#3
Sang bintang panggung masih berhasil mengumpulkan perhatian penjuru lapangan- tempat panggung utama didirikan. Tepat saat Chelsea mengibaskan rambut tergerainya, celetukan seseorang mengalihkan penonton. "Whoa Chelsea! Panass!"
Rainer ikut mengamati, cowok itu bukan siswa Tarsa. Dia Anak SMA Pemuda Rajawali, salah satu sekolah yang diundang untuk mengikuti pensi Tarsa.
Tak butuh waktu lama, beberapa cowok yang sepertinya memang guard Chelsea segera menghampiri si pencari masalah.
Rainer jadi sedikit kasihan pada gadis itu. Selama ini dia banyak diam, sepertinya akibat sikap posesif pacarnya itu. Kini Rainer tak lagi heran mengapa teman-temannya begitu penasaran namun tak ingin bermasalah dengan Chelsea di waktu bersamaan.
"Nyari mati tu anak," cibir Brandon sambil tertawa mengejek.
"Gausah ikut campur kalo gak mau babak belur."
Akhirnya tepukan meriah dari seluruh penonton menutup penampilan dari modern dance. Tak sedikit yang dari awal penampilan mencoba mengabadikan momen tersebut.
Sayang sekali, Rainer baru terpikir untuk melakukannya setelah tepukan selesai dan MC kembali mengambil alih acara.
"Gimana? Keren banget kan MD nya?" tanya MC disambut sorakan meriah dari penonton.
MC yang memimpin kegiatan dihentikan sebentar karena panggilan dari panitia untuk menyampaikan informasi terkait acara sepertinya.
Setelah mengangguk mengerti, sang MC kembali ke tengah panggung. "Temen-temen... sebelum sambutan resmi dari kepsek, gimana kalau satu penampilan spontan dari mantan ketos kita. Sekalian pamit beberapa bulan lagi mau lulus?" tanya sang MC tanpa aba-aba menunjuk seseorang saja. Dan sorakan meriah penonton menjadi jawabannya.
Acara ini memang diadakan di bulan Januari, setelah libur semester. Dan dalam hitungan bulan, angkatan kelas XII akan melanjutkan perjuangan mereka di perguruan tinggi ataupun dunia kerja yang dipilih.
Perhatian teralih ke sisi panggung. Kembali ke cowok yang sedari tadi tak lepas mengawasi Chelsea. Ia memperhatikan Chelsea dengan sangat ketara sehingga amat terlihat betapa posesifnya ia.
"Kak Vero? Gimana, Kak? Bukan cuma temen-temen Tarsa doang loh, anak Pemuda Rajawali, Pemuda Nusantara, Budi Luhur, Forks Dimieve dan yang lain pada nunggu nih, Kak." MC terus berupaya bernegosiasi dibantu sahutan dari para penonton.
Yang diminta malah menggeleng menolak tegas. Sedangkan Chelsea sepertinya merasa tidak enak jika penolakan itu dengan mudah dilayangkan.
Ia yang sudah turun dari panggung, hanya melemparkan tatapan yang pasti akan dibalas oleh sang Kakak. Tatapan memelas yang akan berhasil membuat Alvero memikirkan permintaan tadi dua kali.
Tentu saja, ketika Alvero menangkap tatapan adiknya, di detik pertama persetujuan dilakukannya. Menolak permintaan simpel Chelsea bukanlah suatu hal yang bisa dilakukan Alvero.
"Oke. Tapi Chelsea harus ikut ke panggung." tanggap Alvero sengaja meningkatkan volume agar MC dapat mendengar dari atas panggung.
"Kakak rese." umpat Chelsea pelan karena hal ini bukan termasuk dari permintaannya samasekali.
Tak memberi kesempatan adiknya mengelak, Alvero berjalan mendekati dan menarik Chelsea ke panggung.
Ia meraih gitar dan memposisikan diri agar tak membelakangi penonton namun tetap menghadap Chelsea. Melihat persiapan Alvero, suasana meriah panggung spontan menjadi sunyi. Ikut mempersiapkan diri untuk menonton penampilan terfavorit dalam acara sekolah.
Alvero mulai memetik gitarnya. Sebelum memulai nyanyian, ia tersenyum nakal pada Chelsea. Tentu saja ia senang berhasil mengerjai adiknya. Ia tau Chelsea tidak suka berada di keramaian, apalagi menjadi pusat perhatian seperti ini. Namun Chelsea bukan antisosial, jadi hal ini sekaligus demi merevisi pandangan tadi.
"Lagu apa, Sea?"
Chelsea hanya menggeleng, menegaskan bukan tugas nya memikirkan hal ini.
Alvero tertawa renyah. "Dulu, jauh sebelum kita ada di titik ini. Gw sempet mikir kalau semuanya udah berjalan sesuai apa yang seharusnya berjalan. Sampai akhirnya ada kamu, Sea. Gw langsung ngerubah definisi dari kehidupan setelah gw punya lo. Gimana gw ngerasain bahagia yang beda dari sebelumnya, ngerasain rasanya dilengkapi yang beda dari sebelumnya, juga marah, cemburu, protektif-"
"I Choose - Alessia Cara kan lagunya?" potong Chelsea setelah mendapat clue yang hanya dimengerti keduanya.
Alvero langsung tertawa, "You got me, honey." Dan memulai lagunya.
All of my life
I thought I was right
Looking for something new
Stuck in my ways
Like old-fashioned days
But all the roads led me to you
The house that you live in don't make it a home
But feeling lonely don't mean you're alone
People in life, they will come and they'll leave
But if I had a choice I know where I would be
Through the lows and the highs, I will stay by your side
There's no need for goodbyes, now I'm seeing the light
When the sky turns to grey and there's nothing to say
At the end of the day, I choose you
"That's right, isn't it? No matter the name, or where you came from. At the end of the day, I choose you." koda Alvero menekankan lirik selanjutnya dari lagu ini, berhasil membuat Chelsea menggigit bibirnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Orang-orang yang dekat dengan Chelsea pasti mengerti di bagian mana yang berhasil membuat gadis itu mellow. Dan bukan tidak mungkin alasan itu bisa membuat yang lain ikut terenyuh.
Rainer yang menyaksikan itu menunggu tanggapan dari Chelsea. Ia tidak menyangka pacar Chelsea akan selebay ini. Entahlah, Rainer tak menyukainya.
Alvero meletakkan gitarnya, dan berdiri berjalan mendekati Chelsea dan memeluknya. Kelakuan nekatnya ini memancing para penonton terutama perempuan histeris.
"Nggak salah gw tawar kemaren. Murah banget." umpat Rainer tiba-tiba emosi melihat Chelsea yang biasa-biasa saja menerima pelukan di muka umum itu.
"Shut up! Klo mau nyari masalah nggak usah deket-deket kita." peringat teman-temannya panik menyadari Rainer yang nekat memancing permasalahan lama terbongkar.
"Kenapa sih? Cuma karena dia senior?" cecar Rainer masih tidak suka. Padahal seharusnya pertanyaan ini diputar, Rainer yang hanya merupakan junior dan terlebih anak baru punya urusan apa?
"Please, Ner. Jangan nyari masalah."
Brandon beralih sinis, tak sepenuhnya setuju dengan peringatan dan sikap Nathan yang seolah menjauhi masalah. "Yang nyari masalah duluan kan elo."
Keempatnya memilih menempatkan diri di kantin. Tak lagi tertarik dengan pemandangan panggung sekaligus menghindari emosi yang bisa saja terpancing kembali dan akhirnya membongkar semuanya. Apalagi menangkap Alvero yang sudah melepaskan Seesea nya. Pasti laki-laki itu beralih mengurus cowok yang sempat berulah saat penampilan tadi.
"Kalau masih pengen sekolah di sini jangan ikut campur urusan mereka. Udah intinya itu aja." nasehat Lanno menangkap Rainer yang masih saja penasaran.
"Mereka? Chelsea dan anak kelas XII itu?"
"Gausah nyebut merk bego!" umpat Brandon.
"Nama tolol, bukan merk."
"Ya sama maksudnya."
