4 - Yang perlu kau tahu kau hanya barang yang aku beli.
Segera hari pernikahan Amber dan Oliver tiba. Hanya menyelesaikan beberapa prosedur keduanya mendapatkan akta pernikahan mereka. Meski tidak ada pesta pernikahan sama sekali Amber tetap merasa senang. Hatinya berdebar ketika ia memegang akta pernikahannya dengan pria impian masa kecilnya.
“Sekarang kau sudah menikah denganku, jangan pernah mempermalukanku dengan menjadi wanita murahan di luar sana.” Oliver mengatakan kata-kata beracun setelah diam cukup lama.
Amber memiringkan wajahnya, menatap wajah Oliver yang selalu menunjuka ekspresi dingin padanya. “Saya bukan wanita dengan pikiran dangkal.”
Oliver mendengus. Ia sudah mendengar sedikit banyak rumor tentang Amber. Ada banyak pria yang mengelilingi wanita itu. Dikatakan bahwa Amber merayu banyak pria dengan wajah cantiknya, Siapa yang tahu berapa banyak pria yang sudah menyentuh tubuh wanita ini. Memikirkan itu saja membuat Oliver jijik. Ia tidak akan pernah menyentuh wanita itu.
“Kemasi barang-barangmu dengan segera. Sopir akan membawamu ke kediamanku.”
“Anda mau pergi ke mana?” Amber bertanya ketika Oliver hendak melangkah meninggalkannya.
“Aku tidak perlu melapor padamu!” Oliver segera masuk ke dalam mobilnya diikuti oleh asisten pribadi pria itu yang menyetir mobil.
Amber hanya melihat mobil Oliver melaju pergi. Berikutnya mobil sedan mahal berwarna hitam berhenti di depannya. Itu adalah mobil yang sama yang tadi menjemputnya di apartemennya.
Sopir keluar dan membuka pintu mobil untuk Amber. Setelah itu ia segera masuk kembali dan duduk di kursi pengemudi. “Nona, ke mana kita akan pergi?”
“Ke apartemen saya. Saya harus mengemas barang-barang saya.” Amber ingat dengan jelas apa yang Oliver katakan padanya tadi.
“Baik, Nona.”
Mobil mahal itu segera melaju, membawa Amber kembali ke apartemennya. Amber masuk ke dalam tempat yang sudah ia tinggali selama beberapa tahun ini. Tempat yang sudah ia beli dengan hasil kerja kerasnya bekerja paruh waktu.
Tidak membuang waktunya, Amber mengemasi barang-barangnya. Ia tidak memiliki banyak barang jadi, ia hanya menyeret dua koper besar keluar dari tempat tinggalnya.
Amber kembali masuk ke mobil. Setengah jam kemudian mobil membawanya ke sebuah kediaman dengan gerbang raksasa. Gerbang itu otomatis terbuka ketika sopir menekan remote. Butuh waktu beberapa menit untuk sampai ke depan bangunan utama. Tempat tinggal itu sangat besar dengan banyak pohon-pohon tinggi di sekitarnya. Paviliun terlihat di mana-mana.
Dari posisinya saat ini Amber bisa melihat banyak penjaga yang berdiri di sekitar tempat tinggal bergaya klasik itu. Kediaman itu dijaga dengan sangat ketat.
Mobil berhenti. “Nona, kita sudah sampai.” Alferd, si sopir memberitahu Amber. Setelah itu pria itu keluar dan membuka pintu untuk Amber.
Amber berdiri menatap bangunan megah di depannya. Di tempat inilah ia akan menghabiskan sisa hidupnya sebagai istri Oliver.
Kepala pelayan menyambut kedatangan Amber. Ia mengerutkan keningnya, siapa wanita yang saat ini berdiri dengan kedua koper di sisinya. Pelayan wanita itu bertanya pada Alferd. “Siapa Nona muda ini?”
“Nona Amber dan Tuan Oliver mendapatkan akta pernikahan mereka hari ini.” Sopir memberitahu secara tidak langsung bahwa Amber adalah istri Oliver.
Kepala pelayan terkejut. Selama ini ia pikir nona muda dari keluarga Hamilton lah yang akan menjadi istri dari tuan mudanya. Dan juga ia tidak mendengar apapun tentang pernikahan tuan mudanya, kenapa begitu tiba-tiba sekali?\
Glenda menilai penampilan Amber, meski hanya mengenakan dress putih sederhana, penampilan Amber tidak kalah dari wanita sosialita yang sering ia lihat. Wajah nyonya mudanya juga cantik bahkan hanya dengan mengenakan riasan tipis. Kulitnya seputih salju dengan matanya yang sebiru lautan. Tuan mudanya memiliki selera yang sangat baik.
Mengenyahkan berbagai pertanyaan itu di otaknya. Glenda, kepala pelayan segera menyapa Amber. “Selamat datang, Nyonya Muda. Saya adalah Glenda, kepala pelayan di kediaman ini.” Glenda memperkenalkan dirinya.
“Saya Amberlyn, Anda bisa memanggil saya Amber.” Amber membalas sopan.
“Ayo silahkan masuk, Nyonya. Saya akan mengantar Anda ke kamar pribadi Tuan Oliver.” Glenda tidak ingin dimarahi oleh tuannya karena membiarkan nyonya muda mereka menunggu terlalu lama di teras.
“Terima kasih.” Amber hendak meraih dua kopernya, tapi Alferd segera menahannya.
“Saya akan membawa koper Anda, Nona.”
“Tidak perlu, saya bisa membawanya sendiri.” Amber terbiasa melakukan hal-hal seperti ini sendirian, ia tidak nyaman diperlakukan seperti seorang nyonya.
“Tuan akan memarahi saya jika saya membiarkan Anda membawa koper Anda, Nona.”
“Kalau begitu saya akan merepotkan Paman Alferd.” Amber kemudian melangkah masuk ke dalam bangunan megah itu. Saat ini ia seperti sedang berada di sebuah istana, benar-benar kediaman yang mengesankan.
Kediaman itu terdiri dari empat lantai, kamar Oliver terletak di lantai dua. Amber masuk ke dalam lift bersama dengan Glenda dan juga Alferd yang membawa koper Amber.
“Nyonya ini adalah kamar Tuan muda. Silahkan masuk.” Glenda membuka pintu.
Amber melangkah perlahan. Aura maskulin segera menyapanya. Kamar itu sangat rapi dan bersih. Dominasi warna hitam dan putih memenuhi ruangan itu.
“Nyonya muda pasti lelah hari ini, silahkan beristirahat. Jika Anda membutuhkan sesuatu Anda bisa memanggil saya melalui intercom.” Glenda tidak ingin mengganggu Amber.
“Baik, Terima kasih, Bibi,” seru Amber.
Glenda dan Alferd keluar dari kamar itu, mereka membiarkan Amber sendirian di sana.
Amber masih berdiri menatap sekelilingnya, kamar itu lebih luas dari apartemennya. Aroma khas laki-laki tercium di hidungnya, ia menyukai aroma ini. Amber tidak tahu harus melakukan apa sekarang, ia harus mendapatkan izin dari Oliver dulu untuk menata barang-barangnya di kamar itu.
Pada akhirnya Amber hanya meletakan dua kopernya di sudut kamar. Wanita itu mengeluarkan sebuah buku lalu mulai membacanya dengan tenang.
Waktu berlalu, kini sudah malam hari. Amber sudah membersihkan dirinya dan mengenakan gaun tidur yang sopan. Wanita itu menunggu Oliver kembali, tapi bahkan setelah makan malam berlalu Oliver belum juga kembali.
Baru ketika Amber hendak tidur pintu kamar itu terbuka. Amber terkejut, ia segera turun dari ranjang dan berdiri menghadap pintu. Wajah marah Oliver langsung menyerbu dirinya. Jantung Amber berdetak tidak karuan.
“Siapa yang mengizinkan kau mengotori kamarku!” Oliver bersuara marah. Ia benar-benar membenci orang asing masuk ke dalam kamarnya. Apalagi yang masuk adalah Amber.
Amber tersentak. Jika bukan di kamar ini lalu di mana ia harus tinggal? Apakah Oliver bermaksud untuk tidur terpisah dengannya?
“Seret barang-barangmu keluar dari tempat ini! Kau tidak layak untuk berada di kamar ini!” Oliver mengatakannya dengan tajam. Pria itu kemudian bergerak memanggil Glenda dari intercom.
Wanita itu segera datang dengan cepat. “Tuan Muda, Nyonya Muda.”
“Siapa yang kau panggil Nyonya Muda?” Oliver tidak menyukai apa yang ia dengar barusan.
Glenda menatap tuannya tidak mengerti. Siapa lagi jika bukan istri tuan mudanya. “Tuan Muda, itu…”
“Dia tidak layak dipanggil Nyonya Muda. Jika aku mendengar kau atau yang lainnya memanggilnya seperti itu lagi maka aku akan mengirim kalian keluar dari rumah ini!” Oliver membuat status Amber tidak jelas di kediaman itu. “Bawa dia keluar dari kamar ini, dan perlakukan dia seperti pelayan biasa!”
“Baik, Tuan Muda.” Glenda membalas dengan hormat.
Amber menatap Oliver, , tatapannya saat ini diselimuti oleh berbagai emosi. Mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut pria yang ia sayangi membuat dadanya terasa sakit.
“Apa yang kau tunggu? Pergi dari sini!” Oliver mengusir Amber kejam.
“Apa sebenarnya alasan kau menikahiku?” Amber penasaran tentang hal ini. Dari kata-kata dan tatapan Oliver ia tahu bahwa Oliver membencinya, tapi ia tidak pernah menyinggung Oliver sebelumnya. Ia bahkan baru bertemu dengan Oliver beberapa hari lalu.
“Kau tidak berhak menanyakan apapun! Yang perlu kau tahu kau hanya barang yang aku beli.”
Barang? Jarum semakin menusuk dada Amber. Bagi pria yang ia sukai ia tidak lebih dari sekedar barang.
“Jangan pernah berpikir bahwa menikah denganku kau akan menikmati kehidupan mewah dan luar biasa sebagai nyonya muda di tempat ini! Kau hanya istri di atas kertas, jangan membuat dirimu merasa tinggi.” Oliver semakin memperjelas status Amber.
Amber ditikam tepat di tempat yang sakit. Sepertinya ia tidak boleh terlalu banyak berharap pada pernikahannya dengan Oliver. Semua orang berubah seiring waktu berjalan, begitu juga dengan Oliver.
Tidak apa-apa jika ia dianggap sama dengan pelayan, ia bisa membalas kebaikan Oliver di masa lalu dengan melayani pria itu sebagai pelayan.
Amber tidak membutuhkan kehidupan mewah atau kekuasaan, sejak kecil ia sudah terbiasa dengan kehidupan sederhana bersama orangtuanya, setelah ia tinggal dengan pamannya ia juga hidup dalam keadaan yang sulit dan bertahan hingga saat ini.
Sekarang ia tidak perlu menanyakan apapun lagi, saat ini hanya ia yang memiliki perasaan pada Oliver, tapi pria itu tidak. Ia harus tahu tempatnya dengan baik atau ia akan terluka parah.
Amber menyeret kedua kopernya, sebelum ia meninggalkan tempat itu ia mendengar Oliver memerintahkan pada Glenda untuk menyuruh orang mengganti kasurnya. Seberapa jijik Oliver padanya, sehingga pria itu bahkan tidak ingin tidur di ranjang yang sudah ia tiduri.
Glenda membawa Amber ke sebuah kamar yang masih terletak di lantai dua. Meski wanita ini telah melihat bagaimana kasarnya tuan mudanya memperlakukan Amber, ia masih bersikap sopan pada Amber.
“Nyo-, Nona Amber silahkan masuk. Ini adalah kamar Anda sekarang.”
“Baik, terima kasih, Bibi. Maaf telah merepotkanmu.”
“Tidak sama sekali. Kalau begitu silahkan beristirahat.” Glenda undur diri.
Amber memperhatikan seisi kamar bernuansa putih cokelat, kamar ini masih lebih besar dari kamarnya di apartemen. Selain itu tempat ini juga bersih dan rapi. Kamar ini lebih dari layak untuk ia tempati. Setidaknya meskipun Oliver membencinya pria itu masih menempatkannya di tempat yang baik, tidak seperti yang dilakukan oleh bibi dan sepupunya ketika orang-orang itu marah padanya.
Amber mulai merapikan barang-barangnya, ia tidak kebingunan seperti sebelumnya dalam meletakan barang bawaannya. Perasaan Amber sangat tidak nyaman, tapi ia masih terus bergerak.
Waktu berlalu, Amber telah selesai. Ia kini duduk di tepi ranjang. Wajahnya tampak tenang, tapi hatinya muram. Ini adalah malam pertamanya dengan Oliver, tapi bukan hanya ia tidak ada di sebelah pria itu, ia bahkan tidur terpisah dengannya.
Amber menarik napas dalam lalu menghembuskannya, kemudian ia membaringkan tubuhnya di ranjang dan mulai terlelap tidur.