Bab 3
Nada dering akrab membangunkanku dari lamunan.
Telepon dari Gavin lagi.
"Berengsek, apa lagi yang diinginkan si bodoh ini?"
Bella langsung tahu setelah mendengar nada dering khusus yang sengaja aku atur untuk Gavin.
"Halo?"
Bella langsung merebut ponselku dan menekan tombol jawab.
"Bella? Suruh Vina angkat telepon."
"Bicara sama siapa kamu?"
Bella langsung mengamuk dan mulai mengomel.
"Kamu pikir dirimu raja atau apa, beraninya memerintahkan orang angkat telepon?"
"Apakah saat bertemu denganmu nanti, aku harus sujud dulu sebelum bicara denganmu?"
"Jangan gila lagi, Bella," ujar Gavin dengan kencang. "Aku tahan saat kamu melawanku di hari biasa!"
"Sekarang Nana sedang kedinginan di luar karena memakai rok, kalau ada di rumah, kenapa tidak buka pintu!"
"Dasar wanita jahat!"
"Kamu seperti idiot yang tidak paham bahasa manusia, sudah dibilang Nana tidak ada di rumah, tapi masih terus telepon."
"Nana sedang bersamaku, tentu saja tidak ada di rumah!"
Suara kesal Gavin terdengar.
"Aku bilang sekali lagi, buka pintunya sekarang!"
"Kamu cemburu sama Nana, bukan? Dia lebih pintar dan pandai bergaul, memangnya salah aku bawa dia ke pesta? Lagi pula, bukankah kamu janji akan masak untukku hari ini?"
Aku sudah tidak bisa menahannya lagi, langsung merebut dan menutup telepon, lalu memblokirnya.
Bella terdiam lama sebelum bicara.
"Menurutmu ... apakah demam waktu itu benar-benar merusak otak Gavin?"
"Dia bisa masuk jurusan terbaik kampus kita, seharusnya cukup pintar, bukan?"
Aku tidak tahu otak Gavin benar-benar rusak atau apa, tapi tahu sama sekali tidak ada aku di hatinya.
Nana yang Bella maksud adalah aku, sedangkan Nana yang disebut Gavin adalah Siena.
Siena adalah wanita idaman Gavin.
Aku dan dia mirip hampir 90 persen.
Hal ini baru kusadari saat Siena pulang dari luar negeri tahun ini.
Mungkin ini juga alasan Gavin yang tiba-tiba mendekatiku.
Saat kuliah tahun kedua, Siena sekolah ke luar negeri.
Hal pertama yang dilakukan adalah memblokir semua kontak Gavin dan hal kedua adalah mencuri ponsel Gavin saat mengantarnya ke bandara.
Waktu itu Gavin marah jadi mengirimkan pesan mengajakku pacaran, tapi detik berikutnya langsung pergi menemui Siena dan akhirnya ponselnya dicuri.
Setelah pulang, dia bersedih selama seminggu dan akhirnya sadar ponselnya hilang.
Kemudian dia mencariku.
Setelah diperlakukan seperti itu, tapi masih bisa mencintai, aku rasa dia cukup hebat.
Ketika aku tahu ke mana perginya ponsel Gavin, aku langsung mengeluh pada Bella.
Jawaban Bella adalah ....
"Aku juga merasa kamu sangat hebat."
Waktu itu aku tidak paham dan baru mengerti sekarang.
Apa bedanya aku dengan Gavin?
Gavin bahkan melakukan hal yang lebih buruk padaku, tapi aku tetap bertahan selama bertahun-tahun.
"Aku sudah pesan tiket pulang, mau ikut?"
Aku melihat Bella di sampingku.
"Aku tidak bisa, aku harus kerja."
Bella merasa serba salah.
"Ibuku bilang kamu kerja bersamaku dan akan langsung menjadi wakil kepala, lalu perlahan naik jabatan."
"Nona, kenapa kamu tahu aku suka makan gaji buta?"
Bella langsung berlutut.
"Aku akan menjadi anak buahmu."
Aku mendesah.
"Semua ini salahku selama bertahun-tahun ini ...."
Setelah menikah, aku berhenti kerja dan mendukung Gavin dengan sepenuh hati.
Aku bukan hanya mengurus rumah, bahkan sering membantu urusan kantor.
Waktu itu dia baru merintis usaha, perputaran perusahaan sangat sulit, jadi aku memberikan semua tabunganku.
Aku pikir dengan begitu aku bisa mendapat masa depan yang lebih baik, tapi nyatanya malah mendapatkan kabar buruk.
Siena pulang dari luar negeri dan ingin tinggal di rumah kami.
Setelah protesku tidak berhasil, aku menjadi orang asing di rumah juga pembantu.
Aku bukan hanya harus memasak dan mencuci bajunya, tapi juga sering dimarahi Gavin dan difitnah Siena.
Kecelakaan mobil kali ini karena ingin menyiapkan makan malam untuk mereka.
Setelah menikah empat tahun dengannya, meski bekerja, tapi tidak ada jabatan resmi dan tidak dicantumkan di resume. Aku juga kehilangan satu kaki sekarang.
Jika keluargaku tidak bisa membantu, mungkin hidupku akan benar-benar hancur.
Aku menertawakan diriku sendiri.
"Bella, kamu benar, aku yang tidak menghargai diri sendiri."
"Mulai sekarang, aku tidak akan mengulangi kesalahan seperti itu lagi."