Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Misteri Garam di Makanan

"Makanan apa ini?!"

Indri melemparkan sendoknya ke piring dengan kasar, wajahnya penuh ekspresi jijik.

"Indri, ada apa? Makanannya nggak enak?" tanya Ratna penasaran.

"Tante coba aja sendiri," balas Indri sambil melipat tangan di dada.

Ratna dan Bayu saling berpandangan sebelum akhirnya ikut menyuapkan nasi goreng ke mulut mereka. Begitu rasa asin yang berlebihan memenuhi lidah, Ratna langsung memuntahkan makanan itu.

"Ya ampun! Ini nasi goreng atau garam murni?" Ratna mengernyit jijik.

"Nayla!" Bayu berteriak, suaranya menggema di seluruh rumah.

Tak lama, Nayla muncul dengan langkah tergesa-gesa.

"Ada apa, Mas? Kok teriak-teriak gitu?" tanyanya, wajahnya penuh kebingungan.

"Kamu bisa masak nggak sih? Buat nasi goreng aja nggak becus!" bentak Bayu, tatapannya tajam menusuk ke arah Nayla.

"Eh, Nayla, ini makanan atau sampah? Rasanya asin banget!" Ratna menimpali dengan nada menyindir.

"Asin?" Nayla mengerutkan kening.

"Atau mungkin kamu sengaja menaburkan garam sebanyak ini supaya darah tinggi Mama kambuh dan kamu bisa menguasai harta Bayu?" tuduh Ratna.

"E-enggak, Ma! Aku yakin nggak memasukkan garam terlalu banyak. Aku juga tahu Mama nggak boleh makan terlalu asin," Nayla berusaha menjelaskan.

"Oh, jadi sekarang kamu nuduh aku berbohong?"

Indri langsung berdiri dari kursinya. "Tega banget sih, Mbak Nayla, bisa-bisanya nuduh Tante Ratna begitu!"

Bayu yang mulai terprovokasi meraih sendok, lalu dengan kasar menyuapkan satu sendok nasi goreng ke mulut Nayla.

"Gimana? Masih mau mengelak?!" bentaknya sebelum melempar sendok ke meja dengan kasar.

Air mata menetes dari sudut mata Nayla. Dadanya sesak, bukan hanya karena perlakuan kasar Bayu, tapi juga karena rasa sakit yang tak kasat mata.

"Mas, aku bersumpah, aku nggak pernah menambahkan garam terlalu banyak!" suara Nayla bergetar.

Lalu, sesuatu terlintas di pikirannya. Atau mungkin…

Nayla menghapus air matanya dengan kasar, lalu menatap Indri tajam. Indri sempat terlihat gugup, tapi dengan cepat memasang wajah angkuh.

"Apa? Kamu nuduh aku?" tanya Indri, dagunya terangkat sombong.

"Bukannya tadi pagi kamu ada di dapur denganku? Bahkan saat aku ke ruang laundry, kamu masih di sana. Bisa aja kan, kamu yang sengaja menambahkan garam ke makanan ini?" Nayla menuduh dengan lantang.

"Nayla! Bisa-bisanya kamu nuduh Indri! Dia itu perempuan berpendidikan, nggak seperti kamu yang cuma lulusan SMP!" Ratna membela Indri mati-matian.

"Bisa aja, Ma! Sejak Indri datang ke rumah ini, Mas Bayu berubah! Aku curiga, jangan-jangan dia bukan sepupu Mas Bayu!" Nayla menoleh ke arah suaminya.

Wajah Bayu menegang.

"Kamu menuduh aku berselingkuh dengan Indri?" suaranya terdengar lebih rendah, tapi penuh kemarahan.

"Kalau memang nggak ada hubungan, kenapa kamu marah?" Nayla menantang.

Tamparan keras mendarat di pipinya.

"Cukup, Nayla! Kamu sudah kelewatan!"

Nayla menyentuh pipinya yang perih. "Justru sikap Mas yang bikin aku yakin, kalian punya hubungan!"

Indri pura-pura menangis. "Mas Bayu, Tante Ratna, lebih baik aku pulang aja! Aku nggak mau dituduh yang bukan-bukan!" Indri bergegas menuju kamarnya.

"Bayu!" Ratna menahan lengan putranya. "Mama nggak mau tahu! Kalau Indri pulang, kamu yang harus tanggung jawab! Kamu tahu gimana Om Bima, kan? Kalau dia tahu Indri disakiti, kita bisa celaka!"

Ratna melirik tajam ke arah Nayla.

"Kamu dengar, kan, perempuan kampung nggak tahu diri?! Kalau Indri pergi, aku bikin hidupmu neraka!"

Bayu menarik tangan Nayla dengan kasar, menyeretnya ke kamar. Sementara Ratna bergegas menuju kamar Indri.

---

Di dalam kamar, Bayu menatap Nayla dengan penuh amarah.

"Sekarang, cepat jelaskan apa maksudmu menuduh Indri?!"

"Mas, aku nggak menuduh! Aku cuma menyampaikan fakta! Dia ada di dapur bersamaku, bahkan saat aku ke laundry. Bisa aja dia yang ngerjain!"

"Memangnya kalau dia ada di sana, itu bukti dia pelakunya?"

"Mas! Tiga tahun aku jadi istrimu. Aku selalu masak buatmu dan Mama. Masa iya aku bisa lupa bedain garam sama gula?!"

Bayu terdiam. Tatapannya mengeras, seolah menimbang kata-kata Nayla.

Nayla menghela nafas panjang. Lalu, dengan penuh keberanian, ia mendekat ke arah suaminya.

"Siapa sebenarnya Indri?"

Bayu tersentak. Seakan ada sesuatu yang membekukan otaknya sejenak.

"Apa maksudmu?" suaranya terdengar lebih hati-hati.

"Siapa Indri, dan apa hubungan kalian?"

Bayu tampak semakin gugup. Wajahnya mendadak pucat.

Nayla melangkah mundur dan duduk di ranjang, tubuhnya terasa lemas.

Bayu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Lalu, ia menghela napas berat dan duduk di samping Nayla.

"Sayang, aku minta maaf," katanya lembut. "Aku benar-benar nggak bermaksud menyakitimu."

Nayla menatapnya tanpa ekspresi.

"Dan soal Indri…" Bayu menelan ludah. "Aku dan dia nggak ada hubungan apa-apa selain sepupu."

Bayu menggenggam tangan Nayla, mengusap air matanya dengan lembut. Kecupan kecil mendarat di keningnya.

"Aku mencintaimu, Nayla. Jadi nggak mungkin aku mengkhianatimu," bisiknya.

Nayla memejamkan mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Bayu.

Namun, meski bibirnya mengucapkan kata-kata manis, ada sesuatu yang tidak bisa ditepis dari hati Nayla—perasaan bahwa Bayu menyembunyikan sesuatu.

Nayla duduk diam di ranjang, tubuhnya terasa lemas. Bayu masih memeluknya, berusaha menenangkan emosi yang baru saja meledak di ruang makan. Namun, hati Nayla tetap dipenuhi keraguan.

"Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu, Mas," batinnya. "Semakin aku bertanya, semakin kamu mengelak. Untuk saat ini, lebih baik aku diam dan mencari tahu sendiri."

Pelukan Bayu terasa hangat, tapi tidak cukup untuk mengusir keresahan Nayla.

"Aku mencintaimu, Nayla," bisik Bayu lembut di telinganya. "Aku nggak akan pernah mengkhianatimu."

Namun, alih-alih tenang, Nayla justru semakin yakin ada yang disembunyikan suaminya.

---

Pagi harinya, Nayla terbangun dengan perasaan berat. Ia menatap punggung Bayu yang masih tertidur. Tanpa suara, ia bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke dapur.

Matanya mengamati meja dapur dengan teliti. Semua tampak rapi, kecuali satu hal—toples garam yang tutupnya sedikit terbuka.

Nayla mengambilnya, lalu mengernyit. Seingatnya, ia selalu menutup toples itu rapat-rapat.

"Jadi benar … seseorang telah menambahkan garam ke makanan itu."

Matanya langsung menatap pintu kamar Indri yang masih tertutup. Ia menghembuskan napas berat.

"Kalau memang kamu pelakunya, Indri … aku nggak akan tinggal diam."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel