Bab 9 Memaafkan
Bab 9 Memaafkan
“Kamu memang tidak waras, ya? Apa kamu pikir Reta mau jika sifat kamu begini? Sadar Radit, perempuan juga perlu dimengarti,” celutuk Stela melihat Radit
“Tidak mau kamu kejar juga! Kejar bodoh?” suru Stela yang melihat Radit tidak melakukan apa pun.
Radit segera sadar, dia berlari mengejar Reta yang sudah cukup jauh. Saat sudah melihat Reta, Radi segera mendekat dan meraih tangan Reta. “Tunggu sebentar!” pinta Radit.
Reta menatap malas Radit, dia menarik tangannya segera dari genggaman Radit. Gadis itu melipat kedua tangan di depan dada, sambil mendengus kesal. “Mau bicara apa lagi sih? Mau melakukan hal-hal yang tidak benar lagi?” sindir Reta.
“Su’udzon saja, aku ke sini ingin minta maaf. Kamu mau memaafkan aku?” Radit mengulurkan tanggannya ke arah Reta.
Reta pun akhirnya memaafkan Radit, dia menjulurkan tangan membalas jabatan tangan Radit sambil tersenyum. Radit sungguh merasa senang, saat Reta memutar balik badan, pria itu mengulurkan kedua tangannya sambil berkata ‘yes’.
Tapi, tiba-tiba Reta mengingat ketika Radit menciumnya kemarin, dan sampai sekarang itu masih membekas di hati. Reta kembali melihat Radit dan mendapati pria itu sedang kesenangan. Sedikit memicingkan mata Reta menetapnya curiga. Radit akhirnya menyudahi rasa senangnya, dia beralih menatap Reta yang menatapnya.
“Ada apa?” tanyanya. “Apa ada yang salah?” tambah Radit lagi.
“Ada! Aku ingin kau tidak dekat-dekat lagi denganku, mengerti!”
“Aku tidak bisa, lagi pula kenapa kalau aku dekat-dekat denganmu? Apa ada yang melarang?” Radit malah balik bertanya.
“Pokoknya jangan pernah dekat denganku, jika kau melanggar jangan harap aku akan mau berteman lagi denganmu. Oh, iya, silahkan kamu kembali, Stela sudah menunggumu.”
Reta segera bergegas pergi. Radit tidak keberatan setidaknya Reta sudah memaafkannya dan itu saja sudah sangat cukup baginya. Radit pun kembali ke kursi Stela dengan senyum sumringah. Saking merasa senangnya Radit sampai mencubit pipi Stela sampai memerah.
“Radit!!”
“Iya!” jawab Radit dengan santainya.
Stela pun langsung memukul lengan Radit hingga dia mengeduh kesakitan. “Rasakan, siapa suruh cubit pipi aku hingga memerah. Awas, ya, kalau kamu berani cubit aku lagi.” Stela pun memutuskan untuk kembali ke kelasnya.
Siang ini Reta kembali bekerja, Rika sahabatnya sudah menunggu di ruangan mereka. Rika adalah teman Reta, mereka satu kampung, selain satu kampung mereka juga teman yang sangat akrab. Hanya kepada Rika-lah Reta selalu bercerita, bahkan semua keluh kesahnya Reta semua, Rika tahu. Rika ini juga teman sekolah menengahnya, bahkan berkuliah mereka juga sama.
Reta sudah tiba di ruang ganti, dengan menarik nafas kasar Reta mengambil bajunya yang berada di dalam loker, setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi mengganti pakaian.
“Tunggu!” Rika berlari menghampiri Reta yang akan masuk ke dalam kamar mandi.
Reta menghentikan langkah kakinya, dia melihat Rika yang sudah mendekat. Sambil ngos-ngosan gadis itu mencoba menenangkan diri. Setelah itu dia melihat Reta.
“Kamu dicari papa kamu Ret, dia sudah menelpon aku lima puluh kali.” Beritahu Rika yang sudah merasa tenang.
“HAH!! Serius?” tanya Reta tidak percaya. “Di mana?”
Reta tiba-tiba panik, papanya yang terkenal sangat galak berada si kota ini. Reta pun mengajak Rika masuk ke dalam kamar mandi. Di sana lebih aman untuk membicarakannya. Untuk itu Reta mengajak Rika ke sana.
Rika pun masuk mengikuti Reta ke dalam kamar mandi. Tangannya sedari gemetaran saat papa Reta mengatakan akan menjemput Reta. Dan Rika tidak ingin itu terjadi. Rika mengetahui bagaimana hubungan Reta dangan papanya. Bahkan saat sahabatnya itu memutuskan kabur, dialah yang membawanya hingga sampai ke Jakarta.
“Apa mereka tahu aku di sini?” tanya Reta lagi
“Aku tidak tahu, tapi Papamu menyuruhmu untuk segera kembali. Mereka sudah mencarimu ke mana-mana, bahkan nomorku saja aku tidak tahu didapat dari mana.”
Reta nampak tidak percaya secepat itu papanya bertindak, bahkan Reta sudah sampai menghilangkan ponselnya agar papanya tidak bisa melacaknya, tapi kini kenapa secepat itu Reta di temukan. Tidak! Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan. Tidak bisa!
Reta menatap Rika lalu berpikir sebentar, saat sudah mendapat ide Reta segera menyuruh Rika melepas kartu ponselnya saja, jika tidak di non aktifkan dulu. Reta harus bersembunyi untuk sementara waktu sampai dia tahu apa penyebab kematian sahabatnya Elisa.
“Kamu serius belum mau pulang? Papa kamu cemas lho....” Ujar Rika, dia belum melepas kartu gsm ponselnya. Tiba-tiba ponsel itu berbunyi, dan menampilkan nomor yang sama saat tadi pagi. Rika benar-benar panik, dia menunjukan layar ponselnya ke arah Reta, lalu menaikan kedua bahu meminta pendapat Reta.
“Matiin,” suru Reta
“Tapi Ret…”
“Matiin Rik, aku tidak mau pulang sampai aku tahu yang sebenarnya. Dan kamu tahu radio pemberian Elisa saat ini pun hilang, aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Jika aku tidak mendapatkan radio itu kembali aku sama saja menyia-nyiakan titipan terakhir Elisa.”
Rika pun mematikan panggilan papa Reta kemudian menonaktifkan ponselnya kembali. Rika melakukan apa yang diminta Reta, dia membuka kartu gsmnya lalu membuangnya ke dalam toilet. Rika memang orang yang selalu membantu Reta. Bahkan hanya dia yang dimiliki Reta saat ini.
“Aku mau keluar dulu, kamu ganti baju. Sepertinya om belum tahu kamu bekerja di sini.”
Reta pun mengangguk, Rika pun segera keluar meninggalkan Reta di dalam kamar mandi. Selang beberapa menit Reta sudah kembali dengan pakaian seragamnya. Rika masih menunggu di sana, wajahnya semakin panik saat seorang pekerja di sana mengatakan jika ada yang mencari Reta. Dengan cemas Rika mendekati Reta yang lagi bersiap-siap. Rika bingung bagaimana caranya mengatakan itu kepada Reta, sebab kalau tidak dia katakan bisa jadi papa Reta yang menunggu di luar. Maka dengan menyenggol bahu Reta, dia pun mengajak sahabatnya itu untuk berbicara.
“Ada apa lagi? Aku sedang siap-siap Rik, lima menit lagi kita akan masuk kerja. Bentar lagi ya?” seru Reta masih asik mempersiapkan diri.
“Ret. Gawat tadi teman kita ada yang memberi tahu. Katanya di depan ada yang menunggu kamu tidak tahu siapa?”
Reta bangkit, alat make up di tangannya jatuh semua. Dari bibirnya yang menganga Rika tahu kalau sahabatnya itu sedang ketakutan. Tiba-tiba orang yang menghampiri Rika datang lagi. Dia sudah melihat Reta dan langsung berjalan ke sisi Reta.
“Stela cari kamu, ada hal penting yang ingin dia sampaikan.”
“Stela? Ya, sudah. Bilang tunggu sebentar. Aku siap-siap dulu.”
Orang yang menemui Reta pun pergi keluar. Kini Reta dapat bernafas lega. Yang mencarinya bukan papanya melainkan Stela, gadis yang baru dia kenal belum beberapa lama ini.
Bersambung.