangat menyiksa untuknya.

“Ingat ini baik-baik di kepalamu! Jika kau berani melangkah keluar dari tempat ini maka aku akan menghancurkan pamanmu!” Oliver tidak hanya sekedar mengancam, ia cukup tidak punya hati untuk melenyapkan orang-orang yang mencari masalah dengannya.

Setelah itu Oliver kembali menghempaskan tangannya kasar, kali ini Amber terduduk di ranjang dengan wajah yang terlihat kosong.

Bagi Oliver ini hanya sebagian kecil dari pembalasannya, setiap hal yang disukai oleh Amber maka ia akan merenggutnya. Dengan memenjarakan Amber di kediamannya, wanita itu tidak akan pernah bisa bertemu dengan Leith.

“Jaga kamar ini, jangan pernah biarkan Nona Amber meninggalkan kediaman ini!” Oliver memberi perintah pada dua penjaga di depan pintu Amber.

“Baik, Tuan.” Dua pria bersetelan hitam dengan tubuh atletis itu menjawab serempak.

Dari dalam Amber bisa mendengar apa yang Oliver katakan. Pria itu benar-benar merampas kebebasannya.

Air mata Amber kali ini benar-benar jatuh. Ia tersakiti oleh harapannya sendiri. Ia terluka oleh imajinasinya yang terlalu tinggi.

Lelah menangis, Amber terlelap. Wanita itu terbangun ketika jam sudah menunjukan pukul lima pagi. Matanya terlihat sembab, ia sudah lama tidak menangis, dan semalam ia menjatuhkan banyak air mata.

Mengenakan pakaian olahraganya, Amber keluar dari kamarnya. Ia terkejut ketika melihat dua penjaga berdiri di depan pintu kamarnya.

“Nona, Anda tidak diizinkan keluar dari kamar.” Salah satu penjaga bicara pada Amber dengan nada monoton.

“Saya hanya ingin olahraga. Jika kalian takut saya akan keluar dari kediaman ini kalian bisa mengikuti saya.” Amber melewati dua penjaga itu.

Seperti yang Amber katakan, para penjaga benar-benar mengikutinya. Saat ini Amber tidak ada bedanya dengan tahanan. Ancaman Oliver saja sudah cukup untuk membuatnya tetap dalam kediaman itu, ditambah dengan penjaga yang mengawasinya, mana mungkin ia bisa meninggalkan tempat itu.

Ketika Oliver berada di ruang makan, ia tidak melihat Amber ada di sana. “Di mana Nona Amber?” Ia bertanya pada Glenda.

“Nona Amber sedang membersihkan taman.” Glenda menjawab sesuai dengan faktanya.

Setelah itu Oliver tidak bersuara lagi, ia menyantap sarapannya hingga tidak bersisa.

“Aku akan melakukan perjalanan bisnis selama satu minggu, perhatikan Nona Amber baik-baik. Dia tidak diizinkan meninggalkan kediaman ini satu langkah pun!” Oliver memberitahu Glenda.

“Baik, Tuan Muda.”

Oliver berdiri dari tempat duduknya, setelah itu ia meninggalkan kediamannya. Sebelum pergi Oliver sempat melihat Amber yang sedang menyapu taman. Wanita itu menyadari posisinya dengan cepat. Oliver tidak akan pernah membiarkan Amber menikmati hidupnya sebagai nyonya muda keluarga Phoenix.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel