Bab 5 Pertemuan Di Kantin
Ozil terkejut dengan mata melotot saat mendengar satu nama yang tidak asing baginya. Bahkan, dia menatap tajam pada Rini yang ada di hadapannya kini seraya memperhatikan reaksi Ozil barusan. Namun, Rini merasa tak ada yang aneh dengan kalimatnya barusan di mana kabar tersebut didengar langsung oleh Juki.
"Apa kaubilang barusan? Juki datang bersama anak kecil?" tanya Ozil memastikan dan segera dibalas oleh Rini berupa anggukan dengan gerakan lambat.
"I—iya, Pak." Rini menjawab sedikit terbata karena dia yakin kalau Ozil akan marah besar jika ada orang yang membawa anak kecil ke perusahaan. Tentunya bukan rahasia lagi kalau peraturan perusahaan melarang keras ada anak kecil. Namun, kemungkinan amarah Ozil meletus bisa saja terjadi, meskipun Juki bukanlah karyawan di sana.
"Ya Tuhan, habislah Bang Juki kena marah Pak Ozil karena bawa anak kecil. Pakai acara hilang segala itu anak. Bisa repot kalau begini!" gumam Rini dalam hati merutuki kebodohan Juli karena datang ke perusahaan bersama anak kecil. Dia yakin kalau Ozil pasti marah karena semua peraturan memang dibuat olehnya di mana larangan membawa anak kecil berlaku sejak tiga tahun yang lalu.
"Lantas, apakah Okan sudah ditemukan?" Akhirnya suara Ozil terdengar lagi dan membuat Rini terhenyak, tapi dia masih bisa menguasai diri.
"Belum, Pak. Bahkan, Bang Juki meminta saya ikut mencari anak itu set—"
Kalimat Rini tak berlanjut karena Ozil segera bangun dari duduknya di mana minat makan mendadak hilang. Ozil menuju pintu dengan tergesa disusul suara Roni yang terdengar.
"Bapak mau kemana?" tanya Rini dengan raut bingung kini dan menatap Ozil yang akhirnya berhenti melangkah, lalu menoleh.
"Habiskan makanan itu karena aku tak lapar!" balasnya singkat dan justru meminta Rini menikmati apa yang seharusnya dia makan. Selanjutnya Ozil segera mendaratkan tangan kanan pada gagang pintu dan hilang setelah ditutup dengan kasar.
"Astagaaa ... ada apa sebenarnya? Masa iya Pak Ozil mau memarahi Bang Juki?" cicit Rini coba menerka dengan sorot mata tajam saat ini. Namun, seketika dia teringat akan pesan Ozil barusan yang memintanya untuk habiskan makanan di meja. Dengan wajah lesu, Rini menatap makanan itu dan perlahan menjilat bibir karena tergiur.
"Ya sudah, aku makan saja daripada mubazir juga!" gumam Rini yang segera merapikan meja seperti semula. Tentunya dia masih memiliki sopan santun sehingga tak makan di ruangan itu atau akan jadi masalah jika ada orang lain yang melihat. Secepat mungkin Rini meninggalkan ruangan menuju tempatnya beristirahat dan abai pada masalah yang dihadapi Juki.
Adapun Ozil melangkah cepat menuju kantin untuk mencari Juki. Dia harus memastikan kalau ucapan Rini tidak salah. Dalma langkahnya Ozil coba menelpon Juki, tapi justru tak aktif hingga membuatnya putus asa. Setibanya di sana tampak kondisi kantin yang ramai oleh karyawan. Mata Ozil menyisir setiap meja dari balik jendela dan berharap menemukan sosok Juki atau Okan. Sayangnya, tak ada tanda-tanda keberadaan mereka di sana hingga Ozil merasa bingung kini.
"Tak ada Juki maupun Okan. Apa mungkin sudah pulang?" ucap Ozil menerka situasi tersebut dan mungkin saja Okan sudah ditemukan oleh Juki sehingga langsung dibawa pulang. Namun, rentetan pertanyaan mengisi hati sekiranya bagaimana bisa Okan bisa ikut Juki sampai ke perusahaan seperti yang Rini katakan. Keberadaan Ozil di kantin dilihat oleh beberapa karyawan yang tak segan menggerakkan kepala sekadar memberi hormat pada atasan di perusahaan tersebut. Cukup lama Ozil berada di sana dan tak ada tanda-tanda keberadaan Juki sehingga membuatnya memutuskan untuk kembali ke ruangan. Namun, baru saja kaki itu melangkah, tiba-tiba ada suara yang berteriak cukup kencang.
"Papaaaaaaaaaaaaaa!"
Satu kata yang digumamkan dengan lantang sontak membuat Ozil menoleh ke arah datangnya suara. Amat jelas dia melihat sosok Okan berdiri di ujung koridor, lalu berlari ke arahnya. Ya, itu adalah suara Okan yang akhirnya berhasil menemukan Ozil dan tampak sumringah. Mata Ozil melotot melihat Okan di depannya kini dan tak ragu memeluknya diikuti segera berjongkok.
"Okan! Kenapa bisa ada di sini, hmmm?" tanya Ozil di mana mereka saling berpelukan. Ozil bisa merasakan kalau pelukan itu sangat erat seakan sudah lama tak bertemu.
"Okan kangen. Papa hilangnya lama dan Okan cariin sampai bosan," sahutnya jujur setelah melepas pelukan. Pengakuan itu didengar jelas oleh Ozil yang akhirnya sadar kalau hampir sebulan tak berkunjung ke taman di mana mereka biasa bertemu.
"Maaf, Papa sibuk banyak kerjaan. Bahkan, baru kemarin Papa pulang dari Amerika," tutur Ozil coba menjelaskan sesederhana mungkin mengenai ketidakhadirannya di taman dalam waktu cukup lama sampai membuat Okan harus susah payah mencarinya.
"Amerika itu di mana? Jauh dari taman?" serunya dengan wajah menggemaskan. Ozil tersenyum dan tak ragu mengelus rambut Okan yang sedikit pirang. Sikapnya yang demikian terlihat jelas kalau dia amat sayang pada Okan hingga tak sadar kalau beberapa karyawan memperhatikan dengan wajah serius. Bahkan, beberapa di antara mereka memanfaatkan kejadian itu menjadi foto atau video.
"Tentu saja jauh dari taman. Harus naik pesawat dulu untuk pergi ke sana."
"Benarkah? Okan tak pernah naik pesawat, Pa. Kalau libur sekolah Okan ikut ke Amerika, ya!" balas Okan polos yang tak ragu untuk meminta kemanapun Ozil pergi. Namun, ocehan barusan kian membuatnya tersenyum lebar disusul suara lain yang terdengar.
"Okan!" ucap seseorang dari arah depan Ozil yang tak lain adalah Juki. Secepatnya Ozil bangun dari posisi berjongkok, sedangkan Okan berdiri setia di sampingnya. Bahkan, wajah murung Okan sudah berganti dengan raut ceria seperti biasa.
"Ya Tuhan, Okan. Om Juki macam mau lapor polisi mencarimu sejak tadi. Tahunya malah di sini!" oceh Juki dengan nafas terengah pertanda cukup lama dia mencari keberadaan Okan hingga melihatnya bersama Ozil.
"Kau dari mana saja, Juk?" kata Ozil sekadar ingin tahu kemana saja Juki pergi.
"Muter-muter sampai ke toilet cari anak genit ini. Pikiranku sudah jelek saja sekiranya Okan godain cewek cantik di sini. Bisa repot urusan, Zil!" beber Juki berusaha menormalkan nafas dan amat gemas ketika melihat Okan yang justru cekikikan.
Tentunya Ozil ikut tertawa melihat kemalangan Juki yang selalu saja kewalahan untuk menghadapi Okan. Namun, sebuah pertanyaan sudah mengisi benak Ozil yang harus segera diutarakan. Namun, sadar kalau ada di kantin, segera Ozil mengajak mereka menuju tempat yang lebih nyaman dan disambut Okan dengan senang hati. Bahkan, Okan tak lepas menggandeng tangan Ozil layaknya ayah dan anak sesungguhnya. Bersamaan dengan itu mata Juki akhirnya sadar ketika melihat beberapa karyawan mengambil foto seraya bergunjing melihat apa yang baru saja terjadi dan disaksikan orang banyak. Sontak, Juki menepuk jidat disertai ocehan lirih yang bisa didengar dirinya sendiri.
"Aduh! Sebentar lagi pasti Ozil jadi artis dadakan kalau begini!"