Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Dipertemukan

Bab 2 Dipertemukan

Tidak terasa hari sudah pagi, saat itu cahaya mentari mulai masuk melalui celah kaca kamarnya, saat itu Radit mulai ke silaun, dia terbangun dari tidurnya.

Radit segera bangun dan masuk ke dalam kamar mandi, ia membersihakan diri, setelah itu dia turun ke bawah.

“Radit, sini kita makan dulu,” panggil Marisa saat melihat Radit sudang berjalan ke arah dapur.

“Iya, Ma,” jawab Radit sopan. Ia menggeser kursi dan duduk di sebelah mamanya,

Radit mulai menyendok nasi goreng ke piring, dari wanginya dia tahu kalau mamanya yang memasak nasi goreng itu.

Radit sangat menyukai nasi goreng buatan mamanya, lagi pula dia sudah lama tidak mencicipi makanan kesukaannya itu.

“Emm.., kamu masih marah sama Papa kamu?” tanya Marisa dengan Hati-hati, nadanya sangat pelan agar Radit tidak tersedak.

“Tidak tahu, Ma..,” jawab Radit cuek, dia kembali memasukkan sendok yang berisi nasi ke dalam mulutnya.

Radit sudah selesai makan, kali ini dia hendak pergi dari meja makan, namun Marisa segera memanggilnya.

“Radit.., ada yang mau Mama bicarakan sama kamu, boleh duduk sebentar?”

Radit pun menurut, dia duduk sesuai dengan permintaan Marisa, “Ada apa, Ma?” tanyanya

“Hari ini temani, Mama ke kampus baru kamu ya, Mama tidak enak kalau ke sana sendiri.”

“Harus ya, Ma, tidak bisa besok?” saat ini Radit benar-benar malas untuk keluar dari rumah.

“Ayo lah sayang.., cuma sebentar.” Marisa membujuk Radit agar mau menemaninya.

Radit mengangguk, “Ya sudah aku temani.”

Radit sudah benar-benar terdaftar sebagai mahasiswa baru sekarang, kampus yang cukup elit, mahal dan terkenal menjadi tempat Radit berkuliah, tak tanggung-tanggung uang kuliahnya di sini, jika dihitung secara pertahun, mungkin Radit bisa membeli rumah.

“Ma.., kenapa tidak ke kampus lain? Bukankah di sini sangat mahal?” Radit protes setelah mereka berada di dalam mobil.

“Sayang.., sejak kapan kamu peduli masalah uang, Papa kamu bahkan bisa mengkuliahkan kamu lebih dari ini,” ujar Marisa bangga.

Marisa memang tidak berbohong, suaminya mempunyai segalanya. Bisnis yang di jalankan suaminya saja sangat sukses. Baginya uang yang dia keluarkan tidak ada nilainya, hanya menggoyangkan kaki saja sudah dapat menghasilakan setumpuk uang.

Radit tidak mau protes lagi, percuma juga, mamanya tidak akan mendengarkannya. Lebih baik dia menurut, berdebat hanya akan menghabiskan waktunya saja.

***

Hari ini Radit mulai berkuliah, dengan santainya dia bersiap-siap, hingga membuat Marisa geram. Waktu masuk kuliahnya bahkan tinggal lima belas menit lagi, tapi Radit tidak peduli.

“Gerak yang cepat sedikit sayang ... kamu mau terlambat di hari pertama kamu kuliah?” Marisa mulai cerewet saat Radit bergerak malas.

Melihat anaknya antara niat dan tidak niat untuk berkuliah, Marisa memutuskan menyiapkan bekal untuk Radit, biarlah Radit memakannya di kelas, ketimbang perutnya nanti keroncongan.

“Radit berangkat, Ma..,” ucap Radit bergerak keluar dan menyandang tasnya.

“Tunggu, bekal kamu.” Marisa sedikit berlari dan memberi bekal yang dia buatkan pagi ini untuk Radit. Marisa membuat bekal roti sandwich selai srikaya.

“Thanks, Ma,” Radit mencium tangan mamanya lalu segera berangkat.

“Kali ini kita kedatangan mahasiswa baru, saya harap kalian bisa bersahabat dengan dia, tolong kalian ajarin dia karena dia sudah banyak ketinggalan,” kata ibu Ros yang sedang mengajar pagi ini, lalu setelah itu dia menyuruh Radit masuk.

Seketika kelas jadi ribut, dan di penuhi suara oleh para kaum hawa, mereka melihat ketampanan Radit yang sangat menjanjikan. Apalagi pria itu menggunakan baju yang sangat kasual itu malah menjadi penambah ketampanannya.

“Sumpah, dia tampan banget,” bahkan seorang gadis begitu gamblang memuji Radit di depan Ros sang dosen.

“Silahkan perkenalkan diri kamu.” Suruh Ros, dia lebih dulu menyuruh anak-anak untuk diam terlebih dahulu.

“Perkenalkan nama saya Radit, saya pindahan dari Surabaya dan mulai berkuliah hari ini di sini, terima kasih ”ujarnya, Radit mempekenalkan dirinya begitu singkat.

“Apa ada yang mau bertanya tentang Radit,” ujar bu Ros. Sontak hampir semua wanita di kelas itu bertunjuk tangan, dan satu yang membuat Radit heran. Gadis yang duduk sendiri di depannya tidak tunjuk tangan.

“Karena begitu banyak yang tunjuk tangan, maka akan saya pilih tiga orang saja.” Ros kemudian menunjuk Melly, Riska, dan juga Fitri. “Silahkan ajukan pertanyaan kalian,” perintah Ros

Melly pun memulai terlebih dahulu. “Kaka, sudah punya pacar belum? Kalau belum denganku saja ya?”

Sontak semua memandang Melly lalu bersorak. “Uwwuuuuuuuu”.

Kini gilaran Riska, dia pun berdiri. “K-ka Radit suka buku yang bagaimana, bisa dong berbagi.” Riska mengucapkan itu ragu-ragu karena dia pemalu.

Karena mendapat pertanyaan yang kurang berbobot, bu Ros akhirnya mengambil alih. “Karena tidak ada hal yang penting untuk di pertanyakan, silahkan kamu duduk.”

Ros menunjuk kursi kosong, dan di sana duduk seorang gadis pendiam dan sangat dingin dia adalah Reta. Bahkan selama ini dia sama sekali tidak suka bergaul. Radit menuju kursi itu dan duduk disamping gadis itu.

Pasangan yang sangat cocok untuk satu kursi, yang satunya pendiam dan satu lagi dingin. Dan mungkin jika di satukan mereka akan menjadi Elsa di film frozen

Waktu istrahat tiba, Willy dan geng mendekati kursi Radit. Sedikit memutar tubuhnya, Willy menjulurkan tangannya. “Perkenalkan nama aku Willy, gadis paling cantik di kelas ini.” Willy begitu pede memperkenalkan dirinya

Saat itu Radit sedang merapikan buku, namun saat melihat seorang gadis menjulurkan tangan, Radit pun membalas, “Radit.” Jawab Radit cepat, lalu segera dia kembali menyelesaikan pekerjaanya agar bisa keluar.

“Dit, aku boleh minta nomor Wa kamu nggak? Bukan apa-apa, aku hanya mau kasih info sekitaran kelas aja.” Willy menjulurkan ponselnya ke Radit

Willy merupakan komisaris kelas, selain itu dia juga merupakan admin satu-satunya di grup, namun dari caranya meminta nomor Radit, semua juga tahu jika Willy tertarik sama Radit.

Tidak ada pilihan lain Radit pun memberi nomornya ke Willy, dia menerima ponsel itu lalu mengetiknya, selesai. Willy langsung pergi.

“Gila…, gila.., gila, aku jadi orang pertama yang dapat nomor dia, sudah tampan, cool, tinggi, sempurnaa.” Teriak Willy seperti orang gila.

“Will, bagi nomor Radit ke kita ya,” ujar teman-teman Willy

“Iya, kamu jangan simpan sendiri.” Timpal yang lainya.

“Aku tidak mau, usaha dong kalian!”desis Willy

“Pelit…,” gerutu teman yang lainnya.

Radit menuju kantin, bekal yang di siapkan mamanya tadi belum dia makan sama sekali, bahkan untuk menyentuhnya sedikit saja tidak Radit lakukan, kelas Radit

Pagi ini sangat padat, belum lagi para gadis-gadis yang datang hanya untuk meminta nomor Radit, tentu itu membuang waktunya secara percuma.

Bugh…

Lagi-lagi Radit harus bertabrakan dengan seseorang, dia adalah gadis pendiam yang duduk di sebalah kursi Radit di kelas. “Maaf, saya minta maaf,” ucap Radit, ia kembali menjulurkan tanganya.

Gadis itu tidak merespon, setelah berdiri ia langsung pergi meninggalkan Radit tanpa bersuara. Aneh … rasanya Radit pernah bertemu dengan gadis itu tapi di mana? Tiba-tiba Radit teringat dengan radio yang tempo hari, dan Radit rasa itu punya gadis itu.

Bersambung…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel