Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Negosiasi Dengan Kamp Survivor

Richard merasa tidak yakin. Nada bicara Sara lebih tajam dari biasanya dan reaksinya lebih intens. "Jika ada sesuatu yang mengganggumu, kamu bisa memberitahuku," katanya dengan lembut.

Sara memalingkan muka, tatapannya tertuju pada monitor. "Serius, aku baik-baik saja. Mari kita fokus pada misi ini."

Richard memperhatikannya sejenak, bingung. "Hmm... Baiklah.. "

"Specter-1, kenapa kamu tidak meminta izin kepada mereka untuk mendarat agar kamu dan pihak mereka bisa berbicara dengan normal?"

"Dimengerti, Eagle," jawab Graves, sambil mengatur kendali. "Kepada para Survivor, ini adalah Specter-1 meminta izin untuk mendarat dan berdiskusi secara langsung. Apakah kami mendapat izin dari Anda?"

Ada keheningan sejenak sebelum suara kasar itu menjawab. "Baiklah, daratkan helikopter Anda. Tapi jangan sampai menipu kami."

Graves menyampaikan konfirmasi. "Eagle, kami mendapat lampu hijau untuk mendarat."

Saat helikopter mulai turun, mata semua orang terpaku pada siaran langsung, menyaksikan helikopter dengan hati-hati mendekati zona pendaratan.

Richard mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya tajam. "Tetap waspada, semuanya. Kita harus melakukan ini dengan lancar."

Helikopter mendarat dengan lembut, rotornya menghembuskan awan debu. Graves dan timnya bersiap untuk turun, siap untuk melakukan negosiasi yang mungkin akan berjalan rumit.

Richard menoleh ke arah Sara, hendak berbicara, namun Sara sudah berdiri. "Aku harus keluar sebentar," katanya dengan cepat, dan tanpa menunggu jawaban, dia meninggalkan ruangan.

Richard dan Mark memperhatikan Sara saat dia keluar dari pusat komando.

"Sepertinya mood Sara hari ini benar-benar buruk, apa ada sesuatu yang terjadi di antara kalian berdua?" Mark berbisik.

"Entahlah... kemarin kami baru saja melakukan itu dan dia sangat puas... aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya."

"Hmmm... Sepertinya dia sedang datang bulan" Mark menebak.

"Tunggu? Benarkah? Apakah wanita ketika sedang haid selalu bertingkah seperti itu..." Richard terdiam, tidak yakin untuk melanjutkan pembicaraan.

Mark mengangkat bahu. "Itu bervariasi. Tapi, Pak, ini bukan hanya soal itu. Mungkin juga karena stres."

Richard mengangguk, mengakui kebenaran kata-kata Mark. "Kamu benar. Aku akan berbicara nanti dengannya secara pribadi. Untuk saat ini, mari kita fokus pada tugas yang ada."

Perhatian mereka kembali ke layar, di mana Graves dan timnya dengan hati-hati mendekati para Survivor. Mereka dapat melihatnya dari kamera Graves yang dipasang di depan helm taktisnya. Para Survivor itu mengenakan apa yang tampak seperti kemeja hijau militer dengan tulisan yang berbunyi "Militer"

Mereka juga dipersenjatai dengan senapan M16, yang di todongkan kepada Graves dan anak buahnya, itu merupakan senjata standar militer. Hal ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan di benak Richard. Apakah mereka benar-benar anggota militer yang selamat?

Graves, yang selalu tenang ketika berada di bawah tekanan, mengangkat tangannya dengan gerakan yang tidak mengancam. "Oke, mengapa kita tidak mulai dengan menurunkan senjata kalian terlebih dahulu? Dengar, aku akan memberi isyarat kepada anak buah ku untuk menurunkan senjata mereka juga." Ujar Graves.

"Apa Anda orang Amerika?," kata pria yang berada di tengah, dan tampaknya adalah pemimpin mereka. Dia tampak berusia pertengahan lima puluhan tahun, dengan tubuh yang kokoh dan wajah tegas yang menunjukkan tanda seorang prajurit berpengalaman. Rambutnya sudah beruban, dan matanya tajam, meskipun waspada tetapi dia menyimpan kecerdasan strategis tertentu. Dia mengenakan seragam yang sudah usang, meskipun kondisinya sudah lusuh akan tetapi masih menunjukkan kedisiplinan militer.

Graves mengangguk, senjatanya sendiri diturunkan sebagai isyarat perdamaian. "Ya, aku orang Amerika."

Sang pemimpin mengamati Graves dan timnya dengan seksama, lalu memberikan anggukan kecil kepada anak buahnya, memberi isyarat kepada mereka untuk menurunkan senjata juga.

"Aku Letnan Jenderal Arthur Peralta, komandan Kamp Jenderal Servillano S. Aquino dari Komando Luzon Utara. Kami telah bertahan di sini sejak keruntuhan militer."

Graves terkejut. "Jadi Anda memang dari pihak pemerintah ya? Baiklah, namaku Graves, dan aku bekerja di militer swasta bernama Blackwatch." Ujar Graves.

"Blackwatch? Aku belum pernah mendengarnya."

"Itulah masalahnya, organisasi kami sangat rahasia. Kebetulan kami ada di sini ketika keadaan mulai menjadi gila... Anda pasti tahu apa yang aku maksud..."

"Izinkan aku menanyakan ini... ada sebuah pesawat tak berawak yang terbang di atas kepala kita sekarang, apakah itu milikmu?" Arthur bertanya.

"Ya, itu adalah drone Reaper, buatan Amerika," jawab Graves sambil mempertahankan ketenangannya. "Kami menggunakannya untuk pengintaian dan dukungan pertempuran. Drone ini tidak akan menembak kecuali jika ada hal yang tidak kita inginkan terjadi."

"Oke... Graves... apa yang Anda inginkan dari kami? Kenapa anda berada di sini?"

"Sederhana saja. Kami sedang mengintai tempat ini dan harus aku katakan, bos kami mengaguminya. Jadi kami berencana untuk pindah ke tempat ini. Kami sedikit terkejut karena masih ada yang bertahan selama ini."

"Tapi New Clark City ini adalah milik kami, kami yang pertama di sini," kata Arthur dengan tegas.

"Aku tahu, itulah sebabnya kami ingin bekerja sama dengan Anda. Tempat ini sangat besar dan aku ragu Anda tidak akan memiliki kemampuan untuk mempertahankannya jika ada zombie yang bermutasi datang ke sini."

"Zombie yang bermutasi?" Arthur memiringkan kepalanya ke samping.

"Ya, varian zombie yang kuat, cukup untuk menghabisi kalian semua. Tapi jangan khawatir, kami memiliki semua perangkat keras militer untuk membuat tempat ini dibentengi. Tapi sebelum masuk ke pembicaraan itu, apakah Anda pemimpin tempat ini?"

Arthur menggelengkan kepalanya. "Aku hanya kepala militer, tapi ada satu orang dari pihak sipil... dia adalah mantan Wakil Presiden Negara ini."

"Oh..." Graves merenung.

"Pak... Anda dengar itu?" Graves menekan mikrofonnya, mengulurkan tangan kepada Richard.

"Ya, aku mendengarnya dengan jelas, Specter-1," Richard mengakui. "Dia mengatakan bahwa pemimpin sipil saat ini adalah mantan wakil presiden Negara Ini?"

"Itu benar, Pak, mohon izin untuk berdialog secara diplomatis dengan mereka," pinta Graves.

Richard berhenti sejenak, mempertimbangkan implikasinya. "Izin diberikan, Specter-1. Lanjutkan negosiasi nya. Kami akan memantau situasi dari sini dan menunggu kabar terbaru dari Anda. Eagle keluar."

Dengan berakhirnya transmisi, Graves menghadap Jenderal Arthur Peralta dan berbicara. "Sekarang aku telah menerima izin untuk berbicara dengan pemimpin Anda, Jenderal. Apa aku mendapatkan izin dari Amda juga?"

"Aku harus menghubunginya terlebih dahulu," jawab Jenderal Peralta sambil meraih radionya. "Tapi mengingat situasinya, dia pasti tidak akan keberatan."

Graves mengangguk. Dia memperhatikan Peralta berbicara di radio, suaranya tegas namun penuh hormat. Setelah perbincangan singkat, Peralta berbalik ke Graves.

"Dia setuju untuk bertemu. Aku akan mengantar Anda ke lokasinya," katanya, memberi isyarat agar Graves dan timnya mengikuti.

Ketika mereka berjalan melewati kamp darurat, Graves mengamati sisa-sisa dari apa yang dulunya merupakan operasi militer yang terstruktur dengan baik, yang sekarang beroperasi dalam mode bertahan hidup. Para prajurit meskipun terlihat lelah akan tetapi mereka tetap menunjukkan sikap disiplin.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel