Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kehilangan Perawannya

Ellena ditekan di kursinya oleh seseorang, dia berteriak dengan marah, "Siapa kamu? Kenapa kamu menculik ku?! Hei!"

Para pria itu tidak perduli sama sekali dengan teriakannya dan mengabaikannya sepenuhnya. Misi mereka hanyalah untuk menangkapnya, jadi mereka tidak berniat untuk terlibat dalam percakapan dengan Ellena.

Setelah berteriak beberapa saat dan menyadari jika mereka tidak akan memperhatikannya, Ellena mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Di luar jendela mobil, dia melihat pemandangan yang terasa asing baginya, dan sepertinya itu sangat jauh dari tempatnya tinggal. Ketakutan mulai muncul di dalam dirinya. Apalagi mereka yang menculiknya tidak mengucapkan sepatah kata pun, dan Ellena bertanya-tanya ke mana mereka akan membawanya pergi.

Mobil berbelok ke jalan pegunungan yang berkelok-kelok, dengan hamparan lautan luas di sebelah kanannya. Meski pemandangannya sangat indah, namun Ellena tidak tertarik untuk mengaguminya. Pikirannya hanya dipenuhi oleh kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi padanya setelah ini.

Setelah hampir satu jam berkendara, mobil akhirnya melambat dan memasuki sebuah gerbang mansion. Saat ini, langit sudah mulai gelap. Ellena memandangi mansion yang agak retro itu dan mau tidak mau dia bertanya lagi pada para penculiknya, “Mengapa kalian membawaku ke sini?”

Para pria itu masih tidak mau menjawabnya. Salah satu dari mereka membuka pintu mobil, menariknya keluar dengan paksa, dan mengantarnya masuk ke dalam mansion.

Ellena tersandung beberapa kali karena dorongan kuat yang mereka lakukan terhadap nya dan dia memelototi mereka dengan kesal sambil berkata, "Jangan sentuh aku, aku bisa berjalan sendiri!"

Terlepas dari apa yang diinginkan para pencuri ini, dia tidak bisa membiarkan dirinya dikalahkan oleh mereka!

Setelah melewati ruang tamu yang luas, Ellena dituntun untuk naik ke atas, melewati beberapa belokan. Akhirnya mereka berhenti di depan sebuah pintu kayu.

Salah satu penculiknya itu dengan ringan mengetuk pintu dan mendorongnya hingga pintu terbuka sedikit. Dia dengan hormat menyapa seseorang di dalam sambil berujar, "Tuan, Nona Clyton telah berada di sini."

Ellena tiba-tiba menarik napas tajam, bukan karena laki-laki besar yang ada di sekitarnya, atau karena dia takut. Bukan, tapi itu karena udara yang ada di ruangan itu terasa sedingin es yang merembes melalui celah pintu yang membuatnya merasa seperti sedang berdiri di depan gudang es. Mengapa mereka membawanya ke gudang es? Apakah mereka berencana untuk membekukannya sampai mati?!

Dan apakah 'tuan' yang mereka maksud yang berada di dalam sana masih hidup atau sudah mati? Saat dia sedang larut dalam pemikirannya, sebuah suara malas terdengar dari dalam ruangan, "Biarkan dia masuk."

Pria itu membuka pintu, mendorong Ellena ke dalam ruangan itu dan kembali menutup pintu itu lagi. Ellena sedikit tersandung dan hampir jatuh ke karpet, tapi dia dengan cepat bisa mengendalikan dirinya.

Ellena mengamati sekelilingnya, dia menyadari bahwa pencahayaan di ruangan itu diredupkan oleh tirai tebal. Saat itu redup, dan dia akhirnya menyadari bahwa ini bukanlah gudang es yang dia bayangkan, tapi itu adalah kamar tidur yang sangat besar dan mewah.

Yang membuatnya bingung sekarang adalah apakah ada AC di dunia ini yang dapat menghasilkan suhu serendah itu. Mungkinkah itu adalah sebuah produk baru yang belum pernah dia dengar dan dia lihat? Dia tanpa sadar menyentuh lengannya, matanya melebar saat dia mengamati sekelilingnya.

"Berdiri diam di sana, biarkan aku melihat mu baik-baik," sebuah suara dingin dan acuh tak acuh terdengar dari sampingnya.

Ellena terdiam sesaat, lalu mengarahkan pandangannya mengikuti suara itu, akhirnya dia dapat melihat sosok tinggi ramping dalam keremangan. Itu adalah seorang laki-laki, dan ada sesuatu yang samar-samar terada familiar pada dirinya. Meskipun dia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, namun dia masih bisa merasakan aura aristokrat yang terpancar darinya. Dia adalah pria yang sangat tinggi, tegap, dan juga tampan yang memancarkan aura dingin, seperti kamar tidur besar yang bergaya gudang es ini!

Saat ini, pria itu mengenakan jubah seputih salju, berdiri di depan tirai, memegang teleskop kecil di tangannya, jelas hanya mengamati pemandangan di luar jendela. Saat dia mengangkat teleskop, menempatkannya jauh di depan matanya, dia mengamati seluruh tubuh Ellena melalui lensa.

Intuisi Ellena memberitahunya bahwa pria ini bukanlah pria biasa. Auranya yang sedingin es saja sudah cukup membuat jantungnya berdebar dengan kencang. Dia tidak bisa memaksakan dirinya untuk menatap sosok dingin di depannya ini lebih lama lagi.

Namun, saat pria itu menggunakan teleskop untuk memeriksanya, Ellena tidak tahan lagi. Karena frustrasi dan marah, dia berseru, "Hei! Apa kamu gila? Kenapa kamu menatapku seperti itu!"

Dengan keras, suara teleskop yang menabrak meja bergema. Pria mempesona itu akhirnya mengambil tindakan. Dia mengangkat kakinya yang panjang dan mengambil dua langkah untuk berdiri di hadapan Ellena. Dia mencengkeram bahu perempuan itu dengan satu tangan dan mencubit dagunya dengan tangan lainnya. Terlepas dari tangan mana itu, kekuatannya begitu kuat hingga membuat Ellena ingin menangis!

"Hei, lepaskan aku!" Ellena mengertakkan gigi menahan rasa sakit dan secara naluriah mulai meronta.

Pria itu tidak mempedulikan teriakannya dan tidak memberikan Ellena kesempatan untuk melepaskan diri. Dia menundukkan kepalanya dan dengan hati-hati memeriksa wajah cantik gadis itu secara seksama. Kemudian dia mencondongkan tubuh, dan dengan paksa memberikan ciuman kasar di bibir Ellena.

Ellena tertegun dan seketika ketakutan muncul dalam hatinya. Pria tercela ini sedang menciumnya?! Apakah dia sudah gila? Menciumnya di pertemuan pertama mereka?! Dan kenapa juga dia tidak bisa berciuman dengan benar? Gelombang rasa sakit terpancar dari bibirnya. Segera setelah itu, rasa logam yang kuat dari darah menyebar di antara bibir dan gigi mereka.

Ellena kaget, panik, dan kesakitan. Yang bisa dia lakukan hanyalah berjuang, berjuang sekuat tenaga. Saat melakukan itu, dia mengangkat kakinya dan menginjak kaki pria itu dengan kejam. Bibir pria itu berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan lebih kuat.

Tangan pria itu berpindah dari bahu ke leher Ellena, mengerahkan sedikit tenaga, dan Ellena mendapati dirinya yang terengah-engah. Kulitnya semakin pucat, rasa logam di mulutnya menjadi lebih kuat, dan kesadarannya menjadi semakin kabur. Namun, dia masih tidak mengerti apa yang sedang terjadi!

Ellena tidak tahu siapa pria ini atau mengapa dia memperlakukannya seperti ini. Hal terakhir yang dia ingat adalah pria itu yang merobek jubahnya, memperlihatkan punggung berototnya, dan seketika sebuah tatto seekor naga biru tua yang terlihat sangat hidup tiba-tiba muncul di depan matanya, menjulang di atasnya seolah ingin melahapnya dalam satu tegukan!

Tbc.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel