BAB 7 Pertemuan
Rena tergopoh menghampiri di mana terbaring seorang pria paruh baya di sebuah ranjang. Evran, dia tengah berbaring di bawah selimut berwarna abu tua. Matanya mengerjap dan hanya mampu menatap siapa yang ada di depannya kini. Rena tanpa ragu meraih tangan Evran dan menciumnya layaknya seorang anak yang menghormati orang tuanya.
"Papa. Rena datang, Pa," kata Rena dengan mata yang telah basah oleh air mata.
Evran berkedip dan nampak matanya ikut berkabut. Rena mencium berkali-kali tangan Evran dan membantunya untuk duduk bersandar serta mengganjal punggungnya di kepala ranjang dengan tumpukkan bantal. Tak ada suara dan hanya gumaman tak jelas yang Evran lakukan serta mata berkedip.
"Papa sudah makan?" tanya Rena lembut.
Guamam lirih terdengar bersama kedipan mata dari dua bola mata yang masih sama indah dan tajamnya. Sepasang mata yang sama dan dimiliki oleh Jeff.
"Apa mereka memperlakukan Papa dengan baik?" ucap Rena lagi.
Kembali hanya kedipan mata yang mampu Evran lakukan sebagai jawaban. Terukir senyum di bibir tipis Rena. Hatinya sedikit lega mengetahui jika Evran tetap mendapat makanan dan perlakuan baik dari Tanaya, meskipun hatinya tetap cemas memikirkan keadaan Evran yang dikurung dari dunia luar.
"Euk euk euk …," suara Evran terdengar berusaha mengatakan sesuatu dan tentu membuat Rena bingung karena tak mengerti.
"Papa bicara apa? Papa tanya Kak Jeff?" tebak Rena akan arti gumaman Evran dan dibalas kedipan.
"Kak Jeff sehat, Pa. Dia baik-baik saja dan perusahaan tetap berjalan dengan baik. Papa jangan pikirkan hal itu," ucap Rena menenangkan Evran.
"Alhamdulillah," suara hati Evran mengucap syukur dan tak mampu dia ucapkan, apalagi didengar Rena.
Mata bulat Evran menatap lembut wajah Rena dan perlahan berkerut kening ketika menyadari ada yang beda dengan penampilan menantu terbaik yang dia miliki. Rena yang menyadari tatapan Evran berubah saksama pada dirinya tentu tahu apa yang membuat rautnya aneh seketika. Rena menatap dirinya sendiri dan tentu merasa jijik dengan penampilannya bagaikan jalang. Tangannya menggenggam erat tangan kanan Evran dan kembali mendaratkan sebuah kecupan.
"Papa jijik, ya, lihat Rena macam jalang?" ucap Rena tersenyum sinis pada dirinya sendiri.
Evran berkedip beberapa kali seolah minta penjelasan pada Rena apa yang sedang dia lakukan sekarang akan dirinya yang berubah drastis.
"Rena terpaksa menuruti kemauan Tante Tanaya, Pa," kata Rena dengan suara sedihnya.
'Degg'
Jantung Evran berdebar kencang. Nafasnya mendadak sesak dan yakin jika Tanaya telah melakukan tindakan tak benar pada anak dan menantunya.
"Apa yang dia lakukan padamu, Nak?" kata Evran dalam hati seolah Rena bisa mendengarnya dengan tatapan tajam yang dia tujukan tepat ke manik mata Rena yang nampak sendu.
"Rena terpaksa melakukannya, Pa. Rena harus berhasil membuat Kak Jeff benci pada Rena serta menceraikan Rena secepatnya. Jika itu tak terjadi, maka Papa akan dibunuh oleh Tante Tanaya. Rena tak ingin Papa dibunuh mereka. Demi Allah Rena tak mau itu terjadi," tutur Rena dengan matanya yang telah basah.
Jantung Evran bagai ditusuk pisau dan disiram oleh garam. Dadanya benar-benar sesak mendengar pengakuan Rena tentang rencana jahat Tanaya yang sedang berlangsung di saat dirinya tak berdaya.
"Jangan lakukan itu, Nak. Katakan sejujurnya pada Jeff apa yang tengah menimpamu," kata Evran dalam hati dengan teriakan kencang jika dia bisa bicara.
"Apa yang harus Rena lakukan, Pa? Rena bingung," ucap Rena yang tak tahu harus berbuat apa.
Nampak Evran menarik nafas dalam. Mata tajamnya terus memandang wajah cantik Rena yang terlihat lebih tegas karena make up sedikit tebal yang dia kenakan demi tuntutan peran yang sedang dia lakukan. Rena terisak dengan tangan kanan Evran yang dia tempelkan di pipinya yang telah basah. Walaupun pengakuannya tak dibalas ucapan oleh Evran, tapi hatinya sedikit lega karena telah mengutarakan beban yang sedang dipikulnya kini. Tubuh Evran memang tak bisa digerakkan, tapi otak cerdasnya tetap bekerja dengan baik. Dia punya solusi untuk kesulitan yang dihadapi oleh Rena, tapi dia tak tahu bagaiman cara mengutarakannya pada Rena.
"Ya Allah, tunjukkan jalan agar hamba dapat membantu anak menantu yang sedang kesulitan," ucap Evran memohon jalan keluar pada Tuhan.
Tak berapa lama, terdengar pintu yang dibuka dari luar. Terihat Maida datang dengan membawa nampan berisi sepiring makanan dan segelas air. Di belakang Maida, sosok Tanaya muncul bersama bunyi high heels yang menyentuh lantai dan terdengar seperti sebuah peringatan agar jangan berbuat macam-macam. Maida berjalan pelan menghampiri dan semakin dekat dengan ranjang. Namun, matanya tentu tak luput menatap Rena yang tengah duduk di kursi dengan tangan menggenggam erat tangan kanan Evran. Ketika mata Maida bertemu pandang dengan mata Evran, nampak mata Evran berkedip dan membuat Maida mengerti yang dengan cepat membaca situasi.
"Gimana temu kangennya? Sudah cukup bertemu dengan mertuamu yang tak berguna ini, huh?" oceh Tanaya ketus dengan senyum sinis di bibir merahnya.
"Apa maumu Tante? Lepaskan Papa! Bawa dia ke rumah sakit karena Papa butuh pengobatan," kata Rena tegas tanpa melepas genggaman tangannya pada Evran yang bergeming.
"Cih! Untuk apa dibawa ke rumah sakit. Percuma buang uang dan mending untukku belanja juga jalan-jalan ke luar negeri. Diobati atau tidak, pada akhirnya dia akan mati juga!" timpal Tanaya menatap remeh pada Evran yang tampak lemah di ranjang.
"Tante!" teriak Rena tak suka dengan ucapan yang Tanaya layangkan.
"Jangan membentakku, jalang! Kau tak ada hak berbicara keras denganku karena kau hanya budakku!" teriak Tanaya dan melayangkan hinaan pada Rena.
Rena menatap benci pada Tanaya. Tangannya mengepal dan berusaha menahan emosi yang sudah memenuhi rongga dada akan ucapan kasar dari wanita jahat di depannya. Maida yang sedang meletakkan nampan di atas nakas ikut menggenggam erat sisi nampan hingga urat di tangannya terlihat. Dia ingin sekali melayangkan nampan itu ke wajah Tanaya, tapi hal itu justru akan membahayakan dan bisa mengancam keselamatan semuanya.
"Ya Tuhan, panjangkan umurku agar bisa merobek mulut wanita rakus ini satu hari nanti," gerutu Maida dalam hati dan memejamkan mata sesaat demi mengurai emosinya yang siap meledak.
Maida memutar tubuhnya dan melihat Tanaya tengah berdiri di samping ranjang, tepat di bagian kaki Evran yang tertutup selimut dan berujar serta membuat kening Maida berkerut. Tatapan Tanaya tertuju pada Rena yang tak kunjung melepas tangan Evran dan melempar seringaian.
"Siapkan dirimu untuk menjalani rencana selanjutnya!"