Bab 6 Dicium
Bab 6 Dicium
Hari demi hari kekompakan Radit dan Reta semakin menjadi, tentu itu membuat Willy semakin panas dingin. Dia pun mendekati Radit dan bergeluyut manja di tangan pemuda itu.
“Kamu kenapa kompak sekali dengan gadis kampung itu, lebih baik bersama kami.” Kata Willy dengan manjanya.
Radit segera melepas tangan Willy dari lengannya. “Jika ingin hanya menghina Reta, lebih baik kamu pergi, jangan ganggu dia.” Celutuk Radit marah
“Dit, apa bagusnya dia, cantik juga tidak atau kamu memang sudah dipelet oleh di…”
Plak…
Sebuah tamparan panas mendarat di pipi Willy dan itu menghentikan dia untuk berbicara. Reta yang sangat pendiam ternyata mampu melakukan itu sangking emosinya.
“Jaga mulut kamu ya, aku tidak melakukan apa pun sama dia. Dan kedekatan kami hanya sebatas teman , kamu mengerti!” ucap Reta
“Kamu!” Willy ingin membalas, saat ingin mengangkat tangan menampar balik Reta, tangan Willy malah ditahan oleh Radit.
“Cukup, ini kampus bukan pasar, jika kamu mau terkena masalah di sini silahkan lanjutkan.” Ucap Radit menghempas tangan Willy.
Semua yang ada di dalam kelas berseru riuh, bahkan ada yang sampai tepuk tangan, mereka memberi dukungan atas keberanian Reta menampar Willy. Siapa yang tidak tahu Willy, dia adalah anak pemilik kampus dan juga anak pengusaha yang cukup terkenal di Jakarta. Bahkan sekalipun dosen tidak ada yang akan berani menegur gadis berparas manis itu.
Namun, suasana hening, kala sang ibu dosen masuk ke ruangan mereka, di tangannya dia sudah memegang buku mata pelajaran algoritma dan segera duduk di kursinya. Segera dia memandangi mahasiswa yang ada di hadapanya, saat itu Willy ada di depan dan tentu Roxy sang dosen killer melihat wajah merah Willy.
“Wajah kamu kenapa? Kamu buat keributan lagi?” tanya Roxy menggelagar.
Willy terkenal dengan biang onar, selain suka membuat keributan di kelas dia juga suka mencari masalah dengan orang lain, hanya karena dia anak yang punya yayasan, makanya bisa selamat, jika tidak, dosen-dosen di sana sudah akan segera mengeluarkanya.
“Habis bertengkar bu,” sorak yang lainnya.
“Sok jago sih,” ujar yang lainnya juga seisi kelas menyoraki Willy hingga gadis itu malu.
“Sudah, sudah biar dia selesaikan masalahnya sendiri. Kali ini kita mulai pelajaran.”
Jam istrahat tiba, Reta berjalan ke arah kantin, sedangkan Radit terus saja mengikuti Reta hingga ke kantin. Reta merasa tidak enak hati dilihatin. Fans Radit yang terlalu tampan sangat banyak dan itu bisa membuatnya menjadi bulan-bulanan di sana.
Reta pun memutar badannya dan menghentikan langkah Radit yang mengikutinya. “Aku minta kamu jangan ikutin aku, please.” Mohon Reta, dia sedarai tadi tidak enak dilihatin banyak orang.
Radit justru tidak melakukan apapun yang dikatakan Reta, pria itu malah menarik gadis yang ada di hadapannya dan mendudukkannya di salah satu kursi kantin.
“Eh, mau apa?” tanya Reta panik, tapi saat melihat Radit tersenyum jahil Reta tahu, anak itu sedang merencanakan sesuatu. “Jangan bertindak macam-macam ya kamu, aku jago karate loh,” ancam Reta.
“Kalau aku cium bagaimana? Apa kamu masih mau memukul aku?”
“Radit!” teriak Reta dan itu membuat semua orang memandang ke arah mereka.
Radit terkekeh, ancamannya barusan mampu membuat Reta bersemu merah, malu.
“Jadi mau aku cium sekarang, mumpung semua mata melihat kita,” kali ini bahkan Radit berniat serius mencium Reta jika dia berkata, ‘iya’.
“Apa-apaan sih, jangan berbuat macam…”
Tiba-tiba wajah Radit sudah begitu dekat dengan Reta, sontak perkataan Reta terpotong karena itu.
Reta langsung membulatkan mata, menatap Radit tidak percaya. Malu sudah pasti karena mereka sudah menjadi bahan perhatian di sana.
“Radit, jauhkan muka kamu sekarang! Awas saja kalau kamu berani cium aku jangan harap aku bakal dekat lagi sama kamu. ” Ancam Reta.
Di luar dugaan Radit benar-benar melakukan apa yang dia ucapakan. Dia mencium Reta di hadapan orang-orang yang ada di kantin itu. Dan itu membuat Reta merasa malu dan kesal. Radit memperdalam pungutanya, menikmati bibir Ranum Reta hingga saat Reta sudah meronta barulah Radit melepaskanya.
Plak….
Reta menampar pipi Radit di depan banyak orang yang melihat mereka. Seketika suasana jadi diam, pengunjung kantin juga tidak mampu berbicara tapi cewek-cewek yang menatap ke arah mereka tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Reta, pasalnya walaupun Radit merupakan anak baru di sana dia sudah sangat popular dengan ketampanannya yang maksimal.
“Kurang ajar, kamu pikir aku ini cewek murahan yang bisa bebas kamu cium? Kamu hanya pria yang kepedeaan yang memaksakan kehendak orang lain! Aku harap mulai besok kita kembali seperti tidak mengenal dan aku tidak mau melihat kamu dekat-dekat denganku lagi, mengerti!”
Reta segera berlari meninggalkan ruangan kantin, sedangkan Radit masih terdiam memegangi pipinya yang memerah karena ditampar oleh Reta. Semua orang di sana langsung membuang muka kala Radit melihat ke arah mereka.
Radit tidak mengejar Reta, dia merasa bersalah karena sudah melakukan yang tak seharusnya dia lakukan, jadi dia membiarkan saja Reta pergi.
Siang ini Reta akan bekerja, dari kampus dia sudah menyiapkan semuanya. Reta ingin hendak berjalan keluar namun seseorang menghalangi jalannya. Orang itu mengulurkan tangan ke arah Reta sambil tersenyum
“Aku Alfin.” katanya
Reta tidak menanggapi, masih dengan wajah datarnya dia berjalan melewati pemuda itu menuju halte menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerja. Alfin tidak tinggal diam dia mengikuti Reta samapi ke Halte.
“Kamu Reta kan? Kalau aku tidak salah kamu itu anak SMA harapan Surabaya deh. Hmm.. kelas berapa ya waktu itu.” Alfin menaruh tangannya di dagu mengingat si Reta yang dia anggap Kenal.
Pada saat itu bus yang Reta ingin tumpangi sudah datang, dan berhenti di halte. Reta segara naik dan tak menghiraukan Alfin yang masih menunggunya bicara. Alfin sontak kesal karena ditinggal oleh Reta begitu saja, padahal dia baru saja ingat siapa gadis itu. “Sepertinya lain kali deh.” Lirih Alfin meninggalkan helte itu.
###
Di kamar Radit benar-benar tidak tenang, dia masih memikirkan Reta. Ciuman yang dia lakukan berefek hingga masuk ke ubun-ubun kepalanya.
Marisa saat itu sedang lewat dari kamar Radit, dan ketika melihat Radit sedang gelisah Marisa pun menghampiri. Dia berjalan ke arah Radit dan bertanya. “Ada apa, nak? Kenapa kau kelihatan gelisah. Apa kau ada masalah?”
Radit berdecak, “Sepertinya aku terkena masalah besar, Ma, dan aku bingung menghadapinya bagaimana.”
“Apa ini masalah hati? Apa kau di tolak oleh wanita?” tanya Marisa penuh dengan selidik, Radit anaknya sebelumnya belum pernah seperti ini.
“A-aku m-enciumnya, di depan umum.” Radit tertunduk malu menceritakan itu, lalu Marisa hanya tersenyum samar seraya mengelus kepala Radit.
“Siapa wanita itu? Apa kau sudah mencintainya?”
“Sangat, sangat mencintainya, Ma. Tapi sepertinya dia sudah marah padaku, dan tadi dia menyuruhku untuk menjauh.”
“Sudah, sudah jangan seperti itu. hmm, Mama punya ide, bagaimana jika kau membuatnya cemburu! Mama yakin cara ini akan membuktikan jika seorang itu benaran sayang sama kita atau tidak. Jika cara ini berhasil maka Mama yakin, gadis yang kamu sukai itu akan merasa bersalah nanti.”
Pembicaraan mereka pun berakhir, kala keluarnya Marisa dari kamar Radit. Karena Radit sudah merasa ngantuk, dia pun berbaring seraya menyalakan Radio yang dia dapat.