Bab 14 : Love Yourself
-Vint House-
Keevah saat ini berada di Vint House setelah Weyna mengantar nya kembali sebelum gadis itu pergi lagi.
"Nyonya, tak perlu dibantu biar aku saja." kata Lany saat Keevah ingin membantu nya yang tengab membuat Cookies.
"Tak ada, dari pada bosan."
"Tapi Nyonya,"
"Sst… Lany." membuat wanita di samping nya tersenyum mengangguk. "Nah, gitu dong. Sudah berapa lama nyonya Vint pergi?" tanya Keevah yang memang Liliana tak berada di sana.
"Lima menit sebelum Nyonya datang. Kata nya mau belanja bulanan dan juga mampir ke suatu tempat." jawab Lany.
Keevah mengangguk, "Ah, seperti itu. Lalu ini untuk siapa?" kembali bertanya pada Lany.
"Yang suka dengan cookies coklat hanya Nona Weyna, Nyonya."
"Benarkah?"
"Iya Nyonya."
"Kau seperti nya sangat mengenal anak itu, sejak lama." ucap Keevah tersenyum tipis.
"Benarkah, berarti kau sangat dia seperti apa."
"Sangat tau. Bahkan mungkin saat ini, dia berada dalam pilihan yang akan menentukan hidup nya."
"Ada apa? Tapi selain cookies, apalagi yang dia tak suka?"
Lany terkekeh, "Anda sangat aneh Nyonya. Seharus nya bertanya tentang calon istri Tuan Muda Kim. Tapi mengapa malah bertanya tentang adik iparnya," kata nya di balas kekehan oleh Keevah.
"Entahlah, aku pun merasa aneh." jawaban yang membuat keduanya tertawa.
"Tapi kalau untuk nona Weyna, dia hanya tak bisa makan kacang-kacangan. Dia sangat-sangat pantang untuk makan kacang. Nona bahkan bahkan pingsan dalam hitungan detik saja."
"Separah itu. Baiklah, akan kucatat." kata Keevah dan Setelah itu mereka kembali melanjutkan pembuatan cookies untuk Weyna.
°
°
°
- Camber Sands, East Sussex -
Nirva merasa bersalah pada Weyna setelah menerima panggilan dari Indigo begitu saja.
"Baiklah maafkan aku." ucap nya mengikuti langkah Weyna. Ia berhenti melihat gadis itu berbalik menatapnya dengan tatapan kecewa. "Sorry." ucap nya lagi.
Weyna menghela nafas mendongak menatap langit, kemudian beralih menatap kearah Nirva. "Kau tau kan, aku sedang tak ingin… aku yakin kau tak lupa bagaimana aku dan kau berakhir di kamar--"
"Oke, sorry. Tapi kenapa tetap bertahan jika sakit,"
Mendengar itu, Weyna kembali berbalik meninggalkan Nirva. Namun pria itu lebih dulu menahan nya, "Hei aku tak bermaksud ikut campur, dengarkan--"
"Tak ada yang perlu di dengarkan Tuan Kim." sela Weyna ingin melepaskan tangan Nirva di lengan nya.
"Hei, lihat sebentar saja." pinta Nirva membuat Weyna menaikkan pandangan menatapnya.
Deg!
Gadis itu tertegun menatap dalam mata coklat pria asia di hadapan nya itu. Ada kedamaian di dalam sana, bahkan kelembutan dari tatapannya membuat dirinya merasa…
"Saatnya kau melepaskan bebanmu. Dengan melepaskan nya, disini,"Menunjuk dadanya, "Dia pun akan bebas dari sesak yang ditampung selama ini. Jangan menahan sesuatu yang akan membuatmu sakit sendiri. Sedangkan dia, dia bebas melakukan apapun tanpa beban bahkan memikirkanmu saja tidak. Love Yourself."
Weyna tak menampik semua ucapan Nirva padanya. Tapi…
"Kau tau," Nirva diam menatapnya."Kau membuatku mengharapkan sesuatu yang tak pasti." Weyna perlahan melepaskan pegangan tangan Nirva pada lengan nya. Kini giliran dia yang tak berkutik mendengar ucapan gadis itu.
"Tunggu disini, sebentar." Weyna berjalan meninggalkan Nirva yang mungkin, 'bukan hanya kau, tapi aku juga merasa seperti itu.' membatin karena ia pun tak bisa menampik perasaan itu.
Weyna yang sedikit menjauh dari Nirva berhenti lalu berbalik menatap lelaki itu. Ia mencari ponsel nya dan menghubungi seseorang.
Begitu panggilan terhubung tanpa basa-basi ia mengatakan sesuatu namun terdengar seperti perintah. "Lakukan sekarang!" tanpa mendengar jawaban dari seberang, ia memutuskan panggilan nya.
Weyna yang sedari tadi hanya disugukan punggung, kini saling menatap saat Nirva berbalik. Mungkin ingin mengetahui apa yang ia lakukan.
'kau bilang lepas bukan, baiklah aku akan melakukan nya. Tapi dengan permainan yang menyenangkan tentunya.' batin nya tersenyum tipis melihat Nirva berjalan ke arah nya dengan langkah lambat. Dan juga… "Kau." Ucap Weyna begitu Nirva berada di hadapan nya.
"Aku? Ada apa denganku?" tanya Nirva menunjuk dirinya sendiri.
'Aku ingin bermain denganmu melihat seperti apa tindakan dari mereka semua.'
"Kau tak sedang merencanakan sesuatu kan?" tanya Nirva melihat Weyna tersenyum tipis.
"Hehe."
"Ah, berarti ada."
"Ingin bermain denganku?"
"Apa?"
Pertanyaan macam apa itu. Come on, jangan membuat otak seorang Nirva berpikir terlalu jauh.
"Love Yourself, aku mencintai diriku sendiri. Bagaimana denganmu?"
"Aku juga--"
"Kalau begitu ayo bermain!"
"Apa? Ck. Weyn, tolong perjelas ucapanmu--"
"Seperti ini."
Weyna melangkah mendekati Nirva membuat pria itu melotot. Semakin Weyna mendekat, entah sadar atau tidak Nirva perlahan mundur membuat Weyna semakin mendekatinya.
"We-weyna...wait, ja-jangan lakukan di sini. hello Weyna dengarkan aku."
Weyna mengangguk polos, "Ehem, aku dengar kok." Nirva semakin melotot melihat Weyna membuka ikatan rambut nya.
"We-weyna… "
"Why? Are you afraid of your future wife?"
Nirva berhenti melangkah mundur karena lagi-lagi ia kesal saat Weyna membahas orang lain. What orang lain! Hei wake up Nirva, yang dia bahas calon istrimu sendiri bukan orang lain karena nyata nya… kedua nya sekarang sadar, jika mereka kembali melakukan kesalahan yang mungkin menjadi puncak dari segala masalah.
Nirva meraih tengkuk Weyna yang tersenyum dengan apa yang ia lakukan itu. Dan…
Byurrr!!
Weyna tertawa dengan keras melihat Nirva yang kini basah kuyup. "Hahaha… itu untuk otak kotormu, Tuan Kim. Hahaha."
"WEYNA!!"
Weyna berlari menjauh melihat Nirva mulai keluar dari air karena dorongan dari nya.
"Berhenti disana Nona Weyn, yakh… Weyna kau benar-benar nakal, dasar gadis bar-bar."
Kedua nya saling mengejar layak nya sepasang kekasih yang sedang memadu kasih.
Weyna melotot begitu tubuh nya di peluk oleh Nirva. Seakan tau apa yang pria itu ingin lakukan, "No, jangan lakukan itu Kim. Tubuhku akan--"
"Kau juga harus merasakan nya, sayang." ucap Nirva tersenyum miring yang terus menarik Weyna mendekati pinggiran pantai.
"Kim please, oke aku minta maaf. Tapi jangan… "
Byuuur!
Tawa Nirva menggelegar melihat Weyna keluar dari air, dan menatapnya datar.
"Kim," panggil Weyna
"Ehem," jawab Nirva mengangguk siap mendengar semua sumpah serapah nya.
"YAHHH, BRENGSEK!" banyak nya kata-kata serapah yang ia lontarkan tak sedikit orang-orang tertawa bahkan melotot mendengar nya.
Sedangkan Nirva hanya terkekeh, kemudian meraih tangan Weyna setelah gadis itu mengeluarkan sumpah serapah nya. Namun malah dia yang tertarik membuat kedua nya saling bertubrukan dan kembali basah.
Bukan nya keluar mereka malah saling siram dan tertawa tanpa berpikir apa yang akan terjadi nanti.
°
°
°
-Terowongan bawah tanah-
Terlihat jelas seorang gadis duduk terikat tak sadarkan diri karena pengaruh dari obat bius yang mereka gunakan untuk melumpuhkan nya. Tak ada apa-apa di sana selain bohlam lampu yang sedikit redup sebagai penerang, Suara rintikan air membuat terowongan itu semakin mencekam. Gadis yang terikat itu pun menggeliat saat pengaruh obat bius yang ia hirup mulai hilang.
"Eghh… " ia tak bisa berteriak dengan ada nya penutup mulut. Bahkan mata nya pun tertutup kain putih.
duk...duk...duk…
Krek...krek...krek…
Hentakan kaki, bunyi gesekan kursi tak membuat siapa pun mendengar nya.
Isakan nya mulai terdengar ketika suara langkah perlahan mendekat.
Langkah demi langkah membuat gadis itu merinding. Dan ketika langkah itu berhenti tempat di hadapan nya, Ia merasa se akan malaikat maut akan menjemput nyawa nya. Namun ia memberanikan diri untuk bersuara walau hanya erangan saja.
duk...duk...duk…
Krek...krek...krek…
Hentakan kaki, gesekan kursi kembali dilakukan sebagai perlawanan atas apa dia dapat.
Sebuah tangan mulai terulur melepaskan penutup mulut dan juga mata nya. Dengan cekatan ia berteriak walau mata nya belum sepenuhnya terbuka. "APA MAUMU SIALAN!" dan ketika membuka mata sepenuh nya, ia sedikit terdiam menatap seorang gadis tengah menunduk tersenyum sinis sebelum kembali berteriak.
"APA MASALAHMU, AKU BAHKAN TAK MENGENALMU, BAJINGAN." dia terisak sesenggukkan, apa salah nya sampai gadis itu menyekapnya seperti sekarang. "Kau siapa hiks… apa maumu? Kenapa melakukan ini padaku hiks… aku bahkan tidak tahu siapa dirimu hiks… " lirih nya merasa akan terjadi sesuatu nanti nya.
Gadis yang di hadapan nya menaikkan pandangan menatapnya tajam dan juga dingin.
"Sidney Mackenzie seorang lacur yang berani bermain dengan Queen kami. Ah, kau bertanya aku siapa?" ia menunduk berbisik, "Aku Emily Priscilla Robert dan mungkin akan menjadi, malaikat pencabut nyawamu jalang sampah."
Suara berat terkesan dingin menakutkan membuat gadis yang bernama Sidney merinding. Bagaimana bisa diri nya berada disini, sedangkan tadi ia dalam perjalanan kembali dari kantor dan tiba-tiba ada yang membekapnya. Siapa tadi Queen? Ayolah dia tak mengenal siapa Queen. Sialan. Maki nya dalam hati.
"A-apa maksudmu? aku tak mengenal siapa yang kau maksud hiks…" ia ingin mengeluarkan makian nya namun dirinya masih ingin hidup.
"Ah begitu," Emily memberi kode pada penjaga untuk membawa kan kursi dengan cepat dilakukan si penjaga.
Emily duduk berhadapan dengan Sidney menyilangkan kaki, "Kau mungkin tak tau Queen itu siapa, tapi aku sangat tau seorang lacur seperti mu. Ah satu lagi," Emily terkekeh melihat Sidney terisak ketakutan. "Ssstt… jangan menangis, kau tak cocok seperti ini." Ucap nya menepuk pipi Sidney. "Dimana gadis liar yang ku tau, saat kau memuaskan pria, hem? Itu terlihat cocok untukmu. Ada apa? Kau terlihat terkejut begitu, apa yang ku katakan salah, tidak kan." tanya nya melihat Sidney tampak terkejut mendengar ucapan nya. "Kau tau, aku sangat membenci seorang lacur sepertimu." perkataan bertubi-tubi dari Emily membuat Sidney kehilangan kesabaran.
"Dan asal kau tau, aku mendesah karena kekasihku sendiri. JADI APA MASALAHMU JALANG!"
PLAK!
Tamparan keras Emily layang kan pada Sidney membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Ini yang paling kubenci, bersikap tak tahu diri dan menyebalkan. Auc… aku sangat membenci nya." ucap Emily malah membuat Sidney tersenyum remeh menatapnya, yang kini terlihat tengah mengibaskan tangan nya dengan santai.
"Ah, hahaha sekarang aku tau. Kau dan kalian semua suruhan gadis sok suci itu kan," ucap Sidney tertawa merasa tebakan nya benar, melihat kekehan dari Emily. "Jadi dia pun bisa melakukan hal kotor ini juga, karena pria nya bisa ku buat puas. Hahaha" tawa nya semakin menggelegar di terowongan saat ini.
"Lihat, ini lah diri mu Sidney Mackenzie." sindir Emily terkekeh.
"Ya kau benar, ini lah aku. Dan aku tidak akan kalah oleh nya. Jadi beritahu dia… ah, lebih baik kau suruh dia keluar dari persembunyian nya sekarang. HEI, WEYNA KELUAR LAH SIALAN! KAU DENGAR IT...uuugghh...!"
Teriakan Sidney terhenti bahkan dia memberontak saat Emily mencengkram mulut nya dengan kuat.
"Dia bukan tandingan mu, aku pun begitu. Kau bisa saja keluar dari sini tanpa nyawa, tapi dia masih memberimu waktu untuk mengaku, kau dan lelaki brengsek itu tidak akan tau siapa yang kalian sakiti. Hari ini kau bisa lepas tapi ingat, kalian berdua sedang di awasi. Apa kau masih tak mengerti, baiklah akan ku perjelas lagi." Emily melepaskan cengkraman nya membuat Sidney meregakan otok-otok mulut nya yang terasa kaku lalu kembali menatap Emily.
"Weyna Magnolia Queen, apa kau mengenal marga nya?"
Sidney melotot terkejut nama siapa yang ia dengar, "Ti-tidak mungkin." Siapa yang tak mengenal marga dari…
"Hahahaha lihat, kau hanya mendengar marga nya tapi sudah ketakutan seperti itu. Why, Kau takut? Benar, dia cucu satu-satu dari seorang Mafia yang terkenal di negara ini."
Sidney menggeleng masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tidak mungkin orang yang ia khianati keturunan dari Queen, Mafia yang terkenal di seluruh London bahkan negara lain mungkin tau siapa mereka.
Dengan wajah pucat pasi, dia menatap Emily, "A-aku mengaku salah ku mohon hiks...lepaskan aku...!" lirih nya memohon ampunan.
Emily berdiri menghela nafas, "Baiklah. Dia memberimu waktu sebelum semua selesai, buat bajingan itu mengaku pada Queen atau kalian akan berada di dalam pembuangan sampah. Mengerti." tekan nya yang mampu membuat Sidney mengangguk dengan cepat. "Kau harus ingat ini, kemana pun kau pergi Queen akan tahu itu. Jadi lakukan seperti biasa yang kalian lakukan di belakang Queen, dengan syarat buat dia mengaku kalau perlu bawa bajingan itu berlutut di hadapan Queen. Kalau kau masih mencintai dirimu sendiri, lakukan itu." tambah Emily mengingatkan gadis itu.
"ba-baik, ak...aku berjanji hiks…"
"Bawa dia keluar dari sini." Emily meninggalkan terowongan dengan senyum sinis nya.