Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Farrel tertawa-tawa, tapi tawanya ini terlihat begitu menyedihkan.

"Lulus? Aku sudah tidak berharap lagi."

Dilan berkata, "Kalau begitu, kamu tidak akan melatih seni bela dirimu lagi?"

Kedua mata Farrel menjadi tajam, "Aku masih akan tetap melatih seni bela diriku, seni bela diri adalah duniaku, walaupun aku tidak bisa menguasai kekuatan sejati seumur hidup, tapi aku juga akan merasa terhormat bisa menjadi seseorang yang mempelajari seni bela diri."

Wajah Dilan sedikit berubah, seakan-akan dia tidak menyangka Farrel bisa mengeluarkan kata-kata yang penuh dengan gairah seperti itu.

Dilan berbicara dengan pelan.

"Angin dingin dan bulan purnama kemarin malam, hujan dan salju yang menyedihkan turun hari ini. Kapan ombak laut yang pahit dan menyedihkan ini akan berhenti, mabuk bisa menghilangkan seribu duka. Sepuluh tahun melatih seni bela diri, air mata mengalir ke dalam cangkir. Orang yang memiliki langit di hatinya akan pergi lebih dulu, siapa yang tahu dan siapa yang akan tinggal?"

Mendengar puisi yang dibacakan Dilan ini, kedua mata Farrel menjadi sedih, dia mengangkat kendi anggurnya dan mulai meminumnya dengan cepat.

Setelah membacakan dua kalimat terakhir dari puisinya, Dilan berdiri, kembali ke belakang meja.

Dia mengeluarkan sekendi anggur yang kecil dari bawah meja.

"Farrel, minum yang ini. Anggur ini sudah kusimpan selama 20 tahun, mari kita bermabuk-mabukan hari ini."

Dilan meletakkan kendi anggur ini di atas meja.

Setelah tutupnya dibuka, aroma anggur langsung memenuhi ruangan. Farrel melihat Dilan menuangkan semangkuk anggur untuknya dengan pandangan yang kabur, sambil tersenyum dia berkata, "Kenapa anggur ini berwarna hijau?"

Wajah Dilan terlihat tenang, seakan-akan tidak mabuk sama sekali, dengan pelan dia berkata, "Kamu sudah minum terlalu banyak."

Farrel tertawa-tawa, "Benar, aku sudah minum terlalu banyak. Biar kucoba apa bedanya anggur ini dengan anggur lainnya."

Setelah meminum semangkuk anggur itu, Farrel merasa ada api yang membakar tenggorokan sampai perutnya, seluruh wajahnya langsung memerah.

Dilan lagi-lagi menuang semangkuk anggur untuk Farrel, "Lanjut minum, anggur ini cukup kuat."

Farrel merasa dirinya sudah hampir tidak bisa berbicara, setelah beberapa saat, dia hanya bisa mengeluarkan dua kata, "Cukup kuat."

Setelah berbicara, Farrel lagi-lagi menghabiskan mangkuk itu, kali ini dia merasa jauh lebih intens.

Farrel seperti bisa mendengar suara tulang-tulangnya yang sedang berbunyi, darah di dalam tubuhnya mengalir dengan cepat, pandangannya sudah hampir kabur.

Farrel berdiri, "Pak Dilan, sepertinya aku sudah sedikit mabuk, tidak bisa, aku harus pulang dulu."

Farrel berjalan ke luar dengan sempoyongan, sambil melihatnya dari belakang, Dilan berkata, "Beberapa hari lagi, datang lagi ke sini, kendi anggur ini akan kusimpan untukmu."

Farrel mengayunkan tangannya, "Tenang saja, aku pasti akan datang."

Dilan tertawa-tawa, "Tentu saja kamu akan datang."

Dilan mengayunkan tangannya, kendi anggur itu mengambang di udara dan kembali ke bawah meja, seakan-akan ada hantu yang mengendalikannya.

Dilan mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, dengan kepala yang bergoyang-goyang, dia mulai bernyanyi.

"Delapan ribu mil gunung dan sungai, pedang dan anggur, sembilan puluh ribu mil langit, mimpi dan kebangkitan. Tiga cangkir akan mengarah ke jalan besar, satu ember akan mengungkap persatuan langit dan bumi. Di dalam cawan yin dan yang, ada kegembiraan, dalam anggur kehidupan, ada cinta. Aku tidak tahu besok akan pergi ke mana, siapa yang menertawakanku, dan siapa yang kutertawakan..."

Di perjalanan pulang, angin utara berhembus dengan kencang, salju yang berterbangan seperti pisau yang menggores wajah Farrel, tapi dia sama sekali tidak bisa merasakannya.

Dia pulang ke kediaman Keluarga Tantra dengan tubuh yang sempoyongan, dari jauh dia sudah bisa melihat gerbang utamanya.

Tapi tiba-tiba, kakinya tidak seimbang, Farrel pun terjatuh ke atas tanah.

Setelah terkapar di atas tanah, Farrel merasa seluruh tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga, hanya menyisakan energi panas yang mengalir di dalam tubuhnya.

Kesadarannya mulai menghilang, Farrel sama sekali tidak berusaha untuk berdiri, salju yang lebat membungkus seluruh tubuhnya perlahan-lahan.

Tubuhnya memancarkan cahaya yang menghilang dalam sesaat, tubuhnya juga mengeluarkan erangan yang pelan, pori-pori di seluruh tubuhnya terbuka, ada semacam aliran energi yang berputar mengelilingi tubuhnya dan bisa dilihat kasat mata.

Kalau ada master seni bela diri di sini, mereka pasti akan berteriak dengan syok, karena yang dialami Farrel ini, sangat mirip dengan kelahiran kembali yang ada di legenda seni bela diri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel