Bab 3 Anak Hilang
Keesokan paginya Metha telah bangun sejak hari masih gelap. Setelah dia membersihkan diri langsung menuju dapur untuk membuat sarapan. Tentunya dia tidak melakukan sendiri karena Mbak Nining sudah lebih dulu berada di sana dan sedang memotong sayuran. Sebelum membantu Mbak Nining Metha lebih dulu membuat segelas teh hangat untuk mengisi perutnya yang masih kosong. Djrasa cukup barulah dia ikut membantu disusul Mbak Nining yang langsung menggoreng ayam dan telah diungkep lebih dahulu. Harumnya ayam goreng langsung memenuhi dapur disusul seorang pria paruh baya muncul dan berjalan perlahan semakin dekat. Pria baya itu langsung mendudukkan tubuh di kursi di mana posisinya berhadapan dengan Metha yang masih duduk sambil memotong sayuran. Dengan cepat, dia bangun dari duduk untuk membuatkan teh baginya.
"Hari ini biar Papa saja yang antar Okan ke sekolah." Tiba-tiba Sahid berucap demikian dan membuat Metha seketika menoleh ke arahnya dengan tangan kanan memegang sebuah gelas yang baru saja diambil dari lemari.
"Papa yakin?" ganya Metha seolah memastikan.
"Tidak apa-apa. Kebetulan Papa ingin ke tukang cukur sebentar. Sudah tak betah rambutnya mulai panjang," jawab Sahid apa adanya disusul senyum yang terukir di bibir Metha karena tahu kalau Sahid memang tak suka rambutnya panjang, meskipun sedikit saja.
"Ya sudah kalau begitu. Papa mau bawa mobil atau naik motor?"
"Naik motor sajalah biar bisa santai sekalian muter-muter ajak Okan. Diakan paling suka naik motor!" jawab Sahid yakin dan tak menimbulkan pertanyaan lagi baik bagi Metha maupun Mbak Nining yang sedang sibuk mengangkat ayam goreng karena telah matang dengan harum yang begitu semerbak.
Sekitar pukul setengah tujuh, sarapan pagi sudah dimulai di mana Okan juga telah bangun dan mengenakan pakaian sekolah. Sahid tersenyum melihat Okan yang begitu lahap menikmati sarapannya di mana terdapat sayuran serta ayam goreng kesukaannya. Bahkan, Sahid juga tertawa lebar menatap cucu satu-satunya yang dia miliki dan sangat sayangi.
Metha lebih dulu menyelesaikan sarapan dan segera pamit untuk berangkat kerja. Tak lupa dia mencium tangan Sahid, lalu mencium kening Okan seraya memberikan sedikit wejangan agar tak nakal di sekolah. Hal itu sengaja dilakukan karena tahu kalau Okan adalah anak luar biasa genit yang sering mengganggu teman perempuan di kelasnya. Bahkan, pernah ada laporan kalau Okan berani mengganggu kakak kelas.
Dirasa cukup akhirnya Metha segera pamit dan meninggalkan mereka yang masih berada di meja makan. Adapun Metha berangkat kerja menggunakan bus karena cukup sekali dia menggunakan kendaraan tersebut dan turun tepat di halte yang terletak di depan kantor. Selain itu, dengan menggunakan bus juga dia bisa lebih menghemat ongkos kerja setiap hari dan menyimpannya untuk keperluan yang lebih penting.
Tak sampai satu jam akhirnya Metha tiba di perusahaan yang baru saja sebulan dia tekuni karena sebelumnya tinggal di kota lain. Langkahnya begitu yakin memasuki perusahaan bersama para karyawan yang terlihat berbincang dengan rekannya. Adapun Metha belum memiliki banyak kenalan di perusahaan itu karena tergolong masih baru hingga akhirnya bertemu dengan rekan satu bagian yang langsung menyapa. Maka, Metha melangkahkan kaki beriringan dengannya sambil berbincang santai seperti biasa.
Belmasuk kerja akhirnya berbunyi ketika waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Maka, semua karyawan langsung sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan terlihat berlalu-lalang berpacu dengan waktu. begitupun yang terjadi pada Metha di mana dia kerap mondar-mandir membawa beberapa berkas untuk disodorkan kepada atasan. Metha menarik nafas dalam karena banyaknya pekerjaan yang menumpuk dan harus diselesaikan hingga tak terasa bel makan siang berbunyi.
"Ya Tuhan, cepat sekali sudah bel istirahat."
Sedangkan di bawah, Juki baru saja tiba dengan mengendarai sebuah motor yang biasa digunakan. Kali ini kedatangannya tak sendiri karena ada Okan yang membonceng di belakang. Bahkan, dia terlihat masih mengenakan seragam sekolah dan tas punggung dengan gambar spiderman. Dengan cepat, Juki memarkirkan motornya di parkiran di mana mata Okan menatap gedung tinggi yang begitu megah dan baru pertama kali dia lihat.
"Waaaaaah ... tinggi sekali gedungnya Apakah Papa Ozil kerja di sini, Om?" tanya Okan dengan mata tak berkedip menatap gedung tinggi yang menjulang seperti tak terlihat ujungnya.
"Benar. Papa Ozil kerja di sini dan paling ganteng!" jawab Juki yang justru menyasar ke mana-mana dan membuat Okan tersenyum lebar.
"Benarkah? Jadi Papa Ozil paling ganteng di sini? Memang ada ceweknya, Om?" tanya Okan lagi yang terlihat begitu senang mendengar apa yang diutarakan oleh Juki karena mengatakan bahwa Ozil paling tampan di sana. Otak genitnya langsung berpikir bahwa pasti ada makhluk bernama cewek di gedung tersebut.
"Tentu saja ada Malahan banyak dan cantik-cantik. Pokoknya kalah cantik cewek Okan yang ada di taman," sahut Juki sengaja dan membuat Okan melotot dengan mulut terbuka seolah ingin jatuh.
"Ayo kita masuk, Om. Okan tak sabar mau lihat dan godain. Siapa tahu ada yang Okan cinta, hihihi ...," sahut Okan dengan enteng serta raut genit seperti biasa.
Sontak, tawa Juki menggelegar karena menertawakan betapa genit Okan jika sudah membahas tentang cewek. Dirasa cukup genit-genitanya, maka Juki langsung membawa Okan untuk masuk di mana dia tak segan melangkahkan kaki menuju lobi. Sesampainya di depan, terlihat ada seorang satpam yang menyapa Juki karena sudah mengenalnya.
"Eh, Juk. Antar makanan buat Pak Ozil lagi?" tanya satpam itu lebih dulu dan langsung menebak.
"Iya, nih! Biasalah selalu ngidam nasi padang," sahut Juki asal dan dibalas senyum lebar oleh satpam tersebut.
"Anak siapa yang kucuri?"
"Coba tebak kira-kira anak siapa? Percaya tidak kalau dia adalah anakku?" kata Juki yang justru bertanya balik dan tentu saja ucapan barusan langsung mendapat gelengan keras.
"Pretlah! Mana mungkin dia adalah anakmu. Kau butek dan anak itu bening!" jawab Tatang yang membuat Juki ingin sekali mengajaknya gelut disusul dia segera masuk karena tak mungkin mengajak Tatang berbincang lebih lama atau akan kena masalah.
Tanpa ragu, Juki langsung membawa langkahnya menuju kantin di mana biasanya dia akan bertemu dengan seorang OG yang akan mengambil pesanan Ozil untuk diteruskan padanya ketika makan siang. Setibanya di sana Juki dan Okan langsung duduk manis untuk menunggu kedatangan OG tersebut. Namun, tiba-tiba Juki merasakan perut yang sakit dan matanya menoleh kiri dan kanan. Hal itu disadari oleh Okan yang langsung melontarkan sebuah pertanyaan.
"Kenapa, Om? Perutnya mules, ya?" tanya Okan karena melihat Juki memegang perut sambil meringis.
"Iya, nih? Sakit sekali. Om ke toilet dulu, ya!" sahut Juki tanpa basa-basi mengutarakan niatnya yang sudah tak tertahankan.
"Ok."
"Okan mau ikut ke toilet atau tetap menunggu di sini?"
"Okan di sini saja. Di toilet bau!" sahutnya sadis yang membuat Juki ingin sekali menjitaknya dan secepat kilat meninggalkan Okan sendirian di sana tanpa pengawasan. Adapun suasana kantin terlihat sepi, meskipun ada pegawai kantin yang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Cukup lama Okan menunggu Juki yang pergi ke toilet dan tak kunjung kembali. Rasa jenuh tentu dirasakan oleh Okan dan akhirnya melepaskan tas yang ada di punggung ke meja. Setelahnya, dia melangkahkan kaki serta melihat keadaan kantin yang amat luas.
"Papa Ozil di mana, ya? Lama sekali datangnya," ucap Okan yang berdiri di depan pintu kantin dan menatap lorong di mana tak ada satupun yang terlihat di sana.
Rasa penasaran memenuhi hati disusul langkahnya yang begitu yakin menyusuri lorong hingga berakhir pada lobi perusahaan yang cukup ramai. Matanya menatap ke sekeliling karena mencari keberadaan Ozil yang tak kunjung ditemukan, hingga tiba-tiba dia menghampiri meja resepsionis di mana kehadirannya disadari oleh mereka.
"Hai, adik ganteng. Kok bisa ada di sini? Ada apa?" tanya resepsionis itu yang merasa kebingungan ketika melihat ada seorang anak laki-laki dengan pakaian SD di kantor.
Dengan jelas, Okan bisa mendengar pertanyaan resepsionis itu dan tanpa ragu mengutarakan alasan dari kedatangannya ke sana
"Okan mau ketemu Papa. Tante lihat Papa tak?" jawab Okan yang seketika membuat kening resepsionis itu berkerut. Alhasil, dia menoleh pada rekannya yang ikut mendengar dan menggelengkan kepala karena tidak mengerti maksud Okan.
"Papa? Memangnya Papa Okan kerja di sini," tanya resepsionis itu yang langsung diberikan anggukan oleh Okan.
"Iya. Kata Om Juki, Papa kerja di sini. Makanya Okan datang karena sudah kangen sangat ingin bertemu," jawab Okan apa adanya dan tanpa malu mencurahkan rasa rindu yang sudah menggelayut di hati.
Apa yang diutarakan oleh Okan barusan membuat kedua resepsionis itu semakin penasaran di mana salah satunya dari mereka khirnya bertanya balik untuk membantu mencarikan orang tuanya.
"Memang siapa nama Papa Okan?"
"Papa Ozil!"