#2
Pagi-pagi, Rainer dan teman-temannya sudah menempatkan diri di kelas mereka.
XI MIPA I.
Kelas MIPA, pintar? Memang seharusnya mereka mampu mendulang prestasi di kelasnya. Hanya saja sikap mereka yang semaunya, membuat nilai mereka pas-pas an. Persis seperti absensi kehadiran keempatnya.
Dan tentu keempat siswa yang sudah akrab dengan segala kenakalan ini bukan tanpa sebab telah bersedia di sekolah sejak pagi-pagi buta.
Hari ini adalah acara pentas seni awal tahun sekolahnya. Yang berarti semua siswa akan sibuk menatap panggung dan wifi sekolah lebih banyak menganggur. Jaringan akan lebih cepat untuk digunakan bermain game jika dibandingkan hari biasanya.
"Tau gini, gw bawa kasur dah ke sekolah," celetuk Lanno tanpa ragu berbaring telentang memainkan ponselnya di kelas. Tak peduli dengan arahan panitia yang mengharuskan semua siswa terlibat aktif dalam acara.
"MD tampil jam berapa?" tanya Nathan tiba-tiba.
"Napsu amat lo, bang." cibir Brandon karena petugas pencibir sebenarnya yaitu Lanno tengah sibuk dengan kegiatannya.
"Yaelah MD doang. Biasanya juga cewek hyper yang pengen dinotice yang ikut gitu-gituan."
"Ada, tapi nggak semua. Anak baru nggak usah banyak bacot deh. Sekali liat juga nagih lo." Lanno akhirnya tertarik dengan percakapan setelah tema MD diangkat.
"Tolong kalian jangan ngebacot, gw punya informasi penting. MD nanti dia jadi pembuka, terus nanti siang... Eh, nanti siang dia nggak ikut. Ntar malem lagi puncak penutupan." jelas Brandon membaca susunan rinci acara yang ia dapatkan secara rahasia dari anak OSIS.
Tentu secara rahasia dan... sedikit memaksa. Susunan acara dipegang khusus OSIS untuk menghindari kekacauan acara. Tapi Brandon berhasil mengancam salah satu junior OSIS, kelas X, untuk memberi susunan acara serinci itu.
Bukan pertanyaan lagi, tentu untuk mengetahui kapan seorang Chelsea Aceana Bagaskara akan tampil.
"Dia? Siapa? Gebetan baru Nathan?" tanya Rainer lagi.
"Pengen gw iya-in tapi gw masih sayang nyawa," balas Nathan dengan kekehan.
"Yaudah, kuy lah keburu spot utama penuh. Dua puluh menit lagi tampil."
Brandon berjalan diikuti Nathan. Keduanya berhenti sejenak, melihat Lanno yang tak bergeming dari tempatnya.
"Lo terlalu sayang idup atau emang udah gak normal si? Selagi masalah kemaren aman, kita aman," sebut Brandon.
"Klo gw kenapa-kenapa, tanggung jawab ye!" putus Lanno pada akhirnya dan beranjak dari tempatnya.
Terpaksa karena tak ingin sendiri di kelas, dan rasa penasaran yang menggelantungi, Rainer ikut menyusul.
Sebenarnya ada satu motivasi yang membuatnya benar ingin melihat penampilan MD ini. Jika boleh jujur ini soal... Chelsea. Gadis yang sepertinya mulai menerobos masuk dalam hidupnya kemarin tak sengaja ia lihat dijemput oleh pacarnya di ruang MD. Jadi bukan tidak mungkin pembahasan mereka itu juga soal Chelsea kan.
*
Sementara semua penonton mempersiapkan diri untuk melihat penampilan MD sebagai pembuka acara pentas seni, Chelsea berdiri mengintip dari balik panggung. Kegugupan masih berhasil melingkupinya walaupun segala support, latihan, dan pengalaman telah terkumpul di tangan.
"Santai, Sea..." ucap Alvero yang entah sejak kapan sudah berada di samping adiknya.
"Ntar kalau salah gimana nih, Kak?" tanyanya cemas.
"Kamu yang paling jago di situ."
"Ish... Kak, kan bukan dari SMA kita doang. Dari SMA luar juga ada."
"Ya mau dari SMA mana juga udah paham kalau yang tampil di panggung pasti do their best. Untuk yang nggak paham itu, pasti paham kalau ada timbal balik untuk mereka yang nggak respect, sama kamu."
Chelsea berdecak, ia malas jika seperti ini. Apalagi permasalahan kemarin yang belum selesai, bukan tidak mungkin gosip bisa merembet ke segala sekolah dan berakhir ke telinga Kakak nya.
Sikap Alvero yang kelewat berani menghabisi pengganggunya, membuat Chelsea lebih suka sendiri dan hanya berkutat dengan laptopnya selama ini.
Dan ya tentu karena alasan utama itu juga pastinya.
"Bagi, kak." pinta Chelsea baru menangkap gelas kopi kakaknya, sekaligus berupaya mengalihkan pembicaraan.
"Ganti ya. Dua puluh lima ribu." candanya sambil terkekeh.
"Tau ah, gelap."
"Sea..." panggil seseorang yang langsung cepat-cepat direvisi, "-eh maksudnya Chelsea... Umm... Lo langsung siap aja ya, 2 menit lagi tampil." lanjut kader OSIS itu dengan gugup karena tatapan Alvero.
Bukan tanpa sebab Alvero menatapnya berbeda. Alasan pertama dan utama, karena cowok tak dikenalnya itu berani memanggil Seesea nya dengan panggilan 'Sea'.
Mungkin terdengar kelewat lebay, tapi percayalah, Alvero memiliki banyak alasan yang dapat dipertanggung jawabkan atas hal itu.
Yang kedua, cowok OSIS itu sudah berani mengganggu obrolannya dengan Chelsea tanpa permisi. Sebenarnya, semua anak SMA mereka sudah tau aturan tak tertulis itu jika tak mau berurusan bahkan babak belur oleh genk Alvero.
"Iya, makasih." balas Chelsea lebih ramah.
Gadis itu beralih mengomel, "Kakak ih!" karena tentu sikap Alvero tadi sedikit mengganggu.
"Lagian dia duluan." Alvero membela diri.
"Eh, Sea... mau tampil ya? Siap-siap gih. Kuy lah Ver, nonton juga." ajak Ditto, rekan setia Alvero sejak SD, yang baru bergabung.
Chelsea tersenyum manis menanggapi perhatian sosok Kakak kedua baginya itu. Sedangkan Alvero lagi-lagi diam tak berniat menanggapi.
Ditto terkekeh menyadari kesalahan yang sengaja dilakukannya berhasil membuat Alvero memasang tampang datar nya. "Sorry, Chelsea maksudnya."
"Nggak apa-apa, Kak. Aku siap-siap dulu ya."
*
"Pembuka acara kita kali ini, tak lain tak bukan... Modern Dance!!!" MC berhasil menuai sorakan dari para penonton. Tak terkecuali Lanno dan Brandon yang mendapat posisi strategis menonton MD. Nathan dan Rainer hanya terdiam sambil memperhatikan bagaimana anggota MD mulai memasuki panggung.
Kernyitan sempat tercipta kala Chelsea tak tergabung di antara nya. Sampai akhirnya-
Sang bintang memasuki panggung dengan jaket besar yang tak selaras dengan rok pendeknya. Chelsea mulai melenggokkan tubuhnya indah sesuai tempo dan alur yang dikisahkan.
Suasana hening yang tercipta akibat terhanyut dengan pesona gadis itu, dengan cepat berubah 180 derajat ketika musik mencapai puncaknya. Juga Chelsea yang melepaskan jaketnya dengan gerakan yang begitu atraktif, memamerkan tubuh indahnya yang dibalut kostum utama dari antara rekan-rekannya.
Nathan dan semua penonton tak lagi menahan diri bersorak ketika Chelsea mendapat bagian solo nya.
"Cantik banget gila," sebut Lanno pelan, entah ia sadari atau tidak malah.
Rainer menyetujuinya. Matanya terkunci pada pergerakan gadis itu. Tak pernah terlintas di pemikirannya jika itu adalah gadis yang sama yang ia ganggu kemarin.
Gadis anti sosial dengan rambut sekedar model ponytail dengan laptop di pangkuan. Kini gadis itu melenggokan badannya lihai di atas panggung. Memamerkan perut rata dan paha mulusnya. Menjadi pemeran utama dalam tariannya. Rainer mengakui, ia baru melihat kecantikan gadis itu. Bukan karena make up atau OOTD nya, tapi memang auranya.
Untuk pertama kalinya, Rainer bisa menghubungkan sesuatu yang nyata di dunianya dengan kata sempurna.
