BAB 7
“Sarapan untuk bapak sih, iya bu, kalau lembur jarang.”
Dista melangkah menuju ruangan Brian, ia menyemprot pewangi ruangan ia memandang, office boy yang sudah menyelesaikan tugasnya.
“Mari bu, saya pamit dulu.”
“Iya silahkan.”
Dista mengambil piring dan ia letakan roti hasil pilihannya. Ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 08.10 menit. Ia mendengar suara derap langkah masuk. Dista tahu itu siapa, ia berdiri memandang seorang pria mengenakan kemeja berwarna putih dan celana abu-abu. Rambutnya tersisir secara rapi. Aroma parfume cedarwood dari Giorgio Armandi Acqua tercium di hidungnya. Aroma yang segar siapapun yang menciumnya betah berlama-lama di dekat pria itu.
“Selamat pagi pak,” ucap Dista, ia berikan senyuman terbaiknya,
Brian memandang Dista, jujur ia suka dengan penampilan Dista hari ini, dia sangat cantik dan segar. Brian membalas senyuman wanita itu,
“Selamat pagi juga Dista.”
Dista melangkah menuju meja dekat wastafel, ia menyeduh kopi untuk Brian. Ia memasukan kopi bubuk dan dan gula sesuai takaran yang diucapkan Brian kemarin. Ia mengaduk kopi itu dan lalu melangkah menuju ruangan Brian.
Dista menatap Brian yang duduk di kursi, pria itu tersenyum kepadanya. Dista meletakan cangkir itu di meja, tepatnya di hadapan Brian. Brian tersenyum dan lalu menyesap kopi itu secara perlahan, ia memandang Dista yang hendak keluar.
“Dista,” ucap Brian, ia melihat betis Dista, betis wanita itu sangat mulus dan kulitnya bersih. Ia suka memandang wanita yang memiliki kulit mulus dan bersih, terlebih dibagian betis hingga paha. Selalu membuatnya penasaran untuk menyentuhnya.
“Iya pak.”
“Kamu mau ke mana?”
“Ke ruangan saya pak,” ucap Dista.
“Sini duduk, kamu temani saya sarapan.”
“Baik pak.”
Dista menelan ludah, ia lalu duduk di kursi kosong tepat di hadapan Brian. Ia berusaha tenang dan memandang pria itu.
Brian menatap piring terdapat beberbagai macam kue pembelian Dista. Brian meraih cangkir dan lalu ia menyesap kopi itu secara perlahan.
Brian melirik Dista, “Kamu nggak buat teh?” Tanya Brian.
“Saya harus buat teh juga?”
“Terserah kamu, mau minum teh atau kopi, yang penting kita sarapan sama-sama. Masa saya sarapan sendiri.”
“Iya, bentar saya buat teh dulu.”
Dista beranjak dari kursinya, ia melangkah menuju meja ia menyeduh teh di cangkir, ia pikir hanya menemani pria itu saja. Namun ia di suruh sarapan bersama. Dista melangkah ke meja Brian dan duduk kembali ke kursinya.
Brian menyungging senyum kepada wanita itu, “Bagaimana pengalaman kamu di Jakarta?” Tanya Brian, ia mengambil sandwich dan lalu memakannya.
“Baik pak, ternyata warga Jakarta itu murah senyum dan baik,” ucap Dista.
“Kost kamu bagaimana? Enak tidur di sana?” Tanya Brian.
“Enak pak kostnya. Tidur saya nyenyak.”
“Bagus kalau begitu.”
Brian mengambil signature sandwich dan menyerahkan kepada Dista, “Kalau saya makan kamu haru makan juga Dista.”
Dista mengambil sandwich dari tangan Brian, “Iya pak, terima kasih.”
Dista memakan sandwich pemberian Brian, “Jadwal saya hari ini apa?” Tanya Brian, ia memakan hingga habis sandwichnya.
“Hari ini bapak ada meeting direksi jam sebelas. Setelah itu bapak ada bertemu dengan investor dari Inggris, mr. Jhoni jam dua siang di hotel Mercure.”
“Oke, ada lagi?”
“Udah itu aja pak.”
Dista memandang Brian menyudahi sarapannya. Dista mengundurkan diri dan membawa piring kotor itu dan mencucinya di wastafel. Dista kembali ke ruangannya. Ia menghidupkan computer dan ia mulai kerja. Tepat jam sembilan, ia melihat beberapa karyawan masuk memberi laporan kepada Brian. Berhubung ruangannya transparan ia bisa melihat siapa saja yang masuk ke dalam ruangan itu.
Ia mengerti kenapa ia harus datang jam delapan, karena karyawan mulai jam sembilan berbagai divisi datang menemui pak Brian. Mulai dari memberikan laporan, innovasi dari pengelola hotel, pembelian barang yang cukup berat ataupun pihak marketing yang ingin membuat aplikasi baru, agar mempermudah tamu memesan room dan venue.
Brian menandatangi beberapa laporan ia kedatangan HRD memberi kartu akses untuk Dista sekretarisnya. Jam segini memang aktivitas sedang ramai, karena ia hanya menerima karyawan masuk ke ruanganya pagi jam sembilan hingga jam sepuluh.
Beberapa saat kemudian,
Brian menyandarkan punggungnya di kursi, ia memandang Dista di depan daun pintu. Wanita itu memandangnya,
“Hari ini bapak meeting direksi,” ucap Dista mengingatkan karena sudah hampir jam sepuluh, di ruang meeting sudah ada direktur, pengelola hotel dan GM.
Brian menegakkan tubuhnya dan ia melangkah ke ruang meeting. Ia melihat ada pengelola hotel dan beberapa pejabat sudah berada di tempat. Brian duduk di kursinya sedangkan Dista duduk tidak jauh dari Brian.
Dista mencatat hasil evaluasi dari Brian, ia memberi target kepada pengelola hotel untuk bulan depan. Brian ingin hasil kerja mereka mencapai target yang diinginkan. Penjelasan Brian sangat baik, bijak, padat dan jelas. Bukan seperti meeting yang bertele-tele dan membuat pendengar bosan. Aura kharismanya terpancar. Pantas saja pria itu sukses di usia muda, lihat saja Brian sangat berwibawa.
Meeting selesai, Dista mencatat hasil meeting melalui word dan lalu menyerahkan kepada Brian. Brian melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 12.00. Ia menyimpan hasil meeting itu di laci, ia beranjak dari kursinya.
“Kita sudah waktunya break,” ucap Brian.
“Baik pak.”
“Kita lunch di luar.”
“Iya.”
Dista mengambil tasnya di ruangannya, ia mengikuti langkah Brian keluar dari office, tidak lupa Dista mengunci ruangannya. Dista mengikuti langkah Brian masuk ke dalam lift menuju basemen. Dista melirik Brian yang hanya diam. Dista mendongakan wajahnya, ternyata tubuh boss nya setinggi ini. ia hanya sebahunya, padahal ia memiliki tubuh ideal menurutnya.
Pintu lift terbuka, Brian menghidupkan central lock mobil. Klason mobil berbunyi, Dista menatap ke depan ia memandang mobil BMW 8 series coupe. Ia tidak pernah membayangkan bahwa ia akan mengenakan mobil mahal itu.
“Kamu ada saran kita akan makan di mana?” Tanya Brian ia memasang sabuk pengaman.
Dista juga memasang sabuk pengaman, “Saya baru di sini pak, jadi nggak tau.”
“Makan di dekat hotel Mercure aja sih saran saya, karena jam dua bapak akan bertemu dengan mr. Jhoni di sana.”
“Iya kamu benar. Kita makan di Animale restoran saja, masakan di sana enak-enak,” ucap Brian.
Brian menghidupkan mesin mobil dan semenit kemudian mobil meninggalkan area tower office. Dista memandang Brian memanuver mobil, dia memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya. Lihatlah betapa tampannya pria itu, tangan kirinya menghidupkan audio mobil. Brian melirik Dista yang memandangnya.
***