Bab 12 Pendekatan
Bab 12 Pendekatan
“Menantu?!” Reta menyatukan alisnya. Ia bertanya-tanya dalam hati, siapa yang mamanya Radit maksud menantu.
Sekilas Stela dan Radit saling memandang. Mereka bingung akan menjelaskan apa pada Reta, sementara Marisa mamanya Radit nampak bingung juga dengan ucapan Reta, padahal dia sudah berharap jika anaknya Radit sudah mengatakan apa yang ada di dalam hatinya. Tapi melihat kebingungan Reta Ibunya Radit pun mengerti bahwa putra satu-satunya itu belum menyatakan perasaannya.
“Maaf tante mungkin salah bicara, jangan dimasukan ke dalam hati ya sayang,” ujar Marisa membelai rambut Reta yang lurus, rambut itu terasa lembut dan juga wangi. Gadis itu sepertinya suka keramas.
“Iya, tidak apa-apa tante, lagi pula aku tahu kalau tante bercanda.”
Stela dan Radit sekarang bernafas lega, mereka tidak akan menjelaskan apapun pada Reta. Beruntung mamanya sangat pengertian dan tahu situasi, jadi Radit aman kali ini. Reta mengigit bibir bawahnya, mama Radit sangat perhatian padahal baru sekali kenalan. Bahkan siang ini mamanya Radit sengaja memasak makanan yang banyak untuk mereka, karena Stela bilang tadi Radit akan bawa calon pacarnya ke rumah.
Sekarang Marisa mengajak Reta untuk makan bersama, dia menuntun gadis itu hingga ke ruang makan. Sementara Radit dan Stela hanya mengekor kedua wanita yang sudah nampak akur itu. Stela pun mendekatkan diri kepada Radit, sambil tersenyum jahil Stela pun berniat menjahili Radit.
“Sepertinya tante Marisa akan meminta kamu cepat menikah, lihat saja mereka itu sudah cocok, sudah klop. Jadi kamu harus siap-siap jika tante sudah meminta ya?” Stela masih mengulas senyum sambil berjalan mendekati Marisa dan Reta.
“Hah.., dia bilang apa tadi? Dasar.. tukang jahil.” Ucap Radit dalam hati, dia pun melangkahkan kakinya untuk ikutan duduk di meja bareng mamanya dan yang lainnya.
Semua masakan yang tersaji di atas meja adalah makanan kesukaan Radit. Marisa memasaknya sendiri, mereka memang punya pembantu di rumah. Tetapi mengingat siapa yang akan datang, ibu satu anak itu pun memutuskan untuk memasak sendiri, sedangkan pembantunya hanya membantu membuatkan bumbu.
Marisa pun menyendokan ayam gapokk buatanya ke piring Reta, lalu ke piring Radit. Setelah itu meraka makan bersama-sama. Sedangkan Stela hanya menunggu dan melihat, dia merasa cemburu karena tantenya tidak meladeninya seperti Radit dan Reta.
“Aku dicuekkin ya, Tante, Reta dan Radit tante siapin sementara aku…” Stela membuat dirinya merajuk agar tante Marisa melayanninya.
“Ooh…, sayang, maaf ya tante baru tahu kamu terlupakan. Maafkan tante ya.” Ucap Marisa memohon lalu menyiapkan makanan untuk Stela. Karena sudah merasa adil Stela pun memakan makannya.
Proses makan mereka pun berlangsung, tidak ada yang berbicara karena itu tradisi dalam keluarga Radit. Reta pun yang tadinya gugup kini sudah mulai rileks, perlahan dia sudah merasa nyaman dengan mamanya Radit.
Makan siang pun berlalu, Marisa mengajak Reta untuk mengobrol. Stela bahkan sudah permisi pulang lima menit yang lalu, saat itu Stela di kabari ada tugas penting jadi dia harus ke kampus sekarang. Sementara Radit sudah naik ke kamar, katanya dia tadi mau mandi jadi Marisa mengijinkan. Kini keduanya duduk di sofa di temani dengan tea hangat buatan bibi Arum, tak lupa juga cemilan-cemilan kecil terletak di sana.
Obrolan Marisa pun berlanjut, hingga akhirnya terintrupsi oleh suara ponsel yang sangat nyaring. Reta pun mencari sumber suara, itu ternyata bukan dari ponselnya. Marisa pun melihat ke atas meja di sana ponsel Radit ketinggalan.
“Ponsel Radit sepertinya ketinggalan, boleh kamu saja yang mengantarkannya? Siapa tahu penting.” Marisa menyerahkan ponsel Radit ke tangan Reta. Dia pun langsung naik ke lantai dua, melihat nama Radit di depan pintu kamar Reta yakin itu kamarnya. Tanpa mengetuk pintu lebih dahulu Reta pun membuka pintu.
Kleak…
Pintu di dorong oleh tangan Reta, kamar dengan bau maskulin serta kopi langsung menyeruak hidung Reta, kamar yang luas serta cukup rapi membuat Reta berdecak kagum. Radit sangat rapi, bahkan dia akan selalu menyuruh assisten rumah tangganya untuk membersihkan kamarnya setiap hari.
Reta pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Radit, sepertinya pria itu sedang mandi terdengar dari suara gemericik air yang terdengar dari dalam kamar mandi. Sekilas sebelum mendekati kamar mandi Reta melihat seisi kamar Radit, foto-foto masa kecil pemuda itu berada di sana. Reta pun mendekati kamar mandi dan memanggil Radit dari luar.
“Radit! Ponsel kamu berbunyi. Aldo yang menelpon.” Teriak Rena dari Luar. Suaranya di buat sekencang mungkin agar Radit yang ada di dalam mendengarnya.
“Letakkan di atas meja saja Ret, bentar lagi aku siap.” Teriak Radit tak kalah kuat dari dalam
“Oke.”
Reta pun berjalan ke arah meja.
Saat sudah sampai di meja yang di maksud oleh Radit, ia pun meletakan ponsel pria itu di sana. Sesuatu menarik perhatian Reta, sebuah benda pipih persegi empat lengkap dengan headsheat di sana. Reta sangat mengenali barang itu. Perlahan Reta berjalan mendekati benda pipih itu. Berharap bahwa itu lah barang yang dia cari.
“Siapa tadi yang menelpon?” tanya Radit sudah berada di belakang Reta, entah sejak kapan Pria itu berada di sana. Rambutnya masih basah sedangkan tubuhnya hanya di lilit sehalai handuk. Reta pun menutup matanya melihat Radit.
“Pakai baju kamu cepat!” suruh Reta, dia mengeratkan menutup matanya agar tidak melihat tubuh sick pack Radit.
‘Mau aku buka di sini?” tanya Radit menjahili Reta, dia ingin melihat reaksi Reta jika melihat tubuh sexy-nya.
“Kamu!! Sudah aku keluar saja.” Masih dengan menutup mata Reta segera keluar dari kamar Radit. Sesampainya di luar dia pun menghembuskan napas lega. Tapi jika di lihat tubuh Radit sangat sexy bahkan kotak-kotak di perutnya sangat menggoda. Entah kenapa Reta jadi membayangkan tubuh Radit. Sesaat kemudian dia pun menghilangkan pikiranya yang sudah melantur. Setelah itu Reta pun turun ke bawah.
Reta kembali ke bawah, di sana tante Marisa sedang sibuk dengan panggilan teleponnya. Ia pun mendekati mamanya Radit itu lalu kembali mendudukan bokongnya di sofa. Marisa pun akhirnya menyudahi teleponnya dengan tersenyum dia melihat ke arah Reta.
“Bagaimana? Ponsel Radit sudah kamu berikan?” Marisa meletakan ponselnya di atas meja lalu menyeruput tea yang sudah agak dingin itu.
“Sudah kok tante,” Jawab Reta sambil tersenyum membalas senyuman mamanya Radit. Setelah itu dia hanya duduk manis di sofa berwarna cream itu. Sekilas Reta melihat jam yang melingakar di tangannya, dia sudah berada di sana hampir tiga jam. Karena itu Reta memilih untuk pamit saja.
“Tante, maaf sepertinya Reta harus pulang. Sudah sore.” ujar Reta menyalami Marisa yang masih duduk di sofa bersamanya.
“Mau diantar sama Radit?” tanpa Reta menjawab, Marisa malah lebih dulu memanggil anak satu-satunya itu. “Radit... Radit... Reta mau pulang, antar sana.”
Radit pun turun dari lantai dua, dia sudah memakai pakaian kasual ala rumahannya. Dengan sigap dia mengambil kunci mobil lalu mendekat ke arah Reta.
“Mau pulang?” tanya Radit. “Ayo aku antar.” Timpal Radit lagi.
“Hmm.., tidak usah aku naik angkot saja.” Tolak Reta secara halus.
“Sudah, kamu di antar sama Radit aja biar aman.” Sela Marisa.
Akhirnya Retapun setuju, dia di antar oleh Radit pulang ke kostanya. Padahal sangat jauh, tapi jika sudah di paksa seperti ini Reta tidak akan bisa menolak. Dia akan merasa tidak enak terhadap tante Marisa yang sangat baik terhadapnya.
Bersambung….