Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8 Rencana Jahat

Rena terpaku mendengar ucapan Tanaya yang kembali mengingatkan jika hari ini dia akan menjalankan rencana selanjutnya demi menghancurkan rumah tangga dia dan Jeff. Terdengar helaan nafas berat yang Rena hembuskan dan tentu didengar serta dilihat oleh Evran yang menatap bingung padanya. Kepala Rena menoleh dan menatap sendu wajah Evran. Dia melihat matanya berkedip beberapa kali seolah bertanya rencana macam apa yang akan dilakukan oleh Rena atas perintah dan di bawah ancaman Tanaya. Tangan Rena yang masih menggenggam erat Evran terasa semakin kencang dan dirasakan olehnya yang tak berdaya.

"Pa, Rena pergi dulu, ya. Rena janji akan bawa Papa pergi dari sini secepatnya," ucap Rena pelan dan dibalas gumaman oleh Evran yang tentunya berisi larangan agar Rena tak menuruti kemauan Tanaya.

"Euk euk euk …," gumam Evran yang membuat mata Rena kembali berkabut.

"Tidak, Nak. Jangan turuti kemauan wanita ular ini. Papa rela mati asalkan kau dan Jeff selalu bahagia. Jangan lakukan, Nak!" teriak Evran sebatas dalam hati dan sekuat tenaga.

Tidak. Rena tak mendengar jeritan hati Evran yang melarang dirinya menjalankan rencana untuk menghancurkan rumah tangga yang baru seumur jagung. Namun, tak ada pilihan bagi Rena dan harus dia lakukan agar Evran tetap hidup. Dengan berat hati, Rena melepas genggaman tangan pada Evran setelah menciumnya beberapa kali. Rena bangun dari duduknya dan beralih menatap Maida yang berdiri di dekat nakas. Tak ada kata yang terucap dan hanya saling berpandangan untuk sesaat, sebelum Rena melangkahkan kaki meninggalkan kamar itu mengikuti langkah Tanaya.

"Cepat jalan! Aku benci dengan manusia lelet!" kata Tanaya sambil mendorong cukup keras tubuh Rena menuju pintu. Rena keluar kamar dan meninggalkan Evran bersama Maida yang untuk pertama kalinya dia lihat.

"Semoga wanita itu merawat Papa dengan baik," kata Rena dalam hati berharap yang terbaik bagi Evran.

Tak berapa lama, mereka sampai di ruangan di mana Anin tengah berbincang dengan seorang pria dan wanita cantik lainnya serta sudah Rena kenal.

"Dilara? Apa yang dia lakukan di sini?" gumam hati Rena melihat Dilara yang tersenyum sinis.

"Wow, cantik juga jalang kecil ini!" seru pria gagah di sebelah Dilara menatap tajam pada Rena yang merasa jengah akan tatapannya tersebut.

'Bugh'

Sebuah pukulan melayang di perut pria itu yang tak lain adalah Hakan, kekasih Dilara.

"Akh!" rintih Hakan memegang perutnya yang berdenyut karena pukulan dari Dilara.

"Kok mukul, sih?" kata Hakan yang tak terima akan pukulan Dilara barusan.

"Bisa-bisanya kamu bilang wanita lain cantik di depanku. Kamu sengaja lakukan itu supaya aku marah, huh?" oceh Dilara kesal dengan mata melotot.

"Sensi banget, sih, kamu. Dia juga wanita sepertimu. Masa iya aku bilang ganteng. Kamu suka ngaco, deh!" sahut Hakan santai dan tanpa dosa membela diri yang sontak membuat mata Dilara melotot.

"Sudah … sudah! Tante minta kalian datang bukan untuk bertengkar. Dan kamu Hakan, cepat siapkan semuanya!" ucap Tanaya yang menatap kesal pada mereka dan paham jika Dilara mudah dibakar api cemburu tak jelas.

"Sudah beres, Tan. Tinggal eksekusi saja," jawab Hakan santai.

Anin yang sejak tadi duduk hanya memutar bola matanya malas. Suasana hatinya sedang tak bagus karena tak mendapat izin dari Tanaya untuk berlibur bersama sahabatnya yang sejak tadi menunggu kabar, tapi harus menelan pil pahit. Seketika mata Tanaya beralih menatap Anin yang nampak menggerutu tak jelas dan membuatnya jengkel dengan perilakunya.

"Anin, cepat kamu ambil baju yang sudah Mama siapkan untuk jalang kecil kita!" ucap Tanaya pada Anin yang terlihat santai dan melirik malas pada Rena yang berdiri mematung sejak tadi.

Anin bergeming. Dia menatap benci pada Rena dan berdecih. Baginya, Rena adalah biang masalah karena keberadaan dia selalu membuatnya kena masalah oleh Tanaya yang tak segan menahan kartu kredit serta fasilitas lain, hingga membuatnya tak bisa bersenang-senang.

"Sudah cepat ambil bajunya. Kamu tak dengar apa yang diperintahkan barusan, huh?" oceh Dilara mengulang kembali ucapan Tanaya.

Anin bangun dari duduk nyamannya dan terdengar hentakkan kaki yang cukup keras karena rasa jengkel yang melanda hatinya. Melihat Anin yang terus bergumam tak jelas, Tanaya hanya menggelengkan kepala karena tak habis pikir dengan sifat Anin yang susah diatur dan pembangkang. Rena yang sejak tadi diam tiba-tiba terhenyak ketika suara Tanaya terdengar tepat di depan telinganya yang tak tuli.

"Tunjukkan kemampuanmu berakting saat pengambilan gambar berlangsung," ucap Tanaya membuat matanya melotot diikuti suara kekehan yang membuat hati Rena meradang di bawah ketidakberdayaannya untuk melawan. Hanya kepalan tangan yang bisa Rena lakukan akibat menahan kesalnya.

Tak berapa lama, muncul Anin dengan sebuah paperbag berisi pakaian yang diminta oleh Tanaya dan langsung diraihnya untuk diberikan pada Rena yang berkerut kening.

"Pakai ini!" kata Tanaya menyerahkan paperbag itu sedikit kasar pada Rena.

"Apa ini?" jawab Rena bingung.

"Pakaian kebesaranmu, jalang kecil!" sambut Dilara sambil terkekeh karena geli dengan julukan yang dia sematkan pada Rena.

"Jangan banyak tanya! Kau cukup kenakan ini dan poles wajahmu lebih tebal. Aku ingin wajahmu terlihat berani dan menggoda. Cepat lakukan atau kuhabisi pria cacat itu sekarang!" oceh Tanaya diiringi ancaman yang selalu membuat Rena menggeleng keras.

Di tengah ocehan Tanaya yang terus terdengar, Maida terlihat keluar dari ruangan karena baru saja selesai dengan tugasnya menyuapi Evran makan siang. Telinganya yang tajam terus merekam apa yang mereka katakan dan memasang raut wajah polos agar tak menarik perhatian mereka yang melihat ke arahnya. Namun, langkah Maida terhenti ketika sebuah suara menyebut namanya dengan keras.

"Maida, ke sini kamu!" teriak Tanaya kencang dan membuat jantung Maida kaget.

"Aduh, mau apa wanita setan itu memanggilku?" suara hatinya dilanda cemas.

Tubuhnya berbalik dan berjalan sedikit ragu menghampiri di mana Tanaya berdiri dan menatapnya tajam seolah ingin mencabiknya. Namun, Maida berusaha memasang raut tenang di wajahnya agar tak menimbulkan kecurigaan. Setibanya di hadapan Tanaya, Maida melihat Rena yang tengah berdiri memegang sebuah paperbag dan mantapnya datar.

"Ada apa, Nyonya?" ucap Maida ketika sudah berdiri tepat di hadapan Tanaya yang sedang duduk bersilang kaki.

"Kauantar jalang ini ke kamar atas dan bantu dia memoles wajahnya. Pastikan dia memakai baju itu dengan benar dan segera turun setelah dia sudah siap!" cerocos Tanaya dengan suara tegas layaknya seorang majikan penuh kuasa dan dibalas anggukkan cepat oleh Maida.

"Baik, Nyonya." Maida mengangguk patuh. Dia menatap Rena dengan tajam dan ikut menelisik saksama. Tatapan itu membuat Rena jengah padanya.

"Ikuti saya," kata Maida ketus dan diikuti Rena yang hanya mampu menuruti.

Dengan langkah pelan, Rena mengikuti ke mana Maida akan membawanya. Sepanjang jalan menuju kamar tak ada perbincangan yang terjadi antara mereka. Setelah kepergian Rena, senyum Tanaya terbit. Dia sudah tak sabar ingin menghancurkan rumah tangga Jeff dan berakhir perceraian yang disusul dengan pernikahan antara Jeff dan Dilara. Di tengah senyum Dilara yang terukir, Hakan yang merupakan pria satu-satunya di sana hanya tersenyum sinis. Dia tentu menjadi pria yang paling beruntung karena selain mendapatkan uang dan kebutuhan seks yang dipenuhi oleh Dilara sebagai kekasihnya, dia juga mendapat kesempatan bisa berdekatan dengan Rena yang diam-diam dia cintai.

"Lumayanlah bisa peluk-peluk Rena di ranjang, meskipun gak bisa kutancap sungguhan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel