Salah Mengira Pria Itu
Ellena berusaha membuka kelopak matanya, bukan karena dia terintimidasi oleh ancaman pria itu, tapi karena dia sangat ingin melihat wajah dari pria yang telah menyiksa dirinya seperti ini!
Pada saat dia membuka kelopak matanya, akhirnya... dia dapat melihatnya! Itu adalah pria yang sangat tampan sehingga bisa membuat siapa pun menjerit dibuatnya, dan juga sosoknya yang sangat dingin hingga bisa membuat seseorang merinding. Namun, kenapa dia merasa agak familiar dengan wajah itu?
Ellena ingat sekarang, pria itu adalah pria yang sama yang dia lihat di jalan beberapa bulan lalu. Mungkinkah itu dia? Orang yang telah mengatakan banyak hal misterius kepadanya dan memperkenalkan dirinya sebagai Orlando Allegra!
"Apakah itu kamu?" Ellena menatapnya dengan heran.
Wajah Oril tampak berkedut, dan dia dengan dingin menilai wanita itu sambil menyeringai, "Apa? Apa kamu pernahkah melihatku sebelumnya? Kenapa aku tidak memiliki kesan sama sekali terhadap mu?"
"Orlando Allegra! Kenapa kamu melakukan ini pada ku?" Ellena berteriak padanya dengan susah payah.
Oril kembali terkejut, setelah itu dia tertawa kering dan menggelengkan kepalanya.
"Nona Clyton, dengan menyesal saya harus memberi tahu Anda bahwa Anda telah salah mengira saya sebagai orang lain. Saya bukan Orlando Allegra."
Bagaimana bisa? Ellena bingung. Dia ingat jika itu memanglah dia! wajah pria gila ini sangat mirip dengan pria yang ia temui beberapa waktu yang lalu.
Apakah memang dia salah? Bagaimanapun juga, Orlando yang ia temui beberapa waktu yang lalu adalah seorang pria dengan senyum yang menawan, dan dia juga pria yang sangat lembut. Sangat berbeda dengan pria yang berdiri di depannya ini, dia tidak memiliki apa-apa selain kekejaman dan haus darah. Meski wajah mereka mirip, tidak mungkin mereka adalah orang yang sama, kan?
Tapi kenapa mereka terlihat sama? Apa hubungan mereka?
Menggerakkan bibirnya yang kering, Ellna berusaha menanyakan keraguan yang menggerogoti hatinya dengan susah payah, “Siapa kamu?”
Oril membungkuk, memegangi rahangnya, dan menatapnya dengan dingin sambil berkata, "Kamu tidak perlu tahu siapa aku karena kamu tidak berhak untuk tahu!"
“Baiklah, kalau begitu aku harus memberitahu mu, aku Ellena Clyton, dan aku harus memberitahu mu bahwa kamu telah menyiksa orang yang salah.” kata Ellena!
Ellena yakin jika dia tidak pernah menyinggung siapa pun seumur hidupnya, apalagi seseorang yang menakutkan seperti pria di hadapannya ini. Dia telah mengalami siksaan seperti itu, dan dia sangat kesakitan! Itu sangat tidak adil untuknya!
"Aku juga perlu memberitahumu bahwa aku sudah mencari mu, Ellena!" Oril meningkatkan tekanan pada genggamannya sambil menggertakkan gigi.
Meski kesakitan, Ellena berusaha menahan air mata yang hampir meluap dari wajah mungilnya yang berkerut karena kesakitan. Sebaliknya, pria itu tidak menaruh perhatian dan tidak mempunyai belas kasihan atas penderitaannya.
Yang pria itu inginkan adalah menyiksanya secara perlahan, inci demi inci, hingga saat kematiannya tiba!
"Kenapa?" Ellena bertanya dengan bingung. Apa kesalahannya? Paling tidak, dia ingin memahami alasan kematiannya yang akan segera datang.
"Aku sudah mengatakannya sebelumnya jika kamu tidak punya hak untuk menanyakan apa pun padaku!" Tangan Oril, yang memegang rahangnya, bergerak ke bawah, dan itu rasanya seperti besi yang menghanguskan setiap inci kulitnya.
Setiap gerakan tangan pria itu seperti tanda kematian yang memalukan, yang tanpa henti menginjak-injak harga diri Ellena!
Ellena menggigit bibirnya yang kering dan yang juga sudah pecah-pecah, dengan tubuhnya yang sudah mulai menggigil lagi. Dia tersipu karena malu dan marah, dia memaksakan dua kata dengan gigi terkatup, “Dasar bajingan…!”
Telapak tangan Oril yang hangat menegang, dan dia menjambak rambut panjang Ellena, menariknya tegak. Mata birunya menjadi merah. Menggunakan kekuatan untuk membuat perempuan itu menatap langsung ke arahnya, dia berteriak ke arah wajah kecilnya, "Bajingan itu adalah kamu! Itu kamu, Ellena!"
"Ouch..!"
Ellena menjerit saat kepalanya bertabrakan secara brutal dengan meja kayu di samping tempat tidur, dan rasa sakit yang hebat langsung menyebar dari kepalanya, membuatnya berharap dia bisa mati pada saat itu juga!
Namun, sebelum dia pulih dari rasa sakitnya, tubuh telanjangnya kembali ke pelukan pria itu, dan babak penghinaan baru dimulai, bahkan lebih biadab dari sebelumnya!
Saat dia memasuki tubuh perempuan itu seperti gelombang yang mengamuk, dia memilih untuk mengabaikan perlawanan dari Ellena. Rasanya saat ini Ellena ingin pingsan seperti yang dia lakukan dua malam lalu, lebih baik dia tidak mengetahui apa pun, tidak mengingat apa pun, dan bahkan melupakan bagaimana pria ini yang telah menyiksa tubuhnya!
Sayangnya, takdir tidak sesuai dengan keinginannya. Dia tidak dapat melarikan diri kali ini, dan pikirannya menjadi lebih jernih dari sebelumnya. Sepertinya surga sengaja memaksanya untuk mengingatnya, mengingat momen kejam dan memalukan ini!
Rasa sakit fisik tidak ada apa-apanya dibandingkan penderitaan psikologis yang dia alami. Jika dia bisa mati saat ini, dia tidak akan ragu untuk memilih kematian!
Rasanya seperti keabadian telah berlalu, namun beban yang menekannya akhirnya lenyap. Pria itu berbalik memunggunginya dan berjalan ke arah pintu keluar, Ellena melihat tato naga biru tua itu lagi di punggung pria itu dengan mulut menganga yang seperti haus darah, dengan bangga menyatakan kemenangannya!
Naga biru, bersama pria itu, bergerak semakin jauh, lalu keduanya menghilang dari arah pintu, meninggalkan Ellena yang tak bergerak, terbaring sendirian di ranjang seputih salju.
Kulitnya yang seputih susu terkena udara dingin, tapi dia sudah mati rasa, tidak merasa kedinginan. Satu-satunya sensasi di seluruh tubuhnya adalah rasa sakit yang menyiksa dan menusuk!
Dalam hatinya, dia berteriak berkali-kali: Kak Eric... selamatkan aku...!
Di tengah keputusasaannya, dia memikirkan pria yang dilihatnya di jalan beberapa bulan lalu. Mungkinkah pria itu dan pria ini bukanlah orang yang sama?
Setelah bertengkar dengan Ny. Clyton hari itu, Ellena berlari keluar dari rumah Keluarga Clyton, dia berjalan tanpa tujuan di jalanan. Dia merasakan kesejukan di pipinya, tahu itu air mata, tapi dia tidak berusaha menghapusnya.
Berdiri di depan jendela restoran yang indah, dia menatap kosong pada patung Putri Athena yang dipajang di dalamnya. Tiba-tiba, dia iri padanya karena dia tampak lebih bahagia dari dirinya sendiri. Kemudian, samar-samar dia melihat sepasang mata biru, yang diam-diam sedang menatap ke arahnya.
Jantung Ellena berdetak kencang, dan dia dengan cepat berbalik. Apa yang muncul di hadapannya adalah seorang pria yang begitu tampan hingga lebih tampak seperti sebuah karya seni. Tinggi dan berotot, dengan wajah yang dingin dan sangat menawan, serta mata yang sangat biru hingga lebih tampak seperti laut.
Ellena menatapnya dengan heran, dan lelaki itu balas menatap ke arahnya, tatapannya bergerak ke atas dan ke bawah wajahnya, hingga ke lehernya. Ellena secara naluriah menyentuh lehernya, meletakkan tangannya di atas kalung platinum itu. Apa yang pria itu inginkan? Apakah dia sedang mencoba merampoknya?
Pria itu sedikit menarik sudut bibirnya, memperlihatkan senyuman menawannya, menggantikan rasa dingin yang sebelumnya. Tangannya yang panjang meraih kalung yang Ellena kenakan, dan suara yang dalam dan sensual keluar dari bibirnya, "Nona, saya pemilik sebenarnya dari kalung ini."
Apa? Ellena terkejut sejenak. Dia pernah melihat perampokan sebelumnya, tapi pendekatannya berbeda seperti yang di lakukan oleh pria di depannya ini.
"Tuan, apakah Anda baik-baik saja?" Jika dia tidak sakit, maka dia pasti sengaja mencoba memulai percakapan atau merampoknya.
"Nona, Anda salah paham. Saya harap Anda mempertimbangkan untuk menjual kalung itu kepada saya, dan Anda dapat menyebutkan harganya."
Wajah pria itu masih menampilkan senyuman menawan, memancarkan aura kebangsawanan yang bahkan melebihi ketampanan Eric.
Ellena diam-diam berterima kasih atas pengalamannya karena bukan tipe orang yang tidak pernah melihat dunia atau pria tampan. Dia sempat terpikat sesaat tetapi dengan cepat mendapatkan kembali ketenangannya.
Terlepas dari keterpesonaannya, mereka tidak bisa berterus terang atau terlalu polos...!
"Tolong! Perampokan!"
Suara Ellena terdengar seperti bel, menyebabkan orang-orang di sekitar menghentikan langkahnya. Petugas keamanan dari jarak dekat bergegas mendekat ke arahnya.
Pria tampan itu terkejut dan menatap Ellena dengan tatapan kesal, tapi tak lama kemudian, dia tersenyum lembut lagi. Dia mengeluarkan kartu nama dari sakunya dan berkata, "Nona, kalung ini akan menyusahkan Anda. Jika Anda bersedia, saya bisa menanggung sendiri masalah itu untuk Anda."
Setelah mengatakan ini, dia menyerahkan kartu itu kepada Ellena, lalu berbalik dan pergi dengan cepat.
Setelah beberapa langkah, dia berbalik dan berkata, "Ingat, nama saya Orlando Allegra." Setelah itu, pria itu terus berjalan, dan langsung menghilang ke dalam kerumunan.
"Menurut ku, kamulah masalahnya!" Ellena meludahi sosok pria tampan tadi. Dia melihat sekilas ke kartu itu, yang hanya bertuliskan 'Orlando Allegra' dan nomor telepon di atasnya, dan tidak ada yang lain.
Ellena dengan santai melemparkan kartu itu ke tempat sampah terdekat, dan dengan cepat melupakan kejadian tersebut.
Tbc.