Bab 10 Nekad
Bab 10 Nekad
Di depan costumer servis Stela menunggu Reta, dengan memainkan ponselnya dia duduk di kursi yang sudah di sediakan. Stela memang sudah mendaopat nomor Reta, tapi mengingat tadi telponnya tidak di jawab sama sekali, Stela pun memutuskan ke tempat kerja Reta.
Di samping Stela sangat banyak buku, ada buku novel, buku mata pelajaran dan ada juga novel-novel yang sangat bestseller. Ada satu novel yang menarik perhatian Stela, novel yang sangat familiar dan juga terkenal. Penulisannya juga sangat terkenal, dia juga tampan dan Stela sangat mengidolakan pria itu.
Stela mendekati buku itu dan hanya membaca sekilas saat Reta sudah datang mendekatinya. Stela melepaskan buku itu lalu menghampiri Reta yang sudah hampir dekat. Melambaikan tangan Reta menyuruh Stea untuk mendekat. Mereka sama-sama berjalan ke arah belakang untuk berbicara.
“Ada apa, Stel, kamu datang kemari? Apa ada sesuatu yang terjadi?”
“Tidak kok, jadi.. tadi itu aku nelponin kamu, tapi ponsel kamu tidak aktif, akhirnya aku berpikir buat menyusul kamu ke sini. Tidak apa-apa kan, Ret?”
“Tidak apa-apa. Tapi, kamu tahu aku kerja di sini dari mana?”
Stela menyengir kuda melihat Reta, dengan sedikit menggaruk kepala, Stela pun memberitahu dari siapa dia mendapat tempat kerja Reta. “Aku dapat dari Radit. Tadi, dia ikut kemari, tapi karena dia ada urusan jadi dia meninggalkan aku di sini.”
Reta membulatkan bibirnya membentuk huruf ‘O’
Mereka pun berbincang sebentar, tetapi karena posisi Reta yang lagi sedang bekerja dia harus hati-hati. Pak Go sang supervisor akan sangat marah jika mendapati dirinya berbincang begini. Sebisa mungkin mereka harus mengakhiri percakapan mereka, dan Reta harus segera bekerja. Beruntung Stela mengerti dia pun langsung berpamitan dengan Reta dan keluar dari dalam toko.
Kembali Reta harus bernafas lega, sungguh dia akan sangat takut jika pak Go akan keliling dan mengecek mereka bisa-bisa dirinya akan di marahi. Setelah mengatur ritme nafasnya ia segera bergegas mulai bekerja kembali.
Jam Sembilan malam, toko mulai ditutup. Si security yang ada di depan sudah menutup pintu rolling dor, memastikan semuannya terkunci. Reta di belakang sedang sibuk menyusun laporan penjualannya. Setelah itu dia menyerahkan laporan itu ke tangan Pak Go.
Seperti biasa Reta akan mendapat pujian. Pujian-pujian dari bibir Pak Go kadang juga membuat karyawan iri. Reta memang gadis yang rajin, selain itu juga penjualan dia sangat baik. Saat ini di toko mereka Reta merupakan best sales dengan penjulan buku terbanyak, tak jarang juga di dapat tambahan komisi dari bos mereka. Reta memang jadi bahan pujian di sana, dan itu menjadi trending topic para pembenci Reta.
“Sudah jangan dengarkan mereka. Mereka itu selalu sirik sama kamu. Anggap angin lalu ya, Ret,” ujar Rika merangkul pundak Reta
“Iya ... iya... lagi pula udah biasa kok. Jadi aku tidak kaget lagi,” tutur Reta.
“Bagus , kalau begitu, aku bisa tenang. Pulang bareng yuk!” ajak Rika dia merangkul pundak Reta lalu berpamitan pada pak Go. Setelah mendapat izin tak lupa mereka berpamitan kepada teman-teman yang lainnya.
Reta dan Rika tiba di tempat mereka menunggu angkot atau bus, tiba-tiba sebuah mobil datang menghampiri mereka dan Reta sangat tahu itu mobil siapa.
“Untuk apa dia kemari?” gerutu Reta yang tak suka melihat mobil itu malah berhenti di depan mereka.
“Kamu kenal?” tanya Rika yang saat itu mendengar ucapan Reta.
“Tidak, aku tidak kenal dia.”
Sementara dari dalam mobil Radit keluar dengan wajah coolnya, Rika yang melihatnya hampir berteriak histeris. Dia melihat Radit bagai artis korea yang selama ini diidam-idamkannya dan saat Radit semakin dekat, Rika justru yang salah tingkah.
“Hai Reta, pulang bareng aku saja yuk.” Ajak Radit.
“Tidak! Aku tidak mau!” Tolak Reta.
“Kamu pilih naik sendiri, atau saya angkat. Terserah kamu mau pilih yang mana.” Radit memberikan pilihan yang sulit untuk Reta dan pasti dia akan susah untuk memilih.
Reta tidak ada pilihan, jika dia menolak Radit pasti akan melakukan apa pun yang dia katakan. Reta tentu masih mengingat kala Radit memberinya pilihan, saat itu dia memutuskan tidak memilih apa-apa. Reta jadi kawatir jika Radit akan melakukan apa pun yang di katakan Radit.
“Ka, aku pamit duluan ya. Tidak apa-apa, kan, kamu pulang sendiri.”
Reta jadi merasa tidak enak dengan Rika, pasalnya dia meniggalkan sahabatnya itu sendirian di sana. Tadi, mereka keluar bersama dari toko, tetapi gara-gara si Radit sialan, Reta harus tega meniggalkan Rika.
“Tidak usah merasa tidak enak seperti itu, jika teman kamu mau dia boleh kok ikut mobil aku.” Reta merasa ucapan Radit tidak bohong dan itu justru membuatnya senang.
“Ya sudah ayo naik!” ajak Radit lagi. mereka pun naik ke mobil Radit yang super mewah dan terasa nyaman itu. Rika melongo tidak percaya Reta sahabatnya mempunyai kenalan yang sangat tampan dan juga kaya. Sekilas ia melihat keduanya sangat kaku dan tidak berbicara antara satu dengan lainnya. Sungguh dirinya merasa sangat canggung di sana.
“Kok diam sih, Ret, bicara apa atau apa. Sepi sekali tidak ada yang bicara!” Protes Rika yang merasa jengah di belakang
“Tidak ada yang perlu di bicarakan, lagi pula tadi aku mau pulang naik taksi saja,” kata Reta dengan nada yang sangat dingin dan menusuk. Tapi itu tidak berarti apa-apa sama Radit.
“Ehmm.., kalian sudah lama berteman ya?” tanya Radit akhirnya, dia mengarahkan mata dan pertanyaannya ke Rika.
“Bukan urusan kamu.” Potong Reta masih dengan nada yang dingin dan mematikan.
Sekilas Rika melihat sisi Reta yang berbeda dari biasanya. Reta yang dia kenal adalah gadis yang ceria dan selalu suka bercerita, tetapi kenapa dengan orang yang berbeda Reta justru berubah. Ia jadi berpikir jika sahabatnya itu sedang ada sesuatu dengan pria ini.
“Hmm.., kamu belum jawab pertanyaan aku loh! Mau di jawab atau mau seperti sahabat kamu ini yang super batu itu?” Radit menunjuk Reta yang masih memasang wajah dingin dan angkuh kepadanya, tapi justru Radit malah semakin berniat menjahili.
“Baru enam tahun bang, semenjak SMA sampai sekarang. Lagian kami itu satu kampung.” Jawab Rika akhirnya.
Gadis dengan poni kuda dan juga mata panda Rika seolah ikut berbicara saat menjelaskannya kepada Radit. Sedangkan yang di ajak bicara hanya memperhatikan dari kaca cermin yang ada di depannya. Reta yang duduk di depan pun bersama dengan Radit hanya menatap malas ke arah pemuda itu.
“Oh iya, kita belum kenalan, aku Radit teman sekampus Reta.” Radit menjulurkan tangan menyalami tangan Rika, sedangkan matana terus tertuju kedepan berfokus pada kemudi mobil.
“Aku Rika, teman Reta.”
Perkenalan pun terjadi di sana, tanpa sepengetahuan Reta, Radit meminta nomor Rika. Ia ingin mengetahui Reta lebih dalam lagi walaupun itu harus melalui sahabat gadis itu sendiri.
Bersambung.