Bab 13 Masa lalu
Bab 13 Masa lalu
Reta sudah tiba di kostanya yang berukuran empat kali empat tersebut. Tubuhnya dia rebahkan di atas kasur yang hanya muat satu orang. Reta merentangkan kedua tangannya sambil menghadap langit-langit yang sangat dekat denganya.
Reta memilih salah satu kost yang sangat sederhana, kostan yang penuh dengan wanita itu hanya memiliki beberapa kamar saja, Reta memilihnya karena sahabatnya Rika tinggal di sana juga. Tempat yang di tinggali Reta selama tigaa tahun itu sangat bersih, pemiliknya juga ramah. Reta pun sangat suka tinggal di sana.
Perlahan-lahan rasa kantuk menyerang Reta, karena sudah tidak ada kerjaan lagi ia pun memutuskan untuk tidur sebentar, perlahan-lahan mata Rena mulai saling menarik hingga tanpa sadar dia sudah tenggelam kealam mimpi.
Radit baru saja tiba di rumah, sambil bersiul dia menaiki anak tangga, sementara kunci mobil ditangan dia lemparkan ke udara dan meraihnya kembali. kakinya kala itu berhenti kala melihat sang papa menghalangi jalannya di tengah tangga.
Radit mencoba mengambil jalan sebelah kiri, tetapi papanya juga menghalanginya untuk lewat. Radit masih berusaha lewat tapi usahanya sia-sia dia masih di halangi oleh papanya di depan. ia pun jadi merasa kesal setalah itu dia mendongak menatap papanya yang berada di depannya.
“Maaf, apa anda bisa minggir? Saya mau masuk ke kamar saya?” ucap Radit dengan nada yang begitu dingin. Dia ingin papanya segera menghindar agar dia bisa masuk kedalam kamarnya.
“Tidak! Papa mau bicara sama kamu. Sekarang!” papa Radit sudah sangat ngotot mau bicara dengan Radit, dia harus menjelaskan apa yang selama ini jadi penghalang mereka selama ini.
“Maaf saya tidak perlu penjelasan anda, permisi!.” Radit memaksa masuk keatas. Mau tidak mau papanya pun mengalah. Dia memberi jalan kepada anaknya itu. Dia menjadi pusing membayangkan hubungan yang sudah rusak bersama anaknya hampir tujuh tahun ini.
Dada Radit naik turun, entah kenapa setiap kali bertemu dengan papanya itu dia seperti merasakan tenaganya terkuras habis. Bahkan jika menghadapi masalah sebesar apapun ia tidak pernah sesak ini di dadanya.
Radit pun bergegas keluar kembali, di tangannya masih memegang kunci mobil. Tujuannya saat ini ke garasi, saat sudah sampai di sana ia pun kembali menghidupkan mobilnya meninggalkan area rumahnya. Marisa pun melihatnya, tapi saat sudah ingin mengejar mobil yang Radit naiki malah semakin jauh.
“Kapan kalian berbaikan? Kalian ini ayah dan anak! Tapi kenapa kalian kayak tom dan jerry sih?” ucap Marisa merepati suaminya.
“Papa sudah coba ngomong sama dia, Ma! Tapi dia tidak mau, bahkan tadi dia dorong, Papa agar bisa masuk ke kamarnya.” Tutur suaminya itu menjelaskan
Marisa nampak berpikir.
“Pa! coba jujur sama mama, papa sama Radit itu ada masalah apa sebenarnya? Sudah tujuh tahun loh kalian begini. Aku rasa kalian ada rahasia yang tidak aku sama sekali ketahui.” Marisa seketika merasa curiga kepada suaminya itu.
#Di bar
Radit sudah memesan berbagai minuman yang mengandung alkohol, mulai dari yang efeknya terkecil hingga berefek besar. Satu persatu minuman itu Radit cobain. Bahkan dengan gelas ketiga yang dia teguk sudah membuatnya mabuk. Tapi Radit terus meminum hingga permasalahan yang ada di kepalanya hilang.
Sudah gelas kelima Radit tegak tapi dia masih merasa kurang. Dia pun memanggil salah satu pelayan meminta tambah minumannya, pelayan itu pun langsung menambah minuman yang di minta Radit. Setelah terisi pemuda itu langsung menegaknya hingga habis. Pikiran yang kacau begini memang cocok dengan alkohol yang membuat mabuk, sebuah perasaan tenang kini menjalar di tubuhnya, sesaat Radit dapat melupakan segalannya.
Marisa menatap jam di dinding, arah jarum jamnya sudah menunjukan di angka dua belas pas. Berulang kali Marisa menghubungi Stela karena dia tau gadis itu selalu dekat dengan anaknya itu. Tapi justru Stela tidak tau Radit di mana, itu membuat Marisa semakin merasa panik.
Marisa mondar-mandir di ruang tamu, ponselnya masih tertempel di kuping dia. Ya,Marisa masih mencoba menghubungi Radit yang tidak jelas di mana. Saat itu suaminya sedang lewat, dia memperhatikan istrinya yang sedang panik. Dia pun memtuskan mendekati istrinya itu dan mengajaknya duduk.
“Ada apa Ma, sudah jam dua belas loh. Belum mau tidur?” tanya suaminya dengan tenang.
“Radit belum pulang Pa, Mama tunggu dia saja ya. Kalau Papa ngantuk tidur saja dulu, nanti mama pulang setelah Radit sampai.”
“Hah! Radit belum pulang? Biar papa cari ya ma, mama tunggu di rumah aja.” Papa Radit bangkit dari kursinya untuk mencari Radit. Tetapi mereka di kegetkan suara mobil yang menderu kencang. Marisa yang duduk di sofa segera berlari ke arah pintu dan membukanya.
Radit datang dengan badan sempoyongan saat sudah sampai di depan pintu dia ambruk begitu saja, beruntung mamanya Marisa membuka pintu jadi dia bisa di tahan oleh mamanya itu. Radit sudah meracau tak jelas, bahkan Marisa tidak tahu apa yang di ucapkan oleh anaknya itu.
“Ya Tuhan Radit, kamu kenapa jadi begini?” isak Marisa menuntun anaknya itu ke dalam rumah. “Pa, bantuin dong, anaknya lagi mabuk juga.” Gerutu Marisa, pasalnya suaminya itu sangat santai duduk tanpa mau membantu.
Papanya Radit akhirnya bergerak, dia mengambil alih Radit dari istrinya, dengan membopong anaknya itu ke kamar ia pun meletakannya di atas kasur. Ia pun lebih dulu membuka sepatu Radit menarik selimut ke tubuh anak satu-satunya itu lalu keluar dari kamar.
Istinya pergi ke dapur untuk menyiapkan air panas, setelah dia menyiapkan semuanya dia pun datang ke kamar anaknya itu. Marisa mulai membersihkan wajah Radit, keringat anaknya itu sangat banyak padahal ac masih menyala. Marisa pun menguatkan pendingin ruangan di kamar Radit lalu keluar dari kamar itu menyusul suaminya ke kamar.
Pagi harinya Radit bangun dengan kepala pengar, rasanya seperti mengangkat beban yang begitu berat. Radit pun memijit pelipisanya menghilangkan sakit kepalanya. Tidak beberapa lama mamanya datang membawa susu putih. Mamanya pun mendekat dan duduk di tepi ranjang Radit.
“Minum dulu biar rasa pusingmu hilang.” Marisa menyerahkan gelas yang berisi susu ke hadapan Radit. Anaknya itu pun langsung menerimanya dan meminumnya hingga tandas. Rasa pusing di kepala Radit pun berkurang.
“Terima kasih, Ma,” ucap Radit tertunduk, dia merasa malu melihat mamanya. Bahkan Radit juga merasa malu karena sudah mabuk tadi malam.
“Kamu kenapa mabuk tadi malam?”
Akhirnya pertanyaan mamanya itu muncul, Radit sungguh tidak ingin mendengarnya. Tetapi karena mamanya itu sudah bertanya Radit pun harus menjawabnya, dengan berani Radit pun melihat mamanya itu.
“Radit lagi pusing aja ma, lagi banyak masalah. Maaf, kalo Radit membuat mama cemas.” Semua yang keluar dari bibir Radit sangat terlihat jujur, dan Marisa pun mempercayai apa yang di ucapkan oleh anaknya itu. Dia pun tidak menaruh curiga lagi kepada Radit.
Bersambung…..