Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5 - Kau telah mematahkan banyak hati pria.

Jam biologis Amber membangunkannya tepat di jam lima pagi. Wanita ini selalu bangun sangat awal. Ia keluar dari kamarnya yang masih terletak di bangunan utama. Ia mengenakan pakaian olahraga lalu pergi berlari mengelilingi kediaman yang berdiri di atas tanah puluhan hektar itu.

Keringat membasahi tubuh Amber. Setelah selesai ia kembali masuk ke kamarnya dan membersihkan dirinya. Amber tidak tahu apa yang harus ia lakukan, jadi ia pergi menemui Glenda.

“Nona Amber, Anda sudah bangun.” Glenda sedikit terkejut melihat Amber. Ini baru jam enam pagi, tapi Amber sudah terlihat bersih dan rapi.

“Ya. Bibi, apakah ada yang bisa aku pekerjakan?” Amber bertanya.

Glenda ingat apa yang dikatakan oleh tuan mudanya semalam, ia harus memperlakukan Amber sama seperti pelayan biasa. Namun, ia juga tidak mungkin memberikan pekerjaan berat pada Amber mengingat wanita itu memiliki akta pernikahan dengan tuan mudanya.

“Nona Amber, mari aku tunjukan bagian-bagian di rumah ini. Setelah itu Anda baru bisa memilih tempat mana yang ingin Anda bersihkan.” Amber baru berada di kediaman itu sehari, jadi Glenda pikir akan lebih baik untuk membawa Amber berkeliling sehingga lebih mengenal tempat itu.

“Baiklah, Bibi.”

Glenda mulai melangkah, ia menjelaskan setiap bagian kediaman itu pada Amber. Secara keseluruhan kediaman itu memiliki fasilitas lengkap. Terdapat ruangan olahraga, ruang bioskop, kolam renang, gudang anggur, lapangan tennis, lapangan golf, tiga danau buatan. Juga di sana terdapat sebuah rumah kaca yang didalamnya diisi oleh berbagai tanaman hias. Ada juga kebun bunga mawar merah di sana.

Paviliun-paviliun di sekitar bangunan utama merupakan tempat tinggal pelayan dan penjaga yang bekerja di kediaman itu. Juga di sana terdapat tempat tinggal khusus untuk para tamu.

Ada bagasi yang diisi oleh puluhan mobil dengan harga selangit, juga ada landasan helikopter di sana.

Untuk Amber yang memiliki kehidupan sederhana, kediaman seperti ini hanya pernah ia lihat di majalah. Tidak pernah ada dalam mimpinya bahwa ia akan menginjakan ke tempat semegah ini.

“Nona, ayo ke ruang makan. Jam sarapan Tuan muda akan segera tiba.” Glenda melihat ke jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.

“Ya, Bibi.”

Keduanya kemudian segera melangkah ke ruang makan. Di meja makan sudah tertata rapi sarapan yang dibuat oleh koki khusus kediaman itu.

Amber berdiri di barisan para pelayan. Ia tidak sedikitpun memiliki pemikiran untuk duduk menemani Oliver sarapan. Ia benar-benar tahu tempatnya sebagai seorang istri yang disamakan dengan pelayan.

Pelayan yang ada di dekat Amber merasa heran, bukankah seharusnya Amber mengisi tempat duduk di meja makan? Kenapa nyonya muda mereka malah berdiri di barisan mereka, para pelayan.

Sejak kemarin kedatangan Amber telah menjadi perbincangan banyak pelayan. Yang mereka ketahui dari Glenda bahwa Amber merupakan istri Oliver dan Glenda memberi mereka perintah untuk memperlakukan Amber dengan baik. Mereka mana mungkin berani bersikap kurang ajar pada Amber karena mereka masih belum ingin kehilangan nyawa ataupun pekerjaan.

Siapa yang tidak tahu tempramen tuam muda mereka yang berapi-api. Kesalahan sedikit saja bisa memicu ledakan kemarahan. Dan konsekuensi yang akan mereka dapatkan lebih dari yang bisa dibayangkan.

Beberapa detik kemudian Oliver datang. Pria itu mengenakan setelan khusus berwarna hitam. Di tangannya terdapat jam tangan mahal yang harganya bisa membeli sebuah kediaman mewah untuk keluarga kaya biasa.

Sudut mata Oliver melirik Amber yang berdiri di barisan pelayan. Ia mendengus, wanita itu cukup tahu diri.

“Selamat pagi, Tuan Muda.” Glenda menyapa Oliver dengan hormat, sementara pelayan lain membungkukan tubuh mereka. Hanya Amber yang tidak melakukannya, ia terpaku menatap Oliver.

Oliver tidak membalas sapaan Glenda seperti biasanya, ia langsung duduk di tempatnya. “Menyingkir dari ruang makan! Keberadaanmu di sini membuat aku tidak berselera!” Oliver mengacu pada Amber.

Hari masih pagi dan Amber sudah menerima perlakuan tidak menyenangkan dari Oliver. Amber tidak bersuara, ia mundur lalu berbalik pergi. Para pelayan tidak ada yang berani bersuara, mereka gemetar takut. Mereka tidak menyangka tuan muda mereka akan memperlakukan istrinya dengan buruk.

Ruang makan itu hening kembali, Oliver makan sarapannya dengan tenang. Setelah selesai ia meninggalkan ruangan itu dan melangkah keluar menuju teras. Ia berpapasan dengan Amber, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut pria itu. Amber seperti tidak ada di penglihatannya.

Mobil Bentley Oliver melaju meninggalkan kediaman itu, Amber hanya melihat kepergian Oliver dengan wajahnya yang tenang. Ia kembali menghela napas, hidupnya memang selalu tidak mudah. Ketika ia sudah menemukan cinta masa kecilnya, ia tidak bisa menggapai hati pria itu.

Amber melangkah hendak kembali ke kamarnya, pelayan yang tadinya memberi hormat padanya kini menatapnya dengan tatapan tidak biasa. Amber tidak begitu mempedulikannya, ia terus melangkah.

“Kasihan sekali, dia pikir dia akan menjadi nyonya muda setelah menikah dengan tuan muda, tapi ternyata dia tidak ada bedanya dengan pelayan.” Seorang pelayan mencibir Amber. Wajah pelayan wanita itu tampak merendahkannya.

“Jangan bicara keras-keras, dia masih tetap istri Tuan muda.” Pelayan lainnya menegur temannya yang mencibir Amber.

“Istri apa? Dia lebih buruk dari pelayan, Tuan bahkan tidak ingin melihat wajahnya.” Pelayan itu semakin berani.

Amber lagi-lagi mengabaikan ucapan wanita itu, apa yang dikatakan oleh pelayan itu benar. Jadi, ia tidak perlu melakukan pembelaan yang sia-sia. Statusnya hanya istri di atas kertas.

Hari ini Amber memiliki pekerjaan, ia harus mengajar les piano di sebuah tempat kursus khusus musik klasik. Juga, tiga jam berikutnya ia memiliki pekerjaan paruh waktu di restoran.

Setelah mengambil tas dan kunci mobilnya, Amber keluar dari kamarnya. Ia menemui Glenda. “Bibi, aku akan pergi ke luar.”

“Kapan Nona akan kembali?” tanya Glenda.

“Jam lima sore.”

“Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan, Nona.”

“Ya, Bibi.”

***

Amber telah selesai mengajar les, kini ia berada di restoran. Ia duduk di kursi depan piano dan mulai memainkan piano, memberikan hiburan untuk para pengunjung restoran.

Jam makan siang tiba, restoran semakin ramai. Amber masih meletakan jari-jarinya di atas tuts hitam putih di depannya. Melodi yang ia mainkan sangat emosional.

Pengunjung lama restoran itu tahu betapa berbakatnya Amber, lagu-lagu yang sulit berhasil Amber taklukan dengan mudah. Beberapa pengunjung datang ke sana khusus untuk mendengarkan permainan piano Amber, beberapa lainnya memang murni datang karena tempat itu menyajikan makanan yang lezat.

Beberapa pria menatap wajah Amber yang saat ini disapu dengan riasan tipis yang membuat Amber tampak sangat cantik dan segar. Mereka sangat menyayangkan wanita cantik dan berbakat seperti Amber bekerja di restoran.

Dengan wajah seperti itu, Amber bisa mendapatkan laki-laki kaya. Dengan bakatnya yang luar biasa, Amber bisa menjadi pianis profesional yang memiliki konser besar sendiri.

Suasana hati Amber saat ini sedang buruk, tapi melodi yang ia mainkan bukan melodi kematian atau penuh kesengsaraan. Ia tidak ingin orang lain merasa buruk karena permainan pianonya. Amber ingin membuat orang lain tersenyum ketika mendengar lagu yang ia mainkan.

Setelah memainkan beberapa lagi, Amber istirahat. Seorang pria melangkah menuju Amber, pria itu adalah salah satu pengunjung restoran yang terhipnotis oleh kecantikan Amber dan melodi yang Amber mainkan.

“Nona Amber, bisakah kau menemaniku makan siang?” Pria itu bertanya dengan sopan. Namun, ekspresi wajah cabulnya bisa ditangkap dengan jelas oleh Amber. Pria-pria yang mendekatinya selalu menginginkannya karena penampilannya, tapi setelah bosan bermain dengannya mereka pasti akan menyingkirkannya. Amber tidak pernah menyukai pria-pria dengan jenis ini.

“Maaf, saya tidak tertarik makan siang dengan Anda.” Amber menolak dingin. Entah sudah berapa banyak pria yang telah ia tolak selama ia bekerja di restoran itu.

“Jangan terlalu sombong, Nona Amber. Ini hanya makan siang biasa. Ah, benar, aku akan memberikanmu bayaran yang pas.”

Amber tidak akan pernah menghormati pria yang merendahkannya seperti ini. “Saya tidak membuka layanan seperti itu, saya bekerja di restoran ini sebagai pianis. Jika tidak ada lagi maka saya permisi.” Amber melangkah. Namun, pria itu tampaknya tidak mau melepaskannya dengan mudah. Saat ini tangan pria itu bahkan dengan lancang memegang lengannya.

“Jadilah wanitaku, dengan begitu kau tidak perlu bekerja di sini lagi. Kau bisa menikmati kemewahan.” Pria yang tertarik pada Amber ini merupakann pewaris generasi kedua dari sebuah keluarga kaya. Ia terbiasa mendapatkan apa yang ia inginkan.

Amber memandangi tangan pria itu dengan dingin, setelahnya beralih ke wajah pria itu. “Sepertinya Anda tidak mengerti bahasa manusia!”

“Pelacur sialan! Berani sekali kau menghinaku!” Pria itu menggeram marah. Wajahnya menjadi gelap dan semakin gelap.

“Perhatikan sekeliling Anda. Ini tempat yang ramai, jangan mempermalukan diri sendiri dengan membuat keributan di sini.” Amber berkata tenang. Ia telah menghadapi banyak pria cabul seperti pria di depannya, jadi ia cukup terlatih. Beberapa di antara mereka masih harus memikirkan reputasi mereka sendiri, terlebih ini di tempat ramai.

Pria itu tidak ingin melepaskan Amber, tapi ia juga tidak bisa mempermalukan dirinya dengan membuat keributan di sana. Ada terlalu banyak orang berkuasa di tempat itu. Ia hanya akan menjadi bahan tertawaan jika orang-orang tahu bahwa ia ditolak oleh Amber.

“Aku pasti akan membuat kau menyesal karena telah jual mahal kepadaku!” Pria itu kemudian melepaskan Amber lalu pergi dengan wajah marah.

Amber melihat lengannya yang merah. Menyesal? Tidak akan pernah. Ia memiliki harga diri yang sangat tinggi. Jika hanya dengan menjadi milik pria kaya ia akan menjalani kehidupan yang mewah maka sejak dulu ia sudah melakukannya. Ada banyak laki-laki entah tua atau muda yang menginginkannya, entah itu sudah menikah atau belum, tapi Amber menolak mereka semua.

Jalannya untuk menjadi pianis profesional bahkan telah tertutup karena ia menyinggung seorang pria tua botak yang menginginkan dirinya. Ia juga tidak bisa mengikuti kompetisi musik karena namanya telah dimasukan ke daftar hitam oleh seorang pemilik perusahaan rekaman besar yang juga ditolak olehnya.

Pada akhirnya Amber hanya bisa menjadi seorang guru les paruh waktu dan pianis paruh waktu di beberapa restoran yang pemiliknya merupakan kenalan dari teman Amber.

Ponsel Amber berdering, ia segera melihat siapa yang memanggilnya. “Ya, Leith.” Amber menjawab panggilan dari temannya yang telah banyak membantunya mencari pekerjaan.

“Aku sedang menuju ke restoran tempatmu bekerja. Kau ada A Resto, kan?”

“Ya.”

“Baiklah, sampai jumpa di sana.”

“Ya.”

Lawan bicara Amber tersenyum sembari menyetir mobilnya. Sudah lebih dari empat tahun ia mengenal Amber, tapi wanita itu masih saja menjawab ucapannya dengan singkat.

Panggilan terputus, Amber kembali ke ruang khusus pegawai. Ia meraih sebotol minuman lalu mulai menenggak isi botol itu.

“Sepertinya kau menolak pria lagi.” Seorang wanita bersuara di belakang Amber.

Amber memiringkan tubuhnya. “Aku tidak tertarik ikut bermain dengan pria itu, Clara.”

“Kau telah mematahkan banyak hati pria, Amber. Hati-hati, mungkin mereka akan melakukan sesuatu yang buruk padamu.” Clara sedikit mengkhawatirkan Amber. Wanita ini lebih tua tiga tahun dari Amber jadi ia menganggap Amber sebagai adiknya sendiri, ia sudah ada di restoran itu sejak pertama kali Amber menjadi pianis di sana. Ia telah melihat banyak pria yang mencoba mendekati Amber, tapi tidak satu pun dari mereka yang berhasil.

Amber tersenyum kecil. Jika ia takut pada hal-hal buruk mungkin saat ini ia tidak akan bertahan bekerja sebagai pianis di tempat ramai. Amber telah mengalami banyak hal buruk, ia sudah melatih dirinya untuk melindungi dirinya sendiri. Ia selalu berhati-hati dan tidak mudah percaya pada orang lain, jadi ia selalu berhasil menyelamatkan dirinya dari hal-hal buruk yang coba orang lain lakukan padanya.

“Aku tahu.” Amber menjawab singkat.

“Baiklah, kalau begitu istirahatlah.” Clara menepuk pundak Amber kecil lalu meninggalkan Amber.

Beberapa saat kemudian Leith datang, Amber menemani Leith makan sejenak. Leith merupakan sosok yang dipuja banyak wanita, selain ia memiliki paras yang tampan ia juga memiliki pekerjaan yang menjanjikan. Leith merupakan seorang dokter spesialis anak. Juga, Leith merupakan putra dari pemilik rumah sakit terkenal di negeri itu.

Awal mula pertemuan Leith dan Amber adalah di sebuah acara amal di mana Amber memainkan lagu untuk anak-anak penderita kanker. Amber menyukai anak kecil, Leith juga sama. Dari satu acara ke acara lain, mereka sering bertemu dan akhirnya menjadi teman.

Namun, Amber tidak pernah menganggap Leith lebih dari itu meski pesona begitu luar biasa.

“Kau sudah makan?” tanya Leith.

“Sudah.”

“Kalau begitu temani aku sebentar.”

“Aku harus bekerja.”

“Aku tidak akan mengganggumu. Kau masih istirahat, kan?” Leith tahu jam istirahat Amber, jadi ia datang di waktu itu agar bisa berbicara dengan Amber.

“Ya.” Amber tidak bisa mengelak lagi, jadi ia menemani Leith makan.

Seseorang datang, pelayan segera menyambut dengan sopan. “Silahkan duduk, Tuan Oliver.”

Amber memiringkan wajahnya ketika mendengar nama yang akrab itu. Tatapannya bertemu tepat dengan tatapan Oliver yang tajam dan dingin. Amber tidak tahu apakah ia harus menyapa Oliver atau tidak, jadi ia hanya memilih diam.

Oliver mendengus sinis. Jadi, Amber masih berhubungan dengan Leith di belakangnya? Sepertinya ia harus memberi Amber pelajaran keras. Berani sekali wanita penggoda itu berselingkuh darinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel