Bab 4 Bertemu Lagi
Bab 4 Bertemu Lagi
Radit sangat bosan di dalam rumah, semenjak pulang dari Surabaya dia belum pernah sama sekali jalan-jalan di tempat kelahirannya ini. Karena ingin mengetahui di mana Theo dan Aldo, Radit pun menghubungi teman semasa SMP-nya, hanya itu nomor yang Radit punya.
Radit segera menghubungi temannya, setelah terhubung, Radit pun langsung meminta nomor Aldo dan Theo. Setelah itu Radit menutup teleponya. Radit sudah mendapat nomor Theo dia pun langsung mengehubungi sahabatnya itu untuk di ajak bertemuan, tidak lupa dia juga berpesan agar Aldo diajak.
Malam harinya Radit keluar, dia akan bertemu dengan teman-temanya. Setelah pemit dengan mamanya, Radit langsung berangkat ke tempat mereka bertemu.
Di persimpangan jalan raya menuju senayan, di mana lampu jalan sedang merah, mata Radit menangkap sesosok gadis sedang jajan di pinggir jalan. Baju seragam kerja yang dia pakai masih sangat melekat di kepala Radit, gadis itu adalah Reta. Gadis itu sedang membeli cilok di pinggir jalan bersama teman-temannya.
Dari dalam mobil Radit memperhatikan gadis itu, bahkan pandanganya sampai tak beralih. Hingga ketika sebuah mobil dari belakang mengelekson barulah Radit tersadar bahwa lampu lalu lintas sudah hijau. Ada debaran aneh saat Radit melepaskan tatapan itu. Radit pun melanjutkan perjalanannya.
Di kafe RX-king dua sahabat Radit sudah menunggu, sambil mencicipi kopi yang mereka pesan, Theo berbicara masalah pacarnya yang cueknya minta ampun. Bahkan saking cueknya dua hari dua malam telepon Theo tidak di angkat.
“Do, aku harus bagaimana, ya? Apa aku harus putusin, Tia?” Theo mencoba meminta pendapat kepada Aldo yang berada di sisinya.
Aldo dan Theo memang teman satu kampus, tak jarang mereka berbagi. Bahkan untuk curhat masalah cewek Theo sama sekali tidak segan. Aldo adalah sang pemberi motivasi, hanya saja dia masih jomblo selama ini, tampang boleh dikatakan bagus, hanya saja dia masih mencintai Gress mantan gebetannya.
“Terserah kamu saja sih, tapi kalo aku boleh jujur, Tia itu memang cewek pendiam, dia juga tidak banyak bicara. Tapi, dari cara dia, aku yakin dia itu sebenarnya sangat sayang kepadamu.”
“Serius? Tapi, aku rasa akhir-akhir ini dia sangat cuek, bahkan aku telepon dia tidak mau angkat,” adu Theo
“Sudah tidak perlu kamu pikirikan, lebih baik kamu minum itu kopinya supaya tenang.”
Tak berselang lama, Radit datang. Theo dan Aldo benar-benar kagum melihatnya, menurut mereka Radit semakin tampan saja setelah tiga tahun tidak bertemu. Alih-alih terpelongo dengan ketampanan sahabat mereka, Radit sudah berdiri di hadapan mereka, hendak menggebrak meja, namun sialnya dia tidak akan melakukan itu. Pengunjung di sana sangat Ramai.
“Woi.., lihat apa? Setan?” seru Radit
“Gila, bagaimana bisa kamu semakin tampan?” tanya Theo. Dan dia langsung di hadiahi Aldo pukulan.
Radit tertawa tergalak, pertanyaan Theo barusan seperti masih menunjukan sisi kepolosannya yang masih belum hilang sedari dulu. Dan Aldo masih sama, dia masih suka menggeplak kepala Theo yang lamban.
“Kalian tidak ada rencana melukku? Empat tahun, Bro, kita tidak ketemu dan... kalian kenapa masih menatapku seperti itu? Jangan bilang kalian jadi homo gara-gara jomblo lama.”
“Sorry man.., aku tidak jomblo lagi,” ucap Aldo mengklarifikasi. “Theo itu yang masih setia jadi raja jomblo,” Theo mencibir Aldo yang belum move on dari Grace.
Radit pun akhirnya mengetahui, bahwa Theo masih jomblo. Sudah sejak lama dia meninggalkan kedua temannya itu dan kini malah terus jomblo.
“Kalau kamu bagaimana? Masih dengan Stefani, kan?” tanya Aldo.
Aldo tidak tahu kalau Radit sudah putus dengan Stefani, dia juga tidak tahu jika Stefani meninggalkan Radit tanpa alasan yang tidak jelas.
Bergetar sudah hati Radit mendengarnya, bertahun-tahun Radit mencoba lupa, tapi karena Theo menyebutkan nama gadis itu? Radit kembali mengingat kekasih yang sudah lama pergi meninggalkanya tanpa jejak.
“Sorry, sorry sepertinya aku salah bicara,” lirih Aldo, saat melihat Radit terdiam, Aldo sudah tahu bahwa Radit sudah tidak bersama dengan Stefani lagi.
“Sudah, tidak apa-apa. By the way, kalian udah pesan makanan? Pesan saja aku yang bayar,” Seru Radit mencoba tersenyum walau rasanya begitu rumit dan sulit namun dia tetap melakukannya, siapa coba yang senang masa lalunya di ungkit.
Semua makanan yang Radit pesan sudah datang, tak lupa kentang goreng dan juga pudding untuk penutup hidangan mereka, dari dulu Radit memang tidak pernah pelit, apalagi hanya untuk mentraktir Aldo dan Theo, Radit bahkan pernah mentraktir semua teman kelasnya.
Tiba kini gilaran Theo yang lebay, dia beberapa kali mengambil gambar makanan lalu mengirimnya ke sosmednya
“Lebay woi, lebay.” Gerutu Aldo , dia merasa ulah Theo itu menjengkelkan, padahal hanya memotret makanan lalu mengirimnya ke sosmed.
“Biar saja sih, sirik kau?” ucap Theo tidak peduli.
Radit memerhatikan sahabatnya itu berdua. Senyum sembringah keluar dari bibirnya, melihat kedua sahabat yang tidak pernah akur tapi selalu kompak, Radit tidak pernah tahu kenapa kedua orang ini tidak pernah akur saat bertemu denganya, bahkan jika di bilang aneh. Itu akan sangat aneh. Tapi Radit tidak peduli, menurutnya Theo dan Aldo sahabat terbaiknya.
“Dit, kamu jadi kuliah di Jakarta? Dan waktu kembali dari Surabaya kemarin, kenapa tidak memberi kabar kita?” tanya Theo menghentikan makannya sejenak.
Radit sama halnya dengan Theo, ia meletakan sendok yang dia gunakan, kemudian memandang Theo. “Sorry, aku tidak bermaksud tidak menghubungi kalian, hanya saja nomor kalian benar-benar hilang dari hp-ku, kemarin tanpa sengaja aku chatingan dengan Grace, mantan sekretaris yang kamu taksir,” Radit menunjuk Aldo. “Dia yang kasih nomor ke aku.”
Aldo membulatkan mulutnya membentuk huruf ‘O’
****
Sepulangnya Radit dari bertemu kedua sahabatnya itu, ia kembali melalui jalan yang sama, bahkan arloji yang melingkar ditangannya sudah menunjuk pukul setengah dua belas malam.
Radit semakin menggerutu di dalam mobil, bisa-bisa ayahnya akan memarahinya lagi. Radit tahu jika papanya itu jika sudah marah akan sangat sulit meredakannya. Tapi, biar bagaimanapun Radit akan selalu salah di mata sang papa terus menerus.
Lagi-lagi harus lampu merah, mata Radit kembali lagi melihat sesosok gadis yang beberapa jam lalu dia lihat, nampaknya gadis itu sedang menunggu angkot ataupun bus yang hendak lewat, tapi mengingat ini sudah mau tengah malam, mana ada bus maupun angkot yang lewat dari sana. Kerena Radit merasa kasihan dia pun membawa mobilnya mendekati gadis itu.
“Masuk biar aku antar.” Ujar Radit membuka pintu mobilnya.
Gadis itu sedikit merunduk melihat siapa si pengemudi ternyata itu adalah Radit teman satu kelasnya. Reta merasa heran kenapa pria itu berada di sana dan berniat mengajaknya masuk kedalam mobilnya.
“Aku tunggu angkutan umum saja, lebih baik kamu pulang.” Tolak Reta, dia merasa tidak enak jika harus berduaan dengan pria di dalam mobil.
“Udah aku tidak akan macam-macam, lagi pula jam segini tidak ada bus ataupun angkot yang akan lewat, percuma.” Ujar Radit
Reta merasa ucapan Radit benar, dan jika Radit macam-macam Reta kan bisa menuntutnya besok di sekolah, daripada tidak pulang Reta pun naik ke mobil Radit.