Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Wanna Play with Me?

Chapter 6

Shane baru saja mengenakan pakaiannya ketika bel pintu kamar yang ditempati Paris berbunyi. Merasa tidak memanggil petugas hotel, Paris mendekati pintu kamar lalu menempelkan sebelah matanya di lubang pintu. Ia mundur beberapa langkah kemudian berbalik dan melangkahkan kakikinya mendekati Shane.

"Rachel berada di depan pintuku," ucap Paris tanpa rasa panik sedikit pun tergambar di wajahnya, ekspresinya begitu tenang seolah-olah tidak ada bahaya yang menghadang mereka.

Wajah Shane tampak menegang. "Apa yang harus kulakukan?"

Bibir Paris mengulas senyum tipis. Sebenarnya ia sama sekali tidak peduli jika Rachel memergokinya, toh yang datang ke kamarnya adalah Shane bukan dirinya yang datang dan naik ke atas ranjang suami rachel.

"Tentu saja kau harus bersembunyi," jawab Paris seolah-olah ia peduli. "Berikan ponselmu padaku."

"Untuk apa?"

"Jangan banyak bicara," kata Paris sambil menengadahkan satu tangannya untuk meminta benda yang ia inginkan.

Shane memberikannya kepada Paris dengan ragu-ragu. Di dalam benaknya ia bertanya-tanya karena Paris juga meminta kode akses ponselnya.

Dua menit kemudian Rachel masuk ke dalam kamar Paris. Rachel memang tahu Paris berada di Tokyo dari media sosial Paris dan temannya itu mengiyakannya saat Rachel memastikan. Bahkan Paris menyebutkan nama hotel dan nomor kamar tempatnya menginap. Rachel pasti mengira semua serba kebetulan tetapi faktanya semua direncanakan dengan matang oleh Shane agar ia tidak terlalu jauh saat ia ingin bertemu Paris.

"Ya Tuhan... jadi kau baru saja selesai?" tanya Rachel ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar tempat Paris menginap.

Jarak tempat tidur dan ruang tamu kamar presiden suite room itu memang tidak dekat tetapi faktanya sisa aroma percintaan yang baru selesai tidak bisa disembunyikan.

Paris hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Rachel.

"Apa sugar baby-mu tampan seperti milikku?" tanya Rachel. Ia datang ke dalam kamar Paris membawa seorang pemuda tampan. "Di mana dia?"

"Dia baru saja pergi," jawab Paris.

Agak acuh. Ia sama sekali tidak melirik sugar baby yang Rachel bawa karena matanya menemukan jam tangan Shane yang tergeletak di atas meja tak jauh dari tempatnya berdiri. Paris bergerak perlahan mendekati meja lalu diam-diam ia meraih jam tangan milik Shane kemudian memasukkan benda itu ke saku yang terdapat di jubah mandi yang ia kenakan.

Paris berdehem. "Apa rencanamu malam ini?"

Rachel menghempaskan bokongnya di sofa, menarik pemuda yang ia bawa agar duduk bersamanya. "Malam ini... kurasa menghabiskan malam bersama suamiku di club. Apa kau ingin ikut bersama kami?"

Paris menyandarkan pinggangnya di sandaran sofa, ia mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Aku ingin beristirahat saja."

Ia memang lelah akibat perlakuan Shane yang bisa di katakan sedikit tidak beradab. Paris menekan pelipisnya menyaksikan Rachel dan sugar baby-nya yang bercumbu di depannya tanpa malu-malu. Ini bukan masalah Paris merasa sungkan menyaksikan tontonan di depannya, tetapi masalahnya Shane ada di dalam lemari pakaian.

Semakin lama berada di dalam sana mungkin Pria itu mungkin akan merasa gerah atau bisa juga pria itu tidak bisa menahan emosinya mendengarkan pembicaraan antara istrinya dan Paris. Memikirkan itu membuat Paris sedikit gelisah.

"Paris, apa kau ingin bergabung? Kita bisa melakukan bertiga." Rachel menawarkan kebaikannya.

Sungguh menyenangkan tetapi tidak untuk sekarang. Paris yang biasanya tenang dan penuh tipu muslihat kini merasa seperti berada di tepi lingkaran api neraka.

"Di mana s-suamimu?"

"Dia sedang ada urusan, jangan khawatir," jawab Rachel cepat.

"Oh...."

Paris pada nyatanya tidak bisa berbuat apa-apa, yang ia harapkan hanya Shane bertahan dan bersabar karena faktanya mereka impas. Paris sama sekali tidak menyangka Rachel datang membawa seorang pemuda.

Paris menelan ludahnya. "Bisakah kau mencarikan untukku... untuk malam ini?" Akhirnya Paris memang harus melakukannya, malam ini sepertinya ranjangnya akan terasa dingin jika ia hanya sendirian.

"Aku akan memesankan untukmu," jawab Rachel sambil setengah melenguh karena pemuda yang bersamanya sedang mencumbu dadanya.

Sial!

Paris diam-diam membuka kode akses ponsel Shane lalu ia mengetik dengan secepat kilat menggunakan satu tangannya. Mengirim pesan ke ponsel Rachel yang pasti ada di dalam tangannya. Ia menghela napasnya karena sesuatu bergolak di dalam dirinya, ia juga menginginkan seseorang mencumbu tubuhnya.

"Rachel, bisakah kau pesankan sekarang saja? Aku juga menginginkan sekarang."

"Kau tidak sabaran sekali," gerutu Rachel. Ia membuka tasnya lalu mengambil ponselnya. Menggeser layarnya, air mukanya seketika tampak berubah. "Suamiku akan segera kembali, sepertinya pestaku berakhir."

Paris menyeringai di dalam hati.

"Tunggu kabar dariku, aku akan mencari satu untukmu. Baby, ayo ke kamar kita sebentar," ucap Rachel seraya bangkit dari duduk. Tangannya membenarkan pakaiannya yang berantakan.

Paris menganggukkan kepalanya. "Terima kasih."

Paris bernapas lega setelah mengantarkan sahabatnya keluar dari kamarnya. Bergegas ia membuka pintu lemari di mana Shane bersembunyi. "Kau baik-baik saja?" tanya Paris.

Shane keluar dari lemari, ia menyilangkan kedua lengannya di depan dadanya. Menatap Paris dengan tatapan tajam.

"Jadi, seperti ini kelakuan kalian di belakang suami kalian?" tanyanya seolah ia seorang pria suci.

Paris mencebik meski di dalam hati. "Apa yang akan kau lakukan kepada Rachel? Menangkap basah? Mengatakan kau mendengar semuanya di sini?" Paris balik bertanya dengan nada terdengar sinis.

Shane menaikkan sebelah alisnya. "Menurutmu?"

"Bagaimana jika kukatakan kau membeliku dengan 2% saham di perusahaanmu?"

"Jangan bermain denganku," ucap Shane dengan seringai mengancam di sudut bibirnya.

"Apa maksudmu?" Paris menatap Shane dengan tatapan ragu. Ia mencari-cari ke mana arah pembicaraan yang Shane maksud.

Shane memiringkan kepalanya, sudut bibirnya menyeringai lucik. "Aku akan menyimpan rahasia kita, aku tidak akan mempermasalahkan kelakuan Rachel di belakangku asalkan kau... membiarkan aku mencicipimu lagi," katanya.

Paris tersenyum. "Hanya itu?" tanya Paris.

"Ya, hanya itu." Shane menjawab pertanyaan Paris dengan nada yakin.

Paris merogoh sakunya, memberikan ponsel dan jam tangan Shane ke telapak tangan Shane tetapi ia tidak menjawab pertanyaan Shane.

"Bagaimana?"

"Yang jelas saat ini aku ingin melanjutkan dengan pria lain, Shane."

Paris membuka jubah mandinya dengan tidak menghiraukan Shane yang tampak mendamba kembali karna melihat tubuh molek Paris yang tidak mengenakan apa pun. Ia memilih pakaian kemudian dengan santai mengenakannya di depan Shane seolah-olah ia akan meninggalkan kamar.

"Jika kau menolak aku akan melaporkan kepada Arsen bagaimana kelakuanmu," ucap Shane dengan nada mengancam.

Paris tersenyum manis. Ia mendekati Shane lalu ia sedikit berjinjit dan mendaratkan bibirnya dengan lembut di bibir Shane. "Aku tahu kau tidak akan melakukannya, Shane."

Lagi pula, Shane. Kau terlalu meremehkanku. Mana mungkin Arsen percaya kepadamu dan aku juga sama sekali tidak peduli dengan rumah tanggamu, tapi yang jelas aku tidak ingin berada di tengah keributan rumah tangga untuk sekarang ini.

Bersambung....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel