BAB 9 Keanehan Yang Ditemukan Jeff
Di kantor, Jeff tengah meeting dengan para staff untuk membahas rencana pembangunan hotel yang akan didirikan di daerah Malang. Tak lupa, Ferry mendampingi Jeff dan duduk tepat di sebelah kanannya serta Imelda di sebelah kiri Jeff karena bertugas mencatat semua yang dibahas pada meeting tersebut.
"Apa semua surat izin sudah selesai?" tanya Jeff memastika kelengkapan dokumen sebagai syarat mendirikan hotel di daerah setempat.
"Sudah ok semua, Pak," jawab Pak Muldoko yang bertugas mengurus segala hal berkaitan tentang surat izin pembangunan hotel dan sebagainya hingga dinyatakan selesai dan siap dibangun.
"Untuk rancang bangunanya?" lanjut Jeff lagi.
"Sudah siap, Pak. Design sudah selesai," jawab Pak Peter selaku penanggung jawab rancang bangunan.
Jeff menganggukkan kepala tanda mengerti. Matanya memandang puas pada seluruh staff yang hadir karena rencana sudah matang dan hanya tinggal eksekusi. Imelda mencatat semua hal yang dibahas dalam meeting tersebut dengan detail dan kecepatan menulis yang tak usah diragukan. Tak berapa lama, meeting akhirnya selesai. Semua staff kembali ke ruangannya masing-masing. Jeff pun langsung menuju ruangan diikuti Ferry yang setia mengekorinya, sedangkan Imelda kembali melanjutkan pekerjaannya. Sesampainya di dalam ruangan, Jeff mendudukkan tubuh ke sofa. Raut wajah tegas telah berubah lesu dan tidak seperti saat di ruang meeting tadi. Tangan kiri terlihat memijat pelipisnya sambil menunduk. Ferry tertegun sesaat dan menuju mini bar untuk membuat teh hangat. Tak butuh waktu lama, dia menghampiri Jeff dan menyerahkan teh itu padanya.
"Minum dulu," ucap Ferry menyodorkan secangkir teh.
Jeff mengangkat wajah dan menerima cangkir itu. Ditiupnya teh panas beberapa kali dan meminum pelan. Hal serupa juga dilakukan oleh Ferry yang duduk di seberangnya dengan tatapan yang tak luput dari Jeff.
"Ahhhhh …," Bukan suara Jeff, melainkan suara Ferry yang mendesah dengan mata terpejam dan menggeleng pelan.
"Wajahmu jangan begitu. Macam baru nyembur saja!" ucap Jeff sarkas menatap Ferry yang justru terkekeh karena kalimat tak terduga.
"Hahaha … Kalau nyembur aku gak begitu, Jeff, tapi …," sahut Ferry dan langsung dipotong Jeff lagi.
"Gak usah dicontohkan. Aku sudah pernah dengar!" sambung Jeff lagi dan membuat mata Ferry melotot.
"Sumpah kamu, Jeff? Dengar di mana, kamvret?" cicit Ferry penasaran dan melayangkan tatapan tajam pada Jeff yang kembali meneguk tehnya.
"Pas kamu lagi ngurut di kamar mandi," jelasnya santai dan membuat Ferry tercengang.
"Anjay. Kok bisa kamu dengar. Ah, parah kamu pakai acara ngintip aku lagi ngurut belut. Gak benar kamu jadi sohib, Jeff!" cerocos Ferry yang baru tahu kalau suara seksinya didengar oleh Jeff.
"Aku tak sengaja. Tak usah malu juga karena itu normal untuk laki-laki!" ucap Jeff mengurai rasa malu Ferry.
"Dih, siapa juga yang malu. Kalau tahu kamu dengar aku sedang ngurut, kenapa gak bantu urut sekalian?" terang Ferry tak tahu malu dan langsung ditatap tajam oleh Jeff.
"Gila kamu!" maki Jeff bergidig bahu.
"Hahaha … santai, Jeff. Lagian itu dulu karena sekarang aku sudah punya lahan Imel dan bisa kusiram kapan pun," oceh Ferry jelas layaknya urat malu yang sudah putus.
"Hati-hati tumbuh kecambah, dodol!" kata Jeff mengingatkan.
"Santai. Aku nyembur di luar. Main aman kita!" timpal Ferry menunjukkan wajah aslinya yang bajingan.
Jeff tak menimpali dan menghela nafas berat. Dia meneguk kembali sisa teh yang ada di cangkir dan meletakkannya ke meja dalam keadaan kosong. Sesudahnya, dia kembali menerik nafas panjang, lalu menyandarkan punggung ke sofa sambil menatap langit-langit.
"Apa yang kaupikirkan, Jeff?" tanya Ferry melihat Jeff yang dia ketahui sedang dalam masalah.
Terdengar helaan nafas panjang dari Jeff dan duduk tegap kembali sambil menatap Ferry yang menghabiskan tehnya.
"Malam ini aku akan memasangkan pelacak di kalung yang Rena kenakan," kata Jeff datar.
"Ide bagus. Lalu?" sahut Ferry.
"Aku berharap cara itu akan membuahkan hasil dan mengetahui ke mana saja dan apa yang dilakukan oleh Rena serta siapa saja yang dia temui serta merusak pikirannya. Kurasa tak wajar apa yang dia lakukan akhir-akhir ini," terang Jeff panjang lebar dan diangguki oleh Ferry.
"Bagaimana dengan orang yang kamu perintahkan untuk mengikuti Rena? Ada hasil?" tanya Ferry cepat.
"Justru itu yang aneh, Fer," sahut Jeff bernada serius dan bingung.
"Aneh kenapa? Aku jadi cemas, nih!" oceh Ferry yang mendadak gugup untuk mendengar penjelasan Jeff.
"Rena hanya pergi ke mall sendirian. Mendatangi sebuah rumah di kawasan Sentul dan tak keluar dalam waktu yang cukup lama," jelas Jeff dengan wajah bingungnya.
"Sentul?" gumam Ferry pelan.
"Iya."
"Perasaan kamu tak ada rumah di kawasan Sentul," kata Ferry yang hafal mati semua lokasi rumah yang dimiliki keluarga William.
"Memang tak ada. Berdasarkan info yang didapat, rumah itu adalah milik seorang warga Indonesia berdarah Cina dan disewakan. Yang jadi masalah adalah penyewanya tak kukenal," tutur Jeff bingung.
"Namanya siapa?" kata Ferry penasaran.
"Maida," sahut Jeff singkat.
Kening Ferry berkerut. Dia terlihat mentap penuh tanda tanya pada Jeff yang menarik nafas. Reaksi itu sebagai ungkapan jika dia tak kenal juga siapa penyewa tersebut.
"Aku tak tahu siapa dia, tapi berdasarkan info, Maida adalah seorang perawat di rumah sakit dan memiliki seorang adik laki-laki," terang Jeff membeberkan apa yang dia ketahui pada Ferry yang menyimak saksama.
"Memang Rena ada teman yang bekerja sebagai perawat, Jeff?" tanya Ferry lebih dalam.
"Setahuku tidak. Rena tak punya banyak teman, Fer. Kalau pun ada, aku tahu siapa temannya dan di mana mereka tinggal. Bahkan, aku sudah menemui mereka untuk mencari tahu apa yang terjadi pada Rena," papar Jeff lagi.
"Lalu apa keterangan yang mereka berikan padamu?" seru Ferry cepat karena tak sabar.
"Aku menemui Deska, sahabatnya dari SD hingga SMA. Dia mengatakan jika Rena beberapa kali berkunjung ke rumahnya dengan raut sedih dan meminta izin untuk tidur sejenak. Namun, Rena pergi tanpa menceritakan apa pun dan hanya meminta doa agar apa yang dia lakukan berjalan lancar," ucap Jeff panjang lebar dan membuat kening Ferry semakin berkerut banyak serta kedua pangkal alis tebalnya hampir menyatu.
"Ah, gila si Rena!" seru Ferry cukup keras dan membuat mata Jeff melotot tajam.
"Anjing kamu! Rena tidak gila, Fer!" maki Jeff dengan suara kencang karena tak senang istrinya dihina dan membuat Ferry menutup mulutnya karena keceplosan.
"Sorry, Jeff. Aku kelepasan, hehehe …," elak Ferry berujung kekehan yang merutuki mulut bocornya karena menghina Rena yang sangat dicintai oleh Jeff.
"Sepertinya memang benar kalau Rena bertindak tak wajar karena dipicu oleh sesuatu, Jeff. Tugasmu kini adalah mencari tahu apa sebabnya," ungkap Ferry serius dan didengarkan oleh Jeff yang terlihat mengepalkan tangannya.
"Pasti. Aku yakin ada yang tak beres!"