#7
Tak begitu terpengaruh dengan hari sekolahnya yang tengah diisi kegiatan non-KBM, Chelsea asik berselonjor di kasurnya sembari membaca buku Kimia nya.
Gadis itu tak begitu menyukai pelajaran kimia, maka sejauh ini hal itulah yang menjadi motivasinya mencoba mempelajari kimia.
Aneh dan kurang bisa diterima memang, tapi kita ambil sisi positifnya saja.
Perhatian gadis itu teralih suara mobil yang memasuki pekarangan. Tak lama berganti suara pintu terbuka dan tapak kaki menaiki tangga.
"Kak-" niat Chelsea menyapa Alvero lantas urung begitu Kakaknya memasuki kamarnya sendiri dan menutup pintu.
Chelsea sedikit khawatir sebenarnya. Namun mengingat hari yang kian malam, dan bisa saja Kakak nya memiliki masalah dengan teman-temannya, Chelsea memilih diam. Mungkin esok merupakan waktu yang tepat untuk bertanya.
*
"Kak Alver kenapa?" tanya Chelsea akhirnya memutuskan membuka pertanyaan ketika mereka akan berangkat ke sekolah.
Tidak biasanya Alvero mendiamkannya seperti ini kecuali jika Chelsea melakukan kesalahan besar. Tapi sekarang apa salahnya?
"Kak-"
"Pakai sabuk pengaman kamu," potong Alvero datar cenderung dingin.
Chelsea yang tak menyangka jawaban itu hanya menuruti Alvero tanpa lagi bertanya. Hanya keheningan yang menemani nya selama perjalanan ke sekolah. Gadis itu memilih untuk menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Kakak banting HP kamu lama-lama." Suara dingin itu mengejutkan Chelsea. Ia tak sadar kalau sudah tiba di sekolah dan kini Alvero sudah membukakan pintu mobil untuknya.
"Maaf, Kak," cicit Chelsea takut-takut.
"Jangan minta maaf kalau nggak ada penyesalan," balas Alvero meninggalkan Chelsea yang lantas menyesal atas kesalahan yang ia tak ketahui.
Kini otak pandai Chelsea akhirnya berguna, gadis itu tak berminat bertengkar tanpa alasan dengan Kakaknya lebih lama. Ia mengejar Alvero, bergegas menahannya dengan menggenggam tangan itu.
"Kak..." Chelsea ikut berjalan mengikuti langkah Alvero, berharap hal ini tak begitu menambah tanda tanya orang-orang di sekitar yang entah sejak kapan memperhatikan.
Nyatanya Alvero malah berhenti. Menatap ke arah Chelsea yang -percayalah- samasekali tak ingin ia lihat dengan ekspresi kental rasa bersalah seperti ini.
"Maafin aku, Kak."
"Maaf?" tanya Alvero meminta kejelasan, "Minta maaf untuk apa?" Pertanyaan Alvero kini jelas bukan sesuatu pertanyaan yang benar membutuhkan jawaban. Pasti Alvero mengetahui sesuatu yang ia tidak sadari saat ini.
Alvero melepaskan genggaman Chelsea dari nya. Dan untuk pertama kalinya di hadapan banyak pasang mata, Alvero beralih meninggalkan Chelsea begitu saja.
Menyadari dirinya menjadi tontonan semua yang ada di sekitar parkiran, Chelsea berjalan berbeda arah dengan Alvero.
Ia terus berjalan sambil menunduk mencoba mengabaikan tatapan penuh tanda tanya. Sampai langkah kaki membawanya melewati lorong kelas yang masih cukup sepi karena banyak yang memilih berkumpul di lapangan. Menunggu pertandingan final dilaksanakan.
"Jangan nunduk terus, Princess. Nanti mahkota lo jatuh." Suara yang tak asing itu berhasil memancing Chelsea mendongakkan kepalanya, mencari sumber suara.
Ia menghela napas setelah menyadari siapa itu. Frustasi setelah tadi menghadapi Alvero, kian bertambah ketika harus kembali menciptakan masalah dengan pembuat masalah satu ini. "Mau Kakak sebenarnya apa sih?" tanya Chelsea kesal karena Rainer selalu suka mengganggunya tanpa alasan yang jelas.
"Wih," ujar Rainer seolah terkesan atas hal tadi, "Makin keliatan aslinya si badprincess ini. Segini doang keprofesionalan aktingnya? By the way, kenapa lo sama cowok lo? Emang marahan atau lagi cari sensasi?"
"Kayaknya Kakak deh yang selalu cari sensasi. Bolos, keluar masuk BK, berkali-kali dihukum di lapangan walaupun tergolong anak baru, ditambah mengganggu siswi saat jam istirahat sekolah. Apa itu bukan mencari sensasi namanya?" tembak Chelsea yang mood nya telah jatuh bebas.
"Bangga gw diperhatikan sama princess satu ini. Cantik, fans nya banyak, jago akting, dance- oh iya, kapan-kapan gw nyewa lo dance khusus buat gw gimana?"
Emosi Chelsea kian meningkat dibuatnya, "Cukup, Kak. Saya tersinggung." Ia meninggalkan Rainer karena pasti tak akan ada habisnya menghadapi pembuat masalah satu ini.
Tanpa satupun dari mereka sadari, Alvero lekat memperhatikan dari balik kelas yang kosong.
Memastikan adiknya sudah berjalan cukup jauh, ini saatnya Alvero melangkah maju. Tanpa ragu sedikitpun, ia menarik kerah Rainer. Mendorongnya ke dinding.
Keterkejutan berhasil mengganggu Rainer sehingga refleks nya tak bisa ia maksimalkan. Dengan payah nya, Rainer menatap sengit Alvero yang bukan tidak mungkin menghabisinya saat ini.
"Ada timbal balik untuk semua yang ngeganggu adek gw."
Sial, umpat Rainer dalam hati.
Sejauh ini ia bertindak, ternyata gadis itu tidak lebih dari sekedar adik Alvero. Ia tau ia akan kalah telak menghadapi seorang Kakak jika permasalahan telah menyangkut adiknya.
*
"Genknya Vero? Siapa sih yang nyari masalah?"
Bisikan anak-anak di sepanjang koridor menghentikan rencana Chelsea untuk segera pulang.
"Anak baru. Gara-gara kejadian pas istirahat sama Chelsea itu apa?"
"Kelewatan emang sih dia."
"Tapi emang dari awal Nathan nggak mau akur sama Vero. Lah ini bocahnya Nathan nyari perkara duluan, matiin aja. Tengil banget jadi adkel."
Deg.
Bodoh sekali Chelsea tak memikirkan sejauh itu sebelumnya.
Ia kembali melanjutkan langkah agar tak terkesan menguping pembicaraan. Sedangkan otaknya masih dipenuhi pemikiran tentang hal ini.
Sesaat ia berharap Kakak nya masih bisa mengontrol diri ketika berhadapan dengan Rainer beserta tingkah menyebalkannya itu.
"Chelsea!"
Chelsea menengok sekilas, mendapati Ditto berlari menghampirinya.
"Balik bareng gw, kakak lo udah balik duluan. Lagian latihan MD lama banget."
"Kak Alver balik duluan karena aku kelamaan latihan MD atau karena babak belur habis duel sama anak baru?" cibir Chelsea berani. Kejadian hari ini seharusnya cukup menjadi pembelaannya jika bermasalah dengan kalimatnya ini.
"Eh? Ya gw gak tau, gw cuma disuruh nganter lo balik. Kenapa enggak." dalih Ditto berupaya tak terjadi apa-apa.
"Yakin cuma disuruh nganter aku balik? Nggak disuruh tutup mulut sekalian? Udah lah, nggak ada habisnya maksa Kak Ditto ngomong. Aku mau balik sendiri."
Chelsea berjalan cepat untuk menghindari Ditto. Namun dengan langkahnya yang panjang, Ditto dengan mudah menahan tangan Chelsea.
"Iya-iya. Pulang bareng gw, Sea."
Ditto menggenggam lembut tangan Chelsea dan membawanya ke parkiran tanpa menunggu lagi persetujuan Chelsea.
Ia membukakan pintu dan langsung terlintas permikiran untuk menggoda Chelsea saat melihat gadis itu menampilkan wajah masamnya.
"Princess tuh harus murah senyum, apalagi buat Prince nya." candanya membahas pementasan teater yang pernah mereka perankan saat di bangku SMP.
Chelsea memutar bola matanya tak acuh menanggapi hal itu. Membuat si pelaku keisengan terkekeh.
"Kak, jelasin," pinta Chelsea setelah Ditto mulai melajukan mobilnya keluar dari lingkungan SMA Taruna Nusantara.
"Jelasin apa? Hubungan kita?"
Chelsea menghela napas, masih memasang tatapan malas nya. Sedangkan Ditto malah memanfaatkan keadaan untuk melanjutkan aksinya. "Yaudah, jadi pacar aku, Sea."
"Kak?" tanya Chelsea tak percaya dengan lanjutan ucapan Ditto ketika ia berupaya serius.
"Kenapa, pacar?"
Gadis itu spontan memukul lengan Ditto, "Kak Ditto ih!" omelnya karena tak ada sedikitpun persetujuan dari Chelsea soal yang disebut kejelasan hubungan mereka oleh Ditto.
Dan ternyata, Ditto lebih kuat menahan mulutnya walaupun Chelsea telah kembali meminta penjelasan. Mereka akhirnya sampai tanpa penjelasan yang Chelsea harapkan.
"Makasih kak. Aku duluan." sebut Chelsea keluar dari mobil tanpa nada kesal.
Langkahnya yang baru saja akan membuka pagar, tertahan oleh tangan yang menggenggamnya. "Chelsea.."
Chelsea menengok dan tersenyum pada Ditto. Kurang lebih paham alasan Ditto menahannya kali ini.
"Jangan marah Sea."
Chelsea menghela napasnya, "Sebenernya aku kesel, marah, dan kecewa sama Kak Ditto. Tapi kalau dipikir ulang, nggak akan ada yang berubah kalau aku ngambek. Biar nanti aku selesain sama Kak Alver aja semuanya."
Penjelasan mengerti Chelsea membuatnya tersenyum. Gadis ini benar-benar memiliki kecantikan luar dalam yang memikatnya. Jangan salahkan jika kian hari, ia semakin jatuh cinta pada gadis ini.
