Bab 1 Pertemuan
Bab 1 Pertemuan
Di belahan Bumi Utara, tepatnya di Womfy Island, yang hampir seluruhnya dipenuhi pepohonan menjulang tinggi sampai ke langit dengan akar-akar yang konon katanya mencapai dasar lautan. Di antara pepohonan tersebut, terdapat satu pohon yang diameternya tampak jauh lebih besar dari pohon yang lain. Mungkin dua puluh orang dewasa pun belum sanggup memeluk pohon yang diberi nama pohon Mummy oleh tetua di pulau tersebut. Menurut masyarakat setempat, pohon Mummy merupakan tempat tinggal bagi manusia-manusia serigala sejak 1400 tahun yang lalu.
Tepat sejajar dengan pohon Mummy, terdapat tempat yang delapan puluh persennya ditumbuhi berbagai macam bunga dan daratannya pun tertutup salju dengan sangat tebal. Hanya ada satu rumah yang atapnya pun tidak terlihat.
Womfy Island dikelilingi jurang dan perbukitan hingga membuat penduduk setempat memiliki rumah yang berjauhan. Untuk mencapai pusat kota, sekolah, dan fasilitas umum lainnya penduduk setempat membutuhkan kuda. Karena akomodasi seperti kereta atau kendaraan apapun terkadang tidak mampu mencapai tempat yang mereka inginkan, sehingga mereka tidak pernah lagi menggunakannya.
Hal ini membuat para pendatang biasanya sulit menyesuaikan. Seperti seorang pemuda yang sedang berusaha mempelajari cara menunggang kuda, di halaman rumah barunya tersebut. Ia yang terbiasa menggunakan fasilitas umum, masih canggung menunggangi kuda meski terhitung sudah delapan belas kali ia mencoba mengendalikan kuda pertamanya itu.
“Mami, sepertinya Nort butuh sepeda," keluh Nort setelah sembilanbelas kali dilemparkan kuda yang berusaha ia kendalikan.
“Tidak bisa Nort. Di sini kamu harus menggunakan kuda. Karena ada beberapa tempat yang membutuhkan sedikit lompatan untuk mencapainya. Jadi, sepeda tidak akan bisa mengantarkanmu ke mana-mana. Ayo, coba sekali lagi.” Minerva membujuk anak lelakinya yang sepertinya sudah cukup putus asa.
“Ini untuk terakhir kali ya, Mi?” Nort berdiri dan membelai kuda yang sudah berkali-kali menjatuhkannya. Sepertinya ia berusaha berteman dengan kuda yang berada tepat di depannya. Tetapi, belum sempat Nort menunggang, kuda tersebut sudah terlebih dahulu menendang badannya hingga terlempar. Lalu kuda itu berlari kencang melewati Nort yang tergeletak pingsan, melewati pembatas pekarangan rumah dan pergi entah ke mana.
Kejadian memalukan tersebut ternyata terekam dalam netra gadis yang duduk manis di ranting pohon tidak jauh dari tempat kejadian. Ia tertawa terbahak-bahak melihat tubuh Nort dibawa masuk oleh beberapa orang menggunakan tandu.
“Dasar anak kota,” gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berniat untuk turun setelah meredakan tawanya.
“Sekitar tiga meter.” Maia melihat ke bawah untuk mengukur jarak tempat duduknya dengan tanah. Tetapi sayang, saat dia hendak turun seperti yang biasa dilakukannya, ia terburu-buru lalu terpeleset dari ranting pijakkannya, terjerembab dan terguling masuk ke halaman rumah Nort. Semua orang terkejut, berlarian kearahnya dan berusaha menolongnya. Benar saja, dia pun pingsan.
“Astaga, seorang gadis terjatuh. Sepertinya tadi tersesat lalu terpeleset dari sana, Nyonya.” Sam menunjuk ke arah pepohonan yang berada di sisi-sisi halaman rumah.
“Ya sudah, cepat bawa dia masuk.” Minerva masih terlihat kebingungan melihat sisi-sisi halaman rumahnya. Menurutnya, tidak mungkin untuk anak muda memasuki area pepohonan tersebut.
“Baik, Nyonya," kata Sam.
Minerva berjalan masuk mendahului untuk merapikan tempat yang akan digunakan untuk menidurkan Maia. Tidak butuh waktu lama, Sam sudah berada di belakang Minerva dengan membopong Maia.
“Tidurkan saja di sini. Tolong panggilkan tuan Korp, ya? Pakai kuda saya saja.” Minerva sedikit khawatir dengan keadaan Nort dan Maia yang berada di depannya.
“Baik, Nyonya.” Setelah meletakkan Maia, Sam menuju kandang kuda lalu menuju ke rumah tuan Korp, seperti yang diperintahkan Minerva kepadanya. Sebenarnya tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mencapai kediaman tuan Korp, hanya saja terkadang jalurnya terlalu licin untuk dilewati. Jadi, harus menggunakan jalan memutar. Beruntungnya, saat ini masih aman dan belum turun salju sehingga bisa lebih cepat sampai.
“Tuan Korp, ada di rumah?” Sam menghentikan kudanya, lalu menghampiri perempuan yang duduk dan asyik dengan benang-benang serta knitternya.
“Ayah sedang .. “ Belum selesai perempuan itu menjawab, terlihat seseorang dengan tinggi 180 cm, rambut hitam lurus sebahu, menyela kata-katanya.
“Eh, Sam. Sudah lama sekali kamu tidak ke sini? Minerva sudah datang?” Lelaki itu tersenyum ramah sekali, hingga terlihat jelas guratan di sudut-sudut wajahnya. Kacamatanya yang besar, menjadi ciri khasnya.
“Sudah, Tuan. Saya disuruh nyonya untuk menjemput tuan. Tadi ada sedikit kecelakaan ketika tuan Nort berlatih menunggang kuda, lalu ada seorang gadis yang terpeleset di pepohonan dekat rumah tidak lama setelah tuan Nort dibawa masuk.” Sam menjelaskan detail kejadian, yang membuatnya harus datang ke rumahnya.
“Astaga! Baiklah aku akan menyiapkan peralatanku dulu.”
Tidak membutuhkan waktu lama, tuan Korp sudah siap dengan tas kulit berukuran 30×60 cm yang ada di tangan kanannya. Sam memacu kuda cukup sedikit lebih kencang dari sebelumnya. Tetapi dia lupa melihat jalur jalan yang menjadi pijakan kuda yang dinaikinya. Jalannya sudah tertutup salju yang semakin lama mencair hingga membuat jalannya licin, dan mereka pun terjatuh.
Pada saat yang sama, Minerva menunggu kedatangan mereka dengan sangat gelisah. Ia berusaha menenangkan dirinya dengan cara berjalan mondar-mandir di ruang tengah, di mana Maia ditidurkan. Meski itu tidak membantu mengurangi kegelisahannya sama sekali. Terlebih yang ia pikirkan adalah seorang gadis muda yang berada di rumahnya sedang terluka dan ia tidak tahu seberapa parah lukanya tersebut.
“Mami, Nort tidak akan menunggang kuda lagi. Badan Nort sakit semua.”
Perkataan anak lelakinya itu menghentikan langkahnya, lalu memutar kepalanya menuju sumber suara.
“Mami, dia siapa?” Nort menunjuk Maia yang sedang tertidur pulas di sofa.
Belum sempat terjawab pertanyaan Nort, tiba-tiba ada seorang pemuda menghampiri mereka.
“Permisi, apakah kakak saya Sam masih ada di sini? Dia tidak terbiasa pulang terlambat. Jadi, ibu menyuruh saya untuk menjemputnya ke sini.” Save berjalan mendekat ke arah Minerva.
“Sebenarnya tadi saya memintanya untuk menjemput tuan Korp. Tetapi, sampai sekarang mereka belum juga datang.” Minerva menjelaskan dengan sedikit menghela napasnya. “ Kita tunggu sebentar lagi ya, mungkin mereka mengambil jalan memutar karena tadi salju sempat turun. Jadi jalurnya pasti licin.” Minerva melanjutkan bicaranya.
Save melihat Nort dengan sedikit canggung karena mereka belum pernah bertemu. Minerva yang melihat kejadian tersebut kemudian membuka percakapan untuk mencairkan suasana di antara mereka.
“Oh maaf, kita belum pernah bertemu ya? Kamu namanya siapa? Sam jarang sekali bercerita tentang keluarganya. Ternyata dia memiliki adik yang seumuran dengan anak saya.” Minerva melangkah ke sisi kanannya untuk mendekat ke Nort.
“Nah, ini anak saya satu-satunya, namanya Nort. Ayo Nort, perkenalkan dirimu. Maaf ya, Nort sedikit pemalu. Tetapi kalau kamu sudah mengenalnya, menurut saya dia sedikit cerewet.” Minerva menggandeng tangan kiri Nort untuk mendekat ke Save.
Save yang melihatnya langsung saja tertawa.
“Nama saya Save, usia saya tahun ini 14 tahun.” Save yang sudah berada di hadapan Nort mengulurkan tangannya. Nort pun menerima uluran tangan itu.
Minerva tersenyum, seperti ada ketenangan terpancar dari matanya. Ketika melihat anaknya yang baru saja sampai sudah memiliki teman. Kejadian itu cukup menyita perhatian mereka bertiga hingga membuat mereka lupa bahwa ada Maia yang juga sedang tersenyum, sambil berusaha beranjak dari sofa. Karena kepalanya terlalu pening, ia berusaha mencoba peruntungannya di sana.
“Halo, tuan Nort yang pemalu, nama saya Maia. Usia saya juga 14 tahun. Sebenarnya saya sangat ingin berteman denganmu. Berhubung kamu tidak bisa menunggang kuda, jadi maafkan saya.” Maia terkekeh dan sengaja memotong kalimatnya sendiri.
Minerva yang mendengar pernyataan itu pun ikut tertawa. Lalu Minerva meminta Nort dan Save untuk menemani Maia, saat ia mengambil beberapa camilan dari kardus yang berada di dapur. Saat menuju ruang tengah, Minerva melihat Sam dan tuan Korp memasuki halaman.
“Nah, itu kakak Save sudah datang. Tuan Korp akan memeriksa Maia terlebih dahulu, biar nanti bisa diantarkan Save dan kakaknya pulang. Sudah hampir larut, pasti orang tua kamu khawatir.” Minerva meletakkan camilan ke meja yang berada di depan mereka bertiga.
“Maia tidak pernah diperiksa tuan Korp atau dokter, Nyonya.” Maia melirihkan suaranya.
“Kenapa?” Minerva duduk mendekat ke Maia. Ia mencoba agar bisa berbicara lebih dekat.
“Ibu sama ayah yang melarang.” Maia belum sempat menjelaskan lebih lanjut, tapi Sam dan tuan Korp sudah bersama mereka.
“Maaf tuan Korp, baru saja saya sampai tapi sudah merepotkan anda. Sepertinya sekarang mereka sudah tidak apa-apa. Apa tuan mau minum kopi saja?” Minerva berdiri dan menyalami tuan Korp.
“Syukurlah. Sepertinya secangkir kopi cukup memberi badan saya amunisi. Tadi sempat terjatuh, padahal sudah hampir sampai.” Keluh tuan Korp.
Minerva pun tersenyum, lalu menuju ke dapur untuk membuatkan kopi tuan Korp. Namun, baru saja ia memasuki area dapur, dia dikejutkan dengan suara gemuruh yang berasal dari bawah kakinya. Ia mencoba memberanikan diri mendekatkan telinganya ke lantai. Sepersekian detik saat telinganya hampir melekat di lantai, gempa yang sangat hebat terjadi. Minerva terjatuh dan tertimpa peralatan dapur yang sebelumnya tergantung. Dia berteriak memanggil Nort, anaknya. Tetapi, gemuruh dari gempa cukup hebat dan suaranya tenggelam di antara goncangan.