Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Nama Saya Nort

Bab 2 Nama Saya Nort

Nort tampak disibukkan dengan beberapa kardus yang harus ia bereskan. Goncangan bumi kemarin cukup untuk meruntuhkan seisi rumahnya termasuk beberapa genting yang posisinya paling bawah. Beruntungnya, rumahnya masih bisa berdiri tegak. Nort tidak mengerjakan sendiri, ia dibantu Save dan Sam. Mereka mengangkat satu persatu kardus yang belum sempat dibuka. Minerva sibuk membuka dan menutup kardus, lalu memberi tahu di mana tepatnya kardus itu diletakkan. Maia dan beberapa perempuan yang datang, menyiapkan makanan dan minuman. Lalu beberapa tetangga dewasa lainnya membereskan puing-puing yang berserakan.

Membutuhkan waktu sekitar sepuluh jam sejak fajar terbit. Akhirnya rumah Nort sudah kembali rapi. Barang-barang dari rumah sebelumnya juga sudah diletakkan sesuai tempatnya.

“Selesai juga.” Maia merebahkan badannya di sofa. Tepat di mana dia tidur kemarin.

“Nama saya Nort.” Nort menundukkan wajahnya, suaranya lirih hingga Maia dan Save hampir tidak mendengar yang dia katakan. Nort memposisikan diri duduk di depan Maia dan di sisi kiri Save.

“Save, apa kamu mendengar yang ia katakan?” Maia mencoba menggoda Nort.

Mendengar itu Nort justru semakin menundukkan pandangannya. Tatapan matanya benar-benar lurus ke kakinya.

“Nort bilang, namanya Nort.” Save menjelaskan apa yang dia dengar kepada Maia sambil tersenyum.

“Nort, apa yang membuatmu malu? Bukankah kita teman? Coba katakan sekali lagi dengan suara lantang.”

Nort mengangkat wajahnya ragu, matanya sedikit tertutup dan tangannya bergantian memegang hidungnya.

“Coba diulang perkenalan kita. Kalau kali ini kamu masih malu, saya tidak mau menjadi temanmu lagi.” Maia memoncongkan mulutnya, dan sedikit menggeser tubuhnya ke arah Save.

“Save, kamu yang pertama,” lanjutnya.

“Nama saya Nort.” Nort mendadak berdiri, lututnya mengenai meja yang berada di antara sofa tempat duduknya dan Maia. Nada yang digunakan Nort seperti orang berteriak, sehingga Save dan Maia terkejut lalu melihat ke arah Nort.

Beberapa detik setelah itu, mereka bertiga membisu dan Nort menatap secara bergantian mata Maia dan Save. Kemudian mereka tertawa secara bersamaan.

“Apa sudah aman, Nort? Masih takut pada kami?” Maia melanjutkan tawanya sambil memegangi perutnya.

“Tidak.” Nort tersenyum sambil membenarkan posisi duduknya.

“Jadi, besok latihan menunggang kuda lagi kan, Nort?” Minerva tiba-tiba berada di antara mereka bertiga.

“Tolong, Mami jangan lagi. Cukup kemaren Nort dipermainkan oleh kuda.” Nort membuat bibirnya lebih maju dari sebelumnya, memasang matanya sendu dan bersikap seperti anak kecil yang meminta mainan kepada ibunya.

Melihat perilaku Nort, Minerva dan Save tertawa terbahak-bahak.

Pada saat yang sama, Maia memandang Nort dengan tajam. Mendeskripsikan tubuh Nort dengan kata-kata dalam pikirannya sendiri. Seperti saat ia melihat ke dalam matanya yang memiliki kornea berwarna kecoklatan, bulu mata yang tidak terlalu panjang tetapi lentik ke atas dan alis yang hitam kelam. Ia melanjutkan tatapannya ke arah hidung Nort yang cukup mancung dengan kesan tumpul di ujung hidungnya. Bibirnya yang unik dengan bagian atas dan bawah memiliki volume yang sama, memberikan kesan bahwa Nort cukup perasa. Wajahnya yang sedikit chubby dengan bentuk wajah heart, leher yang tidak terlalu panjang, tubuh yang benar-benar proporsional dengan kulit yang berwarna kuning langsat.

“Unik,” Maia sedikit bergumam dalam lamunannya sendiri.

Maia masih berada dalam lamunannya sendiri, dengan posisi yang tetap menyandarkan badannya ke sisi kanan sofa, tangannya menyangga kepala dan tatapannya lurus tajam ke arah Nort. Akan tetapi, tidak ada yang menyadarinya bahkan Nort sekalipun. Cukup lama Maia tenggelam di dalam pikirannya sendiri, hingga dia dikejutkan dengan tepukkan tangan Minerva di depan wajahnya.

“Halo, Maia. Maia, apa kamu baik-baik saja? Sepertinya sedari tadi, kamu diam saja.”

“Eh, iya tante maaf. Iya, Maia baik-baik saja.” Suara Maia terbata-bata dan matanya menyapu pandangan ke seluruh ruangan lalu kembali kearah Minerva.

“Baiklah kalau kamu baik-baik saja, sekarang kamu pulang diantarkan Sam dan Save ya?”

“Iya tante.” Maia mengangguk, dengan ekspresi datar seperti baru saja terbangun dari tidurnya.

“Besok saya boleh main ke sini lagi tante?” Save beranjak dari tempat duduknya, sambil melihat ke arah Minerva.”

“Boleh. Tentu saja boleh.” Minerva melebarkan senyumnya ke arah Save dan Maia.

“Tante, lalu Nort sekolah di mana? Jadi di sini ada dua sekolah, yang satu ada di ujung pulau bagian Selatan dan yang satu berada di pusat kota. Kalau saya dan Maia bersekolah di pusat kota. Mungkin Nort mau bersama-sama dengan kami.”

“Kebetulan sekali Nort belum mengurus sekolahnya. Rencananya hari ini mau mendatangi kepala sekolah masing-masing sekolah. Sepertinya lebih baik Nort satu sekolah dengan kamu dan Maia.”

“Jadi selama ini Save dan Maia teman? Kenapa tidak bilang?” Nort menggerutu.

“Karena kamu tidak bertanya.” Tiba-tiba Maia menjulurkan lidahnya, bermaksud menggoda Nort meski akhirnya Nort tidak memberikan tanggapan.

“Besok Save bisa jemput Nort ke sini?” Save menjawab pertanyaan Nort dengan anggukan sambil tersenyum.

***

Sesampainya di rumah, pikiran Maia seperti bertengkar dengan perasaannya sendiri. Jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya, pikirannya penuh dengan ingatan tentang Nort, dan perasaannya seperti gelisah ingin segera bertemu. Padahal baru saja dia pulang dari rumah Nort.

Maia memilih keluar rumah untuk meredamkan kekalutannya. Ia berjalan tanpa alas kaki menuju kebun bunga, mencoba merasakan dinginnya salju yang selalu menutupi halaman rumahnya sambil memaksa masuk aroma nektar ke dalam rongga penciumannya. Sekitar tiga puluh menit Maia berjalan menyusuri kebun bunganya, ia merasa sudah cukup sekalipun belum benar-benar tenang. Maia memutuskan untuk segera tidur setelah membersihkan badannya.

“Besok, Maia yang akan menjemput Nort.” Sambil membenamkan kepalanya di bawah selimut.

***

Nort yang baru dua hari menempati rumah barunya itu, berusaha menyesuaikan diri dengan kamarnya yang berukuran 15*18 meter tersebut. Kamarnya menghadap ke arah timur, terdapat jendela kaca berukuran 1*2 meter di sisi kanan dan kiri pintu, yang bisa dibuka dan ditutup. Tinggi dari jendela hampir menyamai tinggi pintu. Cukup untuk seseorang sekedar duduk bahkan keluar masuk dari sana. Di balik pintu tersebut terdapat beberapa kursi yang terbuat dari penggabungan antara kayu dan rotan di bagian sisi kursinya, dan juga meja yang terbuat dari akar pohon. Kamar Nort benar-benar seperti ruangan yang hidup sendiri, dengan teras rumah yang menghadap ke pepohonan, kamar mandi yang dilengkapi dengan bathup dan satu washtafel beserta cermin di depan pintu kamar mandinya.

Nort mencoba memejamkan matanya di kasur yang berukuran 180*200 cm dengan ranjang yang terbuat dari akar pohon. Hasilnya, nihil. Nort tetap saja tidak mampu memasuki dunia mimpinya. Lalu ia memutuskan untuk sedikit mengubah penataan kamarnya, membuka kedua jendela yang mengarah ke teras kamarnya, mematikan lampu dan, tertidur.

***

Pagi ini, Maia berangkat lebih pagi dari biasanya. Maia ingin segera bertemu dengan Nort. Dengan menunggangi kuda, ia memacunya lebih cepat. Sesampainya di rumah Nort, Maia diberitahu Minerva bahwa kamar Nort berada di pavilion sebelah timur dari rumah utama. Maia berjalan menyusuri halaman rumah Nort, dan tiba di teras kamar Nort. Maia memutuskan duduk di salah satu jendela kamar Nort dan mengurungkan niatnya untuk duduk di kursi saat melihat Nort bersiap dan mondar-mandir. Membutuhkan waktu lima hingga tujuh menit untuk Nort benar-benar siap. Tetapi, Nort tidak menyadari kehadiran Maia di sana.

“Sudah siap tuan, Nort?” Nort yang berdiri di pintu sebelah barat terkejut mendengar sapaan dari Maia. Dia lupa menutup jendelanya ketika bangun tidur. Sehingga Maia bisa duduk manis di sana.

Nort melepaskan tangannya dari gagang pintu, lalu berputar ke arah Maia dan menatapnya tajam. “Kamu mengintip? Itu tidak sopan Maia.”

“Maaf tuan Nort, tetapi ketika saya datang, tuan sudah berpakaian lengkap.” Maia tertawa.

Belum sempat Nort menjawab, Minerva sudah mengetuk pintunya dan mengatakan bahwa Save sudah datang. Nort, Maia dan Save menyantap sarapan bersama-sama sebelum berangkat. Save menunggang kuda bersama dengan Nort, dan Maia menunggang kudanya sendirian. Untuk menuju ke sekolah yang tepatnya berada di pusat kota pulau Womfy, membutuhkan waktu sekitar empat puluh hingga empat puluh lima menit. Harus melewati beberapa tebing dan kuda mereka harus lompat dan melewat satu sungai dangkal.

***

Sesampainya di sekolah, Nort diminta menemui kepala sekolah untuk melengkapi administrasi dan keperluan lainnya. Setelah itu, Nort masuk ke kelas yang sama dengan Save dan Maia. Ketika jam istirahat, Save, Nort dan Maia duduk di depan kedai milik Miss Marie. Mereka bercanda, bercerita tentang sekolah dan seluk beluknya.

“Kamu kenapa pindah ke sini, Nort?” Save yang melihat Nort hanya menjadi pendengar, mengambil inisiatif agar Nort juga ikut bercerita.

“Papi bekerja di tim penelitian. Saya kurang paham tentang penelitiannya. Lebih tepatnya papi selalu mengumpulkan pohon kering, daun kering, akar kering dan sejenisnya. Lalu, beberapa hari yang lalu dipindahkan ke sini.” Nort mengubah arah pandangnya ke tangannya sendiri yang berada di atas meja. “Sedih, karena harus meninggalkan teman-teman.” Lanjutnya.

“Kamu ke sini menggunakan apa Nort? Setau Maia, Womfy Island cukup sulit dijangkau, apalagi orang yang belum pernah ke sini.”

“Keluarga Nort cukup sering ke sini, Maia. Bahkan kakak saya, Sam, sudah satu tahun belakangan bekerja dengan orang tua Nort.” Save menjawab pertanyaan Maia sambil mengubah posisi tubuhnya.

“Saya ke sini melewati banyak anak tangga di dalam gua. Lalu menaiki kereta Sunsun dan turun di depan pintu gerbang pulau.”

“Pintu gerbang pulau?” Save dan Maia bertanya bersama-sama.

“Maksudnya, pepohonan yang paling ujung di sebelah barat berbentuk seperti pintu gerbang. Makanya, saya memberinya nama pintu gerbang.” Nort terkekeh.

Kriiiiiiing

Terdengar bel tanda masuk kelas, terlihat anak-anak bergegas menuju ke kelas masing-masing. Begitu juga dengan Save. Maia dan Nort.

***

Save, Maia dan Nort akhirnya menjadi teman dekat. Lalu rumah Nort menjadi markas mereka, setidaknya saat ini!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel