Bab 3 Rahasia Maia
Bab 3 Rahasia Maia
Sinar mentari menyusuri sudut demi sudut Bumi tanpa terkecuali Womfy Island. Pancaran fajar mengintip di balik dinding-dinding tebing, lalu membias ke genangan air, sisa hujan semalam. Hawa yang ditinggalkan hujan bercampur dengan panasnya sapaan surya itu membuat kehangatan dan juga kenyamanan luar biasa. Seakan ingin terus bermalas-malasan di atas pembaringan.
Tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk Maia. Gadis bermuka oval, berambut kecoklatan yang curly itu sudah terlihat rapi. Dengan setelan blus rajut buatan ibunya berwarna baby blue itu di padu-padankan dengan celana hotpant berwarna navy. Dia juga memasukkan beberapa barang ke dalam tas yang terbuat dari anyaman akar tumbuh-tumbuhan. Tas tersebut memiliki aroma khas tumbuhan. Bahkan hampir semua barang-barangnya memiliki aroma masing-masing yang menjadi ciri khasnya.
“Kira-kira apalagi yang harus dibawa?” Maia menyapu pandangan ke ruangan yang berbentuk lingkaran berukuran 3*8 meter tersebut.
Maia melihat ke atas kasurnya yang berada tepat di hadapannya.
“Oke, sudah siap.” Maia sedikit melompat sambil meraih selempang tas lalu memutarkan di atas kepalanya dan mendarat menyilang tepat di depan dadanya.
Maia menuruni tangga dari kamarnya menuju ruang tamu. Rumah Maia cukup unik. Rumah dengan desain serba kayu, dan dikelilingi oleh bunga-bunga. Yang membuatnya lebih menarik lagi yaitu, rumahnya dibangun melingkari satu pohon. Di kulit pohon itu ditambahkan beberapa kayu dan ditata sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai tangga.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di ruang tamu. Tetapi Maia tidak menemukan ayah dan ibunya. Sehingga dia putuskan untuk memutarkan badannya dan menuruni anak tangga menuju ke ruang keluarga. Ayah dan ibunya biasa duduk-duduk di ruang keluarga apabila ada pembicaraan serius atau sedang ada projek yang berkaitan dengan ekstraksi bunga. Benar saja, terlihat dua orang yang berkulit putih duduk berdua dengan ekspresi yang cukup serius. Maia mengurungkan niatnya untuk menyelesaikan anak tangganya, masih tersisa tiga anak tangga lagi di bawah kakinya.
“Maia mau ke rumah Nort, kemungkinan pulang malam. Kalau tidak sibuk, boleh jemput Maia nanti malam, Yah?” Maia berteriak, sembari melingkarkan tangannya ke pohon.
Gaia dan Tristan pun terkejut, tetapi mereka justru menertawakan sikap anak perempuannya tersebut.
“Iya, nanti dijemput.” Tristan mengangguk.
Maia bergegas menuju ke sisi kanan rumahnya, tempat di mana kuda mereka diikat.
“Tanahnya terlalu basah, bisa bahaya kalau saya naik kuda.” Maia melihat ke tanah, melihat ke kebunnya yang tertutup kabut dan melihat ke jalan yang digunakan untuk menuju rumah Nort.
Maia tiba-tiba tersenyum memastikan orang tuanya belum naik ke ruang tamu. Dia berjalan menuju pepohonan lalu, “Ciyaaaaaaaatttt.” Maia melompat ke salah satu ranting pohon.
***
“Maaf Save, hujan semalam benar-benar membuatku terhipnotis oleh kasur. Entah mengapa daya tarik kasur sungguh tinggi.” Nort masih mengucek matanya.
“Masa kamu masih mengantuk, Nort? Bukankah sudah mandi? Apa mungkin kamu cuma mandi bebek?”
“Mengapa kamu menjadi seperti Maia?” Nort menurunkan tangannya dari matanya.
“Ha, ha, ha, kamu bisa saja, Nort.”
“Save, apa kamu pernah pergi ke salah satu hutan di sini?”
“Belum pernah. Meskipun rumah saya dekat dengan hutan. Tetapi ayah selalu melarang dan akan marah apabila mengetahui salah satu dari anaknya nekat pergi ke hutan.”
“Padahal, saya pikir bisa menghabiskan waktu liburan dengan berjalan-jalan di hutan.” Nort menundukkan pandangannya.
“Apa di sini ada tempat wisata atau tempat yang bagus untuk dikunjungi?” lanjutnya.
Save menggelengkan kepalanya.
“Ternyata tuan Nort sudah di sini. Pantas saja saya ke kamar sudah tidak ada batang hidungnya.” Maia berjalan dengan terburu-buru lalu duduk di samping Save.
“Bisakah kamu mengucapkan kalimat permisi terlebih dahulu?” Nort mengernyitkan dahinya.
“Betul, sudah berkali-kali kehadiranmu mengejutkan kami. Tunggu, ada apa dengan lengan baju dan lututmu?” Save keheranan melihat beberapa lubang yang terobek di bajunya dan lututnya yang berwarna kemerahan.
“Tenang, masih aman. Hanya melakukan salah satu hobby saja.” Maia terkekeh.
“Liburan ini mau ke mana?” Maia melanjutkan perkataannya.
“Nort tadi bilang ingin pergi ke hutan. Tetapi,…”
“Ya sudah, ayo.” Maia berdiri seketika.
“Save tidak diperbolehkan pergi ke hutan oleh ayahnya. Mungkin kamu mengetahui tempat yang bagus untuk didatangi?”
“Bagaimana kalau tempat yang memacu adrenalin?” Maia kembali duduk dan mencoba mendekatkan tubuhnya ke Save dan Nort, sambil berbicara sedikit pelan.
“Boleh.” Nort menjawab dengan antusias.
“Memangnya ada tempat yang seperti itu di sini?” Save mencoba menggali ingatannya.
“Ada.” Mata Maia berbinar dengan senyum yang sangat lebar.
“Sepertinya hari ini tidak bisa ke mana-mana. Hujan turun lagi dan cukup deras.” Minerva datang bersama dua pelayan perempuannya sambil membawa makanan.
Minerva tersenyum melihat ekspresi wajah ketiga anak di depannya itu.
“Sekarang makan dulu. Barangkali hujannya tidak turun besok pagi. Lebih baik mulai besok pagi kalau mau pergi-pergi.”
Save, Nort dan Maia pun saling pandang. Mereka menyantap makanan yang sudah disiapkan. Mereka memutuskan untuk tidak pergi ke mana-mana hari itu, dan menghabiskan waktu untuk bercerita. Seperti biasa, Maia menjadi yang paling aktif apabila topik pembicaraan berkaitan dengan Nort.
***
Maia pulang dijemput oleh ayahnya. Jarak untuk sampai ke rumah masih ada 15 meter lagi. Tetapi aroma yang sangat wangi memasuki kedua rongga hidungnya. Maia merasa sedikit janggal dengan kejadian tersebut. Pasalnya, meski ayah dan ibunya sering membuat ekstrak dari bunga, belum pernah wanginya sampai tercium dari jarak sejauh itu.
Sesampainya di rumah, Maia kembali dikejutkan dengan beberapa hal. Rumahnya seperti sedang disinari oleh sesuatu hingga malam itu seperti saat siang hari yang cerah. Kebun bunganya juga penuh dengan makhluk yang menyerupai kupu-kupu. Maia hanya melihatnya sekilas, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.
Di kepala Maia masih penuh dengan pertanyaan. Tetapi pikiran Maia lebih terganti ketika dia ingat bahwa esok hari akan berpetualang bersama dengan Nort. Maia meletakkan tasnya di meja kayu yang berada di tengah kamarnya. Setelah membersihkan diri, Maia pun menenggelamkan dirinya di balik selimut.
Ketika Maia tengah terlelap, beberapa kali terdengar suara letupan dari ruang keluarganya. Meskipun begitu, Maia masih pulas dalam dunia mimpinya.
***
Maia bangun tidur pagi-pagi sekali. Sekitar 25 menit, Maia sudah siap untuk berangkat. Sepertinya rasa ingin berpetualang dengan Nort sudah menghinoptisnya, hingga tidak merasakan ada keanehan yang ada di rumahnya. Sampai saat Maia tidak menemukan ayah dan ibunya di tempat biasa mereka. Maia baru menyadari bahwa rumahnya sudah dipenuhi makhluk yang menyerupai dengan kupu-kupu, seperti yang dilihatnya semalam. Saat Maia hendak menaiki anak tangga menuju ke ruang tamu, tiba-tiba Maia melihat ke sudut ruangan.
“Maia sudah mau ke rumah Nort?” Gaia menutup pintu dan berjalan menghampiri Maia.
“Sejak kapan di sana ada pintu?”
“Iya, ruangan itu memang baru dibuat oleh ayahmu. Tiba-tiba ayah ada tugas untuk membuat ekstrak yang cukup banyak. Memang sengaja dibuat untuk menampung hasil karya ayahmu. Maia mau lihat?” Terlihat senyum yang dipaksa di wajah Gaia, seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu.
“Maia mau langsung ke rumah Nort, Bu. Kebetulan sejak semalam memang lebih wangi dari sebelumnya. Maia pikir ada peri seperti yang sering ibu dongengkan sewaktu Maia kecil.” Maia terkekeh.
“Hati-hati di jalan.”
“Iya, Bu.” Maia bergegas menaiki anak tangga, menuju ke tempat kudanya di ikat. Kali ini bukan hujan air seperti malam sebelumnya, melainkan hujan salju (seperti hari-hari biasa). Maia menuntun kudanya ke jalan, menunggang dan memacunya dengan kencang menuju rumah Nort.
***
“Itu Maia sudah sampai.” Save menunjuk ke arah Maia yang terlihat baru memasuki halaman rumah Nort.
“Sudah lama?” Maia masih berada di atas kudanya.
“Tidak. Tadi sempat bercerita dan sarapan dengan Nort. Lalu saat kami sampai di sini, kamu juga terlihat memasuki halaman.” Save merapikan barang-barangnya, lalu melihat ke arah Maia yang masih berada di atas kuda.
“Sepertinya hari ini kamu terlihat berbeda.” Baru kali ini Nort melihat ke arah Maia.
“Apakah kamu baru menyadari, tuan Nort? Bukankah aku selalu menarik. Ha, ha, ha.” Maia berusaha menenangkan perasaannya sendiri yang saat itu tersipu dengan kata-kata Nort.
“Memangnya tempat yang memacu adrenalin itu di mana?” Save masih kebingungan dengan pernyataan Maia saat itu.
“Nanti juga kamu tahu, Save. Akan tetapi, apa kamu tidak apa-apa ikut tour adrenalin ini?” Maia tersenyum dengan penuh antusias.
Maia memacu kudanya di depan kuda yang ditunggangi oleh Save dan Nort. Maia memandu mereka menuju ke arah Selatan dari rumah Nort. Mereka menyusuri jalan, melewati tiga tebing-tebing yang curam, melewati satu sungai kecil dan satu sungai yang cukup besar hingga membuat mereka hampir hanyut. Lalu tibalah mereka di jalan yang diapit oleh dua bukit. Dari depan bukit sudah terlihat di sana banyak pepohonan yang lebih tinggi daripada pohon yang berada di rumah Maia.
“Ini sangat keren. Aku sudah tidak sabar lagi.” Maia membelalakkan matanya melihat apa yang berada di depannya itu.
“Save, ini sepertinya … “ Nort belum sempat menyelesaikan kata-katanya.
“Save, di balik bukit ini adalah hutan yang paling terlarang. Ibu pernah bilang di sana tempatnya cukup mengerikan. Banyak binatang buas dan makhluk jadi-jadian, bahkan monster pun ada di sana. Sebenarnya saya tidak percaya dengan cerita ibu. Kamu dan Nort masih mau masuk atau menunggu di sini?”
“Ketika Maia berbicara, memangnya ada yang bisa menolak ajakannya?” Save tersenyum menanggapi itu.
Namun ketika mereka hendak melewati dua bukit itu, saat mereka sampai di tengah antara dua bukit itu terdapat pohon-pohon besar yang digunakan untuk menutup jalurnya. Dengan terpaksa, mereka turun dari kuda dan masuk ke dalam hutan dengan berjalan kaki. Setelah melewati pohon-pohon penghalang tersebut, mereka bertiga dikejutkan dengan bentuk-bentuk pepohonan dan situasi yang mereka lihat.
“Wah, benar-benar di luar pemikiran.” Nada Maia sangat bersemangat. Lalu tiba-tiba Maia melompat ke ranting salah pohon tanpa sepengetahuan Nort dan Save.
Nort dan Save masih terpaku dengan apa yang dilihatnya. Beberapa pohon seperti ada api di ujung rantingnya, beberapa seperti berbau wangi dan terlihat dari tempatnya berdiri pohon yang paling besar dari yang lain. Pohon tersebut seperti memikat Nort dan Save. Mereka berdua berjalan secara diagonal ke kanan dari arah datangnya. Pada saat mereka sampai di depan pohon tersebut, mereka dikejutkan dengan adanya pintu yang berukuran 2.5 meter di hadapannya.
Bersamaan dengan itu, “Ciyaaaaaaat.” Maia melompat turun dari ranting pohon di samping kiri mereka. Maia dipenuhi dengan sinar kuning yang sangat terang hingga membuat mereka menutup matanya. Maia jatuh menabrak Nort dan Save ke belakang, dan tanpa sengaja membuka pintu dari pohon tersebut. Belum sempat mengubah posisi tubuh, mereka bertiga dikejutkan dengan apa yang mereka lihat, bahkan mereka juga mendengar suara yang sangat nyaring dari dalam pohon misterius tersebut.