Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 6 Rencana Jahat

Kajadian itu membuat Lu Fei sadar kalau dia benar-benar diincar. Dia harus berlatih lebih keras lagi agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Tidak ada yang ingin mati. Apalagi ini adalah kesempatan kedua untuk Lu Fei. Dia merasa kalau dia tidak boleh bermalas-malasan. Suatu hari nanti, dia akan melawan musuh yang lebih kuat. Tentu saja dia harus menjadi sangat kuat.

"Kejadian di kehidupan sebelumnya tidak boleh terulang," ucap Lu Fei.

"Apanya yang tidak boleh terulang?" tanya Shuang Ji.

Dia masuk ke dalam. Lu Fei awalnya agak panik, tetapi dia bisa menenangkan dirinya dan terlihat biasa saja. Dia membuat alasan yang masuk akal dan akhirnya Shuang Ji pun menerima penjelasan itu. Memutar balik keadaan adalah keahlian Shuang Ji. Dia bangun dan memegang kedua tangan Shuang Ji. Wajah Shuang Ji langsung memerah.

"Aaa ... apa yang kau lakukan?" tanya Shuang Ji.

"Terima kasih karena telah membantuku. Tanpa dirimu, aku tidak akan bisa seperti sekarang. Tanpa kau, mungkin aku sudah bunuh diri sejak lama. Aku sangat bersyukur kau selalu bersama denganku," ucap Lu Fei.

"A-apa yang kau katakan? Teman memang harus saling membantu, bukan? Ah, iya. Teman harus saling membantu. Itu karena kita teman."

Shuang Ji gugup. Bahkan dia memalingkan pandangannya saat berbicara. Lu Fei memegang pipi Shuang Ji. Dia membuat agar mata mereka bertemu. Wajah Shuang Ji makin memerah dan panas. Matanya tidak bisa diam.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Shuang Ji.

Keduanya saling menatap satu sama lain. Perlahan wajah mereka saling mendekat. Suasana menjadi lebih romantis. Keduanya memejamkan mata. Perlahan semakin dekat. Keduanya sudah sangat dekat. Kemudian mereka berciuman, harusnya. Hanya saja sebuah kertas menghalangi bibir keduanya.

"Apa yang kalian lakukan?" tegur seseorang.

Lu Fei dan Shuang Ji panik. Saat mereka melihat ke arah asal suara, mereka kaget ternyata itu adalah Shuang Lu (Ayah Shuang Ji). Shuang Ji malu, dan langsung berlari dari sana. Dia meninggalkan Lu Fei di sana. Sekarang di sana hanya ada Lu Fei dan Shuang Lu. Keduanya terlihat agak canggung, terutama Lu Fei.

"Maafkan aku!" pinta Lu Fei.

"Aku sama sekali tidak marah, tetapi ini terlalu awal untuk kalian. Umur kalian masih sangat muda. Lebih baik kalian fokus memperkuat diri kalian lebih dulu. Kalau kalian sudah menjadi sangat kuat. Terserah kalian. Aku tidak akan menghentikan kisah asmara putriku," ucap Shuang Lu.

"Aku berjanji akan menjaganya. Aku janji," ucap Lu Fei dengan tegas.

"Aku suka tekadmu, tetapi waktu dan masa depan tidak bisa ditebak. Aku harap kau tetap memegang perkataanmu. Kalau aku sudah mati lebih dulu dan kau melukai putirku, maka aku akan mengutukmu dan menghantuimu dari mimpi," ancam Shuang Lu.

"Harga diri laki-laki adalah janjinya. Kalau lelaki tidak bisa menepati janjinya, dia bukan seorang pria lagi. Manusia tanpa harga diri sama saja seperti mayat hidup," ucap Lu Fei.

Shung Lu tersenyum. Dia merasa lega karena bisa mempercayakan anak gadisnya kepada seseorang kalau dia sudah tidak ada. Shuang Lu pun pergi dari sana. Lu Fei ikut keluar dan dia pun izin pamit dari sana. Dia ingin pulang dan kembali berlatih. Seperti kata Shuang Lu tadi, 'waktu dan masa depan tidak bisa ditebak.' Tidak ada yang benar-benar aman kecuali kau sangat kuat. Semuanya akan menjadi lebih mudah saat kau menjadi yang terkuat, mungkin.

Shuang Lu menatap Lu Fei sampai dia menghilang ditelan jarak. Dia tersenyum tipis. Dia membaik badannya dan masuk ke dalam rumah lagi.

"Aku harap dia memegang omongannya," ucap Shuang Lu.

***

Lu Fei duduk di dalam rumahnya. Dia berkultivasi lebih dulu. Setelah itu, Lu Fei mengambil pedang dan kapak miliknya. Dia baru membeli kapak itu saat diperjalanan. Lu Fei merasa ini bukan sesuatu yang bisa dia diamkan. Dia harus membalas atas apa yang telah mereka lakukan kepada dirinya. Dia hampir terbunuh oleh 5 pembunuh Bayaran itu. Sebagai seseorang yang punya harga diri tinggi dan pernah menjadi salah satu cultivator terkuat, tentu saja Lu Fei tidak terima dia diperlakukan begitu.

"Apa yang kau lakukan?" tegur Shuang Ji.

Lu Fei melirik. "Ah, kau. Aku kira siapa," ucap Lu Fei.

Setelah itu, dia lanjut pergi melakukan apa yang sedang dia lakukan. Shuang Ji melompat turun dan berjalan ke arah Lu Fei. Dia tidak sengaja bertemu dengan Lu Fei saat dia sedang berjalan ke tempat biasa dia menyendiri. Shuang Ji sering bolos latihan dan menyendiri di tempat kesukaannya. Saat dia ingin pergi ke sana, dia melihat ada seseorang yang tidak asing. Saat didekati, ternyata itu adalah Lu Fei.

"Kenapa kau mengumpulkan kayu-kayu ini?" tanya Shuang Ji.

"Kau ingin membantu?" Lu Fei malah bertanya balik.

"Jelaskan dulu! Kalau tidak jelas, aku tidak ingin melakukannya."

"Kalau begitu, kau boleh pergi," ucap Lu Fei.

Shuang Ji mengerutkan keningnya. Tentu saja sebagai teman, dia kesal diusir begitu. Lu Fei tetap saja melakukan kegiatannya tanpa terlihat merasa bersalah. Itu membuat Shuang Ji semakin kesal. Dia menghentakan kakinya ke tanah. Lu Fei masih tidak perduli. Shuang Ji melakukan itu lagi. Lu Fei masih acuh.

"Kalau begitu, aku akan pergi," ucap Shuang Ji.

"Berhati-hatilah!" ucap Lu Fei.

Bukan ini yang Shuang Ji harapkan. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada-nya. Dia diam saja di sana. Menunggu Lu Fei sadar kalau dirinya merajuk. Sayangnya itu tidak berhasil. Lu Fei tetap tidak sadar.

"Aku benar-benar akan pergi," ulang Shuang Ji.

"Berhati-hatilah!" jawab Lu Fei lagi. Jawaban yang sama.

Shuang Ji semakin kesal. Dia pun menghentakan kakinya dengan lebih kuat. Tidak ada respons. Dia pun membaik badan dan berjalan pergi dari sana. Saat sudah lima langkah, dia berhenti dan menoleh ke belakang. Lu Fei masih sibuk memotong batang pohon. Shuang Ji menggeleng. Dia sangat kesal dan akhirnya dia pergi dari sana.

"Sangat tidak peka," keluh Shuang Ji.

Saat Shuang Ji sudah pergi dari sana. Lu Fei menoleh dan tersenyum kecil.

"Kau tidak perlu terlibat dengan ini. Kalau ternyata sampai ketahuan, biarkan aku sendiri yang menerima hukumannya."

"Bos, apa ini cukup?"

Seorang pemuda menarik beberapa batang pohon besar. Lu Fei menoleh dan melihat hasil pemuda itu. Dia mengangguk dan tersenyum setelahnya. Pemuda itu memang agak menyebalkan dan kurang bisa diandalkan pada beberapa hal. Cuma dia akan membantu apapun yang Lu Fei minta asal dibayar.

"Gunakan ini! Potong menjadi beberapa bagian kecil!" pinta Lu Fei.

"Ah, baiklah."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel