Bab 14 Menemukan Barang yang Hilang
Bab 14 Menemukan Barang yang Hilang
Di sudut ruangan kelas Radit nampak melamun, di kupingnnya terpasang headseat. Dia sedang mendengar radio dari benda pipih persegi empat itu. Radit memasukan benda itu ke sakunya, memandang dari jendela kelas ia melihat Reta sedang berjalan ke arah kelas mereka.
“Baru sampai?” tanya Radit ketika Reta sudah duduk di sampingnya. Gadis itu tersenyum seraya menuruh tasnya di atas meja.
“Iya, tadi macet.” Balas Reta, dia pun mengambil buku catatanya untuk melanjutkan mata kuliahnya yang belum sempat dia salin tadi malam. Radit pun mendongak melihat apa yang dilakukan gadis yang ada di sebelahnya itu. Radit menarik satu headseat dari kupingnya lalu di taroh di kuping Reta.
“Biar gak bising.” Seru Radit sambil tercengir ke arah Reta. Ia pun melanjutkan menjalin catatanya. Mendengar musik sekalian belajar ternyata membuat Reta lebih rilex, buktinya dia lebih fokus mengerjakan tugasnya.
BRAKK…..!
Seseorang menggebrak meja Reta pelakunya adalah Willy, dengan senyum mengejek dia memandang rendah Reta. Gadis itu melipat tangan di depan dada memutar mata dia menatap malas Reta.
“Mau apa lagi, kamu?” tanya Radit yang sudah tahu maksud Willy datang ke meja Reta, tetapi dia tidak akan tinggal diam jika gadis pengacau itu melakukan sesuatu pada Reta.
“Radit! Kenapa sih kamu bela ini si miskin itu! Kamu tertarik sama dia?” tanya Willy penuh dengan penekanan, tetapi matanya masih memandang Reta dengan pandangan menghina.
“Bukan urusan kamu.” Celutuk Radit, dia membuang pandanganya dari Willy.
Willy pun menlengos meninggalkan meja Reta, wajahnya kembali murung. Saat sudah duduk di kursinya teman-teman Willy pun datang, dengan hebohnya mereka mendekati sahabatnya itu. Padahal mereka tidak tahu kalau Willy baru saja kesal karena Radit.
Stefani melihat kemurungan sahabat dan juga selaku bosnya itu, dia pun memberi kode kapada teman-temannya. Para sahabatnya itu pun melihat wajah Willy yang murung.
“Mpok, kenapa diam begitu sih? Lagi pms?” tanya Stefani dihadapan Willy. Dia ingin menghibur temannya itu yang nampak seperti banyak masalah. Teman-temannya pun begitu mereka mendekati Willy sambil mengajak gadis itu bercanda.
Namun bukan senyuman yang mereka dapat, Willy yang sedang tidak mood bangkit berdiri, matanya menatap mereka berempat tajam. “Pergi sana! Jangan ganggu aku dulu.” Marahnya, keempat temannya itu pun kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.
Reta seperti mengetahui barang yang di pegang oleh Radit. kemarin pun saat ke rumah pria itu, ia sempat melihatnya. Reta penasaran dia ingin tahu barang itu. Dia pun mendekatkan diri ke tubuh Radit seraya berbisik.
“Kalau boleh tahu itu radio punya kamu?” Reta mengucapkan itu agak pelan agar Radit dapat mendengarnya.
“Ini?” Radit menunjuk Radio yang ada di tangannya.
Reta pun mengangguk. “Iya, radio itu kamu dapat dari mana sih? Sepertinya aku kenal deh sama radio itu.” Reta mencoba meminta radio itu dari tangan Radit, dia pun langsung memberikan benda itu ke tangan Reta.
“Ini dapat dari mana?” tanya Reta tanpa mengalihkan penglihatanya dari benda itu, tangannya melakukan gerakan memutar lalu meneliti, benar saja Radio itu adalah miliknya. Barang yang hilang yang sudah agak terlalu lama dia cari. “E-l-i-s-a.” Reta mengeja huruf yang tertulis di sana pelan.
“Itu aku temuin di stasiun kemarin, waktu itu aku bertabrakan dengan seorang wanita di pelataran parkir stasiun. Gadis itu terjungkal dan tanpa sadar menjatuhkan barang ini, ya waktu itu aku memungutnya dan membawanya pulang ke rumah. Padahal kemarin itu aku sudah berusaha mengejar orang yang punya barang ini, tapi nyatanya aku sudah tidak bertemu dengan dia lagi.” Radit menjelaskannya dengan wajah sendu, dia sangat berharap bisa bertemu dengan pemilik benda ini dan mengambalikannya. Walau Radit sudah sangat menyukai radio itu tetap saja itu bukan miliknya.
“Kalau aku bilang ini punya aku, kamu percaya tidak?” Reta menautkan alisanya bertanya pada Radit. “Orang yang kamu tabrak kemarin itu aku. Jadi waktu itu aku sangat buru-buru jadi tanpa sadar aku menjatuhkan ini.” Jelas Reta lagi. Dia pun begitu bahagia karena sudah bertemu dengan apa yang dia cari selama ini.
“Tapi.., ya, sudah lah jika itu punya kamu silakan ambil saja. Lagian kemarin juga aku sudah mau membalikan radio itu, hanya saja aku sudah tidak bertemu lagi dengannya.”
“Ya sudah berarti ini buat aku ya,” ujar Reta, ia pun segera memasukan kembali radio itu kedalam tasnya. Lalu dia tersenyum kembali ke arah Radit.
“Kenapa senyum-senyum begitu? Sedang mikir apa?” tanya Radit mengintogasi Reta yang tersenyum kepadanya.
“Tidak ada. Hanya saja sekarang aku sudah lega, barang pemberian sahabat aku yang udah tiada udah ketemu. Coba saja radio itu tidak ketemu pasti aku bakal merasa bersalah terus sama dia, Radit makasih ya. Gara-gara kamu aku ketemu deh sama ini barang.”
Sontak Radit besar kepala gara-gara ucapan terimakasih Reta. Apalagi gadis itu tersenyum manis ke arahnya. Sungguh itu pemandangan yang paling indah yang pernah Radit lihat.
Dosen pagi ini pun masuk kedalam kelas, wanita paruh baya dengan kacamata di mata menjadi ciri khasnya, langkahnya yang gontai memasuki kelas membuat semua mahasiswa terdiam. “Hari ini kita ulangan.” Serunya dan semua mahasiswa hanya saling pandang menatap heran kedepan.
Setelah ujian berlalu semua mahasiswa mengeluh, pasalnya Ibu Dorce memang selalu membuat mahasiswa di sana stop jantung. Radit merupakan salah satu dari mahasiswa itu, dia belum tau apa-apa, dan dengan wajah kesal pun dia mengumpulkan lembar jawabannya ke depan. Reta melihat Radit, wajah kesal pria itu sangat tidak enak di pandang. Karena itu Reta mencoba untuk menghibur kekesalan Radit.
“Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Ini hanya ujian biasa kok, lain kali kamu harus lebih mempersiapkan diri lagi.” ucap Reta menasehat Radit, lelaki itu pun hanya mengangguk lalu duduk di kursinya.
Radit sebenarnya tidak terlalu kesal, tetapi di depan tadi dosennya mencoba menggoda dirinya. Bahkan wanita itu memainkan matanya sambil menjilat bibirnya. Radit tidak habis pikir kenapa wanita itu melakukannya. Tapi karena sudah terlanjur kesal, ia pun memutuskan untuk memasang muka cemberut saja.
“Radit.” Panggil Reta dan panggilan itu membuat Radit kembali kealam sadarnya. Baru saja Radit termenung membayangkan bagaimana wajah wanita tadi menggodanya.
“Eh, iya, ada apa Ret.” Jawab Radit dengan wajah gugup.
Reta melihat di wajah Radit sedang banyak masalah, dari tekuk wajah pria itu Reta paham ada yang sedang mengganjal hati pria itu. Reta pun hanya mampu mengelus pundak Radit seolah mengatakan pada pria itu harus sabar. Tapi sentuhan Reta di pundak Radit malah menimbulkan sesuatu bagi Radit. Sesuatu yang lain, bahkan Radit sendiri tidak mengerti ini perasaan apa. perlahan Radit mulai merilekskan tubuhnya namun sesuatu yang bangkit itu malah mengusai seluruh tubuhnya.
Bersambung.