Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Suara di Balik Pintu

"Sayang, apa baju yang aku minta sudah kamu siapkan?" tanya Bayu saat baru saja masuk ke dalam kamar.

"Sudah, Mas," jawab Nayla sambil menghentikan aktivitasnya merapikan tempat tidur. Ia segera menghampiri Bayu yang sedang melepas sepatunya.

Tanpa ragu, Nayla berjongkok di lantai dan mulai membuka sepatu suaminya. Namun, hatinya dipenuhi tanya.

"Sebenarnya kamu mau ke mana, Mas? Tumben kamu minta aku menyiapkan jas."

"Aku akan menghadiri acara pernikahan salah satu rekan bisnis. Aku ingin penampilanku malam ini terlihat sempurna," jawab Bayu sambil memainkan ponselnya.

"Pernikahan?" Nayla mengulang kata itu dengan lirih, namun cukup terdengar oleh Bayu.

Setelah melepas sepatunya, Bayu meletakkan ponselnya di atas meja kecil lalu berjalan ke kamar mandi tanpa menjawab apa pun.

---

Lima belas menit kemudian, Bayu keluar dari kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Nayla berdiri di depan cermin dengan gaun sederhana dan riasan natural.

"Nayla, kamu mau ke mana?" tanyanya dengan tatapan bingung.

"Mas, kita 'kan akan menghadiri pesta pernikahan rekan bisnismu. Jadi aku ingin tampil cantik biar nggak membuatmu malu saat di sana," ujar Nayla dengan senyum manis, berjalan mendekat.

Bayu hanya menatapnya tajam sebelum akhirnya berkata, "Memangnya siapa yang mengajakmu?"

Seperti tersambar petir, tubuh Nayla menegang. Hatinya seolah berhenti berdetak.

"A-apa maksudmu, Mas? Bukankah aku istrimu? Selama ini kita selalu pergi bersama, tapi kenapa sekarang..."

Belum sempat Nayla menyelesaikan ucapannya, Bayu mengangkat tangannya sebagai tanda agar ia diam.

"Tapi kali ini tidak. Aku tidak akan pergi denganmu," ucapnya tegas.

Bayu kembali mengamati penampilan Nayla, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapannya tajam, penuh penilaian.

"Aku akan pergi dengan Indri," lanjutnya tanpa ragu.

Nayla terbelalak. "Indri? Kenapa Indri, Mas? Bukankah aku istrimu? Seharusnya aku yang menemanimu."

"Kamu lihat dirimu sekarang," Bayu mencibir. "Pakaianmu, riasanmu... Apa kamu tidak memikirkan apa kata para rekan bisnisku kalau aku membawamu ke sana?"

Nayla menelan ludah, matanya mulai memanas. "Tapi, Mas... Bukankah dulu kamu selalu mengajakku?"

Bayu meraih tangan Nayla dan menariknya ke depan meja rias.

"Lihat dirimu di cermin," perintahnya.

Nayla menatap pantulan dirinya—tubuhnya tampak lebih berisi, gaunnya sedikit lusuh, dan riasannya hanya bedak serta lipstik nude.

"Tapi, Mas... Aku tidak pernah punya waktu untuk merawat diri. Kamu dan Mama selalu memintaku mengurus rumah tanpa peduli dengan kondisiku," Nayla mencoba membela diri.

"Jadi sekarang kamu menyalahkanku?" Bayu membentak, membuat Nayla semakin gemetar.

"Bukan begitu, Mas. Aku hanya—"

"Sudah! Aku tidak mau berdebat. Cepat siapkan jasnya, aku tidak mau terlambat."

"Mas, aku ini istrimu! Seharusnya aku yang mendampingimu, bukan Indri!" Suara Nayla meninggi, berusaha mempertahankan harga dirinya.

Bayu tersenyum sinis. Ia melangkah lebih dekat dan merangkul pundak Nayla dari samping, menariknya agar lebih dekat.

"Apapun yang aku lakukan bukan urusanmu. Lagi pula, aku pergi dengan Indri tidak akan mengubah statusmu sebagai istriku, 'kan?" suaranya terdengar lembut, namun tajam menusuk hati Nayla.

Tetes air mata mulai jatuh di pipinya. Hatinya remuk. Bagaimana mungkin suaminya lebih memilih wanita lain?

"Itu memang tidak mengubah posisiku sebagai istrimu, tapi apa yang kamu lakukan ini sama saja dengan menginjak harga diriku," lirihnya.

Bayu mendengus, lalu mengangkat dagu Nayla. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang menyakitkan.

"Kalau kamu merasa punya harga diri, perbaiki penampilanmu agar aku tidak malu membawamu ke mana-mana," katanya dingin.

---

Beberapa saat kemudian, Bayu sudah terlihat rapi dengan jas hitam yang elegan. Ia berjalan keluar kamar, sementara Nayla mengikutinya dari belakang dengan kepala tertunduk, berusaha menyembunyikan air matanya.

Namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara lembut Bayu.

"Kamu terlihat cantik malam ini, Indri."

Jantung Nayla mencelos. Ia mengangkat wajahnya dan melihat Indri berdiri anggun dengan gaun merah maroon yang membalut tubuhnya dengan sempurna.

"Terima kasih, Mas," sahut Indri dengan senyum menggoda.

Ratna, ibu mertua Nayla, mendekat dan memeluk Indri. "Tentu saja, siapa dulu tantenya," ujarnya bangga.

Indri tersipu malu, sementara Nayla hanya bisa menatap mereka dalam diam.

"Mbak Nayla, mau ke mana?" tanya Indri, tatapannya penuh rasa ingin tahu.

"A-aku tidak..."

"Tadi Nayla ingin ikut ke pesta, tapi aku melarangnya," potong Bayu tanpa ragu.

Indri dan Ratna saling berpandangan sebelum menatap Nayla dengan sinis.

"Kamu mau ikut ke pesta dengan penampilan seperti itu?" Ratna mendekat dan meraih rambut Nayla, menariknya kasar. "Apa kamu mau membuat malu putraku? Masih untung kamu diterima di keluarga ini, jadi jangan macam-macam!"

Nayla menggigit bibirnya, menahan isak tangis. Tangannya memegang tangan Ratna yang masih mencengkram rambutnya.

"Sudah, Ma. Yang penting sekarang aku tidak pergi dengannya," Bayu berkata santai.

Indri tersenyum dan melingkarkan lengannya di lengan Bayu. "Mas, lebih baik kita pergi sekarang. Jangan sampai terlambat," ujarnya manja.

Bayu hanya mengangguk, lalu berjalan keluar bersama Indri. Sementara itu, Nayla hanya bisa menatap kepergian mereka dengan hati yang hancur.

Ratna mendekatinya, berbisik dengan suara penuh ancaman.

"Kamu pikir aku tidak bisa menyingkirkanmu? Kita lihat saja siapa yang akan tersingkir dari rumah ini, kamu atau Indri."

Setelah mengatakan itu, Ratna pergi meninggalkan Nayla yang masih berdiri mematung.

Hati Nayla semakin sakit. Air matanya terus mengalir tanpa bisa dibendung.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku merasa ada yang aneh dengan hubungan Mas Bayu dan Indri?" tanyanya dalam hati.

Ia perlahan terduduk di lantai, merasakan kehancuran yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

***

Nayla terbangun dengan gelisah, matanya mengarah ke jam di dinding. Pukul tiga pagi.

"Mas Bayu belum ada di kamar..." gumamnya pelan. Hatinya mulai dipenuhi kecemasan.

Tanpa pikir panjang, ia turun dari ranjang dan melangkah keluar. Rumah mewah itu terasa begitu sepi, hanya suara langkah kakinya yang bergema di sepanjang lorong.

Saat melewati kamar mertuanya, langkah Nayla terhenti.

"Mas, sampai kapan aku harus terus berpura-pura menjadi sepupumu? Aku ini istrimu, aku juga punya hak atas dirimu!"

Suara itu… Indri.

Jantung Nayla berdegup kencang. Pura-pura jadi sepupu? Apa maksudnya?

Tangannya refleks menutup mulut, berusaha menahan keterkejutannya. Hatinya bergejolak, tapi ia tetap berdiri di sana, mendengarkan lebih lanjut.

"Indri benar, Bayu." Kini suara Ratna terdengar. "Kamu nggak bisa terus menyembunyikan hubungan kalian. Cepat atau lambat, semuanya akan terungkap. Wanita kampung itu harus menerima kenyataan ini."

Darah Nayla berdesir. Wanita kampung? Apakah itu berarti dirinya?

"Aku tahu, Ma. Tapi aku bingung bagaimana caranya menjelaskan ini ke Nayla."

Suara Bayu terdengar ragu.

"Nggak mungkin aku langsung bilang kalau Indri adalah istriku... dan sekarang dia sedang mengandung anakku!"

Seakan tertimpa batu besar, tubuh

Nayla melemah. Lututnya gemetar, tangannya mencengkeram ujung bajunya kuat-kuat. Air mata yang sejak tadi ditahannya kini jatuh tanpa bisa dikendalikan.

Jadi ini alasan Bayu berubah?

Tangannya yang gemetar terulur ke knop pintu. Perlahan, ia memutarnya dan membuka pintu dengan kasar.

BRAK!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel