Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

8. Si Mayat Hidup Pergaulan Atas

Chapter 8

Si Mayat Hidup Pergaulan Atas.

.

.

Rosie mencoba untuk duduk dengan tenang dan santai. Ia tidak tahu harus berbuat bagaimana. Di depannya saat ini ada orang-orang teratas kekaisaran. Salah-salah ia akan mati sungguhan. Sekarang yang bissa dilakukannya adalah bersikap seperti Rosenante yang tertulis dibuku.

Duduk diam, nikmati teh dengan tenang, dan jangan bicara. Abaikan saja dua pria itu yang mungkin saja keduanya sama-sama gila.

“Kita pernah bertemu sekali,” kata putra mahkota yang tersenyum lebar setelah menurunkan cangkir tehnya.

Ha? Kapan? Gaahh! Mana Rosie tahu kalau putra mahkota pernah bertemu dengan Rosenante. Rosie hanya mencoba hidup dengan normal, tanpa mengikuti buku gila yang membuatnya ada di sini. Rosie juga tidak mencoba hidup untuk mengubah isi buku.

Yang Rosie lakukan sekarang hanyalah bertahan tanpa harus mati. Itu saja. Sampai suatu hari ia tidur dan tiba-tiba kembali ke dunia asalnya.

Jadi, tolong. Kepada Anda berdua yang terhormat, jangan ganggu aku!

“Apa kau sedang kesal, Nona Lowen?” tanya Cyan. Sepertinya pria itu menyadari Rosie yang memegang gagang cangkir dengan erat. Yah, padahal ia sudah berusaha menjaga ekspresi dan ketenangannya seperti Rosenante asli.

Rosie memberikan senyum kecil. Ia harap senyumnya sama seperti Rosenante. “Tidak, Yang Mulia.”

“Ternyata benar,” putra mahkota berkomentar. “Suaramu memang sebagus yang kuingat terakhir kali.”

Ah, sialan! Maniak seperti apa kau ini, rutuk Rosie dalam hati. Orang gila mana yang bisa mengingat suara orang lain sejelas itu? Benar-benar, deh.

“Apa Ian memperlakukanmu dengan baik?”

Rosie melihat pada Cyan yang tak mengeluarkan ekpresi apa pun. Memang pria berdarah dingin. Dengan ekspresi seperti itu, Rosie percaya dia memang pemberontak gila. Orang yang akan membunuh paman dan sepupunya demi jadi kaisar untuk menyelamatkan wanita.

Terkadang cinta itu memang mengejutkan. Saking mengejutkannya bisa buat orang jantungan.

Memperlakukan Rosenante dengan baik?

Yah, kalau Rosie pikir-pikir, Cyan memang memperlakukannya dengan baik. Sebagai satu-satunya grand duke di kekaisaran dan dikenal sebagai pria tajir melintir selain keluarga kekaisaran, Cyan tidak ragu membuang uangnya untuk Rosie.

Pria itu memberikan gaun-gaun baru yang mahal. Membeli perhiasan-perhiasan mewah. Hanya saja hal itu tidak berlaku karena Rosie hanya berada di dalam rumah.

“Yang Mulia Grand Duke memperlakukan saya dengan baik,” jawab Rosie seadanya. Yah, karena memang itulah kenyataannya. Ia tidak bisa berbohong di depan orang bersangkutan.

“Baguslah. Rencananya aku mau membawamu ke istana saja jika dia tidak memperlakukanmu dengan baik.”

Ha ha ha ha.

Itu terdengar lucu sekali. Kau pikir aku ini barang yang bisa kau bawa ke sana ke mari hanya karena tempat pajangannya tidak cocok?

Rosie benar-benar tidak bisa mengendalikan hatinya yang ingin bertindak kurang ajar.

Putra mahkota tertawa pelan, menopang dagunya di meja dengan tangan. Kemudian menatap Rosie lekat-lekat. “Memang cantik, ya. Bunga Pergaulan Atas.”

“Salah, Yang Mulia,” Rosie mencoba untuk mengoreksi. Ia muak mendengar pujian semacam itu. Sejak dalam buku bacaan itu, orang-orang nyaris memujinya sangat sempurna. Namun, kenyataannya Rosenante mati begitu saja tanpa punya banyak dialog atau adegan selain duduk minum teh.

“Salah?”

“Si Mayat Hidup Pergaluan Atas.”

“Omong kosong.” Putra mahkota mengibaskan tangannya. “Julukan itu ada karena memang kau jarang memberikan ekspresi pada orang-orang yang ingin mendekatimu. Kau hanya duduk seperti patung.”

Ya, karena memang begitulah peran Rosenante.

“Kau hanya duduk diam seperti patung yang cantik. Kau tidak bicara sementara orang di sekelilingmu bergosip. Kau juga tidak membungkuk untuk menolak ajakan dansa. Kau yang seperti itu terlihat anggun di mata orang-orang.”

Begitu? Separah itu? Lagi pula, dijelaskan bagaimanapun Rosie tidak mengerti standar orang-orang yang menyebut Rosenante itu anggun. Setahunya Rosenante hanya wanita kesepian yang kelewat sombong.

“Nona Lowen,” panggil Cyan. “Aku tidak pernah melarangmu untuk keluar menghadiri perkumpulan. Kenapa kau tidak datang?”

Benar. Meski kedengarannya grand duke mengurung Rosie, tetapi tidak ada pemberitahuan bahwa pria itu melarangnya untuk datang ke pergaulan atas jika mendapat undangan.

Rosie benar-benar penasaran tentang gosip atau pandangan orang-orang pada Rosenante. Mana mungkin orang seperti Rosenante tidak punya rumor buruk. Itu terlalu seperti omong kosong.

“Itu artinya Anda tidak melarang saya keluar?”

Cyan mengangguk. “Selama kau kembali.”

“Bagaimana kalau saya kabur?”

“Aku tinggal menyuruh orang untuk mencarimu.”

Putra mahkota tertawa. “Aku baru tahu kalau kau termasuk orang yang sangat menyenangkan di ajak bicara ya, Nona Lowen.”

Rosie, ya. Karena memang di dunia asalnya, Rosie termasuk anak yang aktif bicara. Bahkan ia lebih sering marah-maraah setelah jadi kepala divisi di kantor. Rosie sering mengomeli adik-adiknya yang membuat ulang di panti asuhan.

Tetapi kalau putra mahkota merujuk pada Rosenante, wanita itu sama sekali tidak bisa berinteraksi pada orang orang.

“Kau boleh keluar, dengan catatan harus seizinku,” tambah Cyan.

Kalau begitu bukankah percuma? Kalau akhirnya harus sesuai izin. Sama saja dengan Rosie tidak bisa pergi ke mana pun sesuka hatinya.

Tetapi, terima saja dulu. Yang terpenting sudah ada kepastiannya.

“Oh, iya. Bagaimana menurutmu tentang pemilihan putri mahkota?” tanya putra mahkota.

“Yang Mulia, jangan membahasnya di sini,” cegah Cyan dengan wajah tidak suka.

“Tidak masalah. Aku ingin pendapat dari Nona Lowen.”

Pemilihan putri mahkota? Itu apa?

Demi Tuhan, Rosie tidak tahu apa pun tentang itu. Tidak ada di dalam buku. Bagaimana Rosie harus menjawabnya? Pemilihan. Kalau pemilihan apa itu sama seperti memilih presiden di dunia asal Rosie?

Tampaknya Cyan menangkap kebingungan Rosie. “Para bangsawan lama ribut agar putra mahkota segera menunjuk calon istri untuk memperkuat fondasi pemerintahan. Jadi, mereka heboh mendesak untuk mengadakan kompetisi pemilihan putri.”

“Bagaimana menurutmu, Nona Lowen?”

Rosie memiringkan sedikit kepalanya dan tersenyum. “Selama saya bukan salah satu pesertanya, saya rasa tidak buruk untuk dilakukan.”

Setelah mendengar itu mendadak saja gazebo jadi hening. Baik Cyan atau putra mahkota tidak mengeluarkan suara sama sekali untuk beberapa saat. Tetapi tiba-tiba putra mahkota tertawa dengan keras. Membuat Rosie terkejut.

Ha? Apaan, sih?

Putra mahkota memukul punggung Cyan yang tersenyum kecil sambil memnum teh dari gelasnya. “Ya ampun. Kau dengar itu? Apa aku baru saja ditolak?”

Cyan tidak menjawab. Tetapi pria itu hanya tersenyum. Sepertinya dia menikmati situasi ini, ya.

“Kalau wanita lain, mungkin mereka akan bilang dengan senang hati untuk jadi istriku.”

Sayangnya, Rosie bukan wanita lain. Ia tidak sama.

“Padahal, jika kau menjadi putri mahkota. Aku bisa melunasi utang Marquess Lowen pada Orion. Kau bisa punya kekuasaan dan kekanyaanku termasuk milikmu.”

Rosie tertawa pelan. Tawa yang dibuat-buat. “Saya tidak tertarik.”

Tawa putra mahkota menghilang. “Kenapa?”

“Pertama, saya suka di tempat ini. Oh, bukan berarti saya berpikir untuk jadi Grand Duchess. Tapi tempat ini memberikan saya tempat tidur empuk, makanan enak, pakaian, perhiasan, dan waktu menganggur yang menyenangkan. Kalau saya jadi putri mahkota, saya akan bekerja membantu Anda.”

Rosie menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Saya tidak suka berkerja.”

Atau lebih tepatnya Rosie sudah lelah bekerja seumur hidupnya setelah menginjak usia 17 tahun. Bahkan setelah berpindah dunia di usia 27 tahun, Rosie bersyukur Grand Duke Orion memberikannya kehidupan pengangguran yang lebih menjanjikan dari pada orang lain.

Putra mahkota melirik Cyan yang diam, tetapi jelas sekali pria itu sedang menahan senyum bangga karena dipuji oleh Rosie.

“Apa ada lagi?”

Rosie mengangguk. “Kakak saya gila uang. Jika saya jadi putri mahkota, dia akan datang untuk meminta uang, lalu menghabiskannya untuk berjudi. Selain itu dia akan menggunakan kekuasaan saya untuk hal tak bermoral.”

Rosie kembali menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

“Saya menolak dengan keras untuk mencemari nama baik saya, Yang Mulia Pangeran.”

“Wah, Anda benar ditolak, ya,” celetuk Cyan.

“Jadi, kau tidak akan menjadi kandidat putri mahkota?”

Rosie mengangguk dengan tegas. Tidak akan pernah. Sampai gila pun ia takkan melakukannya.

“Ya, kalau begitu aku tidak akan mengadakannya. Aku akan berdebat lagi dengan para tua bangka itu.”

Ha? Apa maksudnya?

“Aku tidak akan mengadakan pemilihan. Kandidat utamanya saja tidak mau. Untuk apa melakukannya?”

Ah, sialan, maki Rosie dalam hati. Orang-orang ini memang sejak awal berniat menjadikan Rosie kandidat dan pemenang utama seandainya putra mahkota mengadakan kompetisi pemilihan putri mahkota.

“Maaf, Yang Mulia.”

Rosie, Cyan, dan putra mahkota menoleh pada Moch yang baru saja datang.

Nice kepala pelayan. Dengan begitu Rosie bisa menghindari percakapan yang semakin lama semakin aneh dan terdengar luar biasa gila tak masuk akalnya.

“Ada apa, Moch?” tanya Cyan.

“Count Onix datang dengan kereta kekaisaran. Beliau datang untuk menjemput Yang Mulia Pangeran.”

“Cepat sekali liburnya,” gumam putra mahkota. “Mungkin memang sudah saatnya pergi.”

Rosie dan Cyan ikut berdiri saat putra mahkota berdiri dan mengekori pria itu di belakang. Namun, saat hendak menuruni tangga gazebo, Cyan mengulurkan tangannya pada Rosie.

Mau tidak mau, demi kesopanan Rosie menyambut tangan pria itu dan bersama masuk ke rumah. Mengikuti putra mahkota yang berjalan ke pintu masuk utama kastil.

Ternyata benar. Di halaman sudah ada kereta kuda dengan lambang kekaisaran. Di sana juga berdiri pria berambut hijau dengan kacamata. Apa pria itu yang namanya Count Onix? Penampilannya memang biasa. Tetapi rambutnya termasuk bagian yang paling eksentrik.

Putra mahkota berbalik pada Cyan dan Rosie sebelum masuk ke kereta kuda. “Terima kasih sudah membiarkanku mampir, Ian. Lain kali datanglah ke istana dengan Nona Lowen. Ah, tidak. Biar aku saja yang mengirimkan undangan secara resmi.”

Akh! Tidak! Jangan lakukan itu, bodoh! Tolong, jangan kirimkan undangan apa pun, maki Rosie dalam hati. Meski tersenyum kecil, hatinya tak henti mengutuk orang-orang gila ini.

Rosie dan Cyan membungkuk untuk yang terakhir kali sebagai penghormatan saat putra mahkota naik ke kereta bersama Count Onix. Kemudian kereta itu pergi meninggalkan kastil Orion. Semua pelayan yang ikut mengantar kepergian putra mahkota diisyaratkan untuk masuk oleh kepala pelayan. Jadi, yang tersisa hanya Rosie dan Cyan.

“Saya tidak menyangka kalau putra mahkota itu sangat suka bicara,” celetuk Rosie tiba-tiba.

“Pangeran Viridian memang terlihat ramah. Tapi dia bisa jadi yang paling berbahaya,” jawab Cyan tanpa basa-basi. Apa karena mereka sepupu makanya Cyan dengan mudahnya bicara begitu?

Tiba-tiba saja terlintas pertanyaan di kepala Rosie.

“Dibanding Grand Duke Orion, mana yang paling berbahaya?”

Cyan menatap Rosie sesaat. Kemudian pria itu menarik salah satu sudut bibirnya. “Tentu saja aku. Orang yang sudah melewati medan perang berdarah berkali-kali.”

Yah, Rosie tidak mendebat hal itu. Kalau Grand Duke Orion lebih lemah dari putra mahkota, tentu dia takkan mudah memenggal kepala kaisar dan menusuk putra mahkota.

.

.

Original story by Viellaris Morgen

Rabu (13 Maret 2024)

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel